PETUALANGAN MALAM
Sudah hanpir sejam anggota komplotan pencuri ternak itu memeriksa setiap sudut gua, tapi tempat persembunyian Panjul dan Jilan belum bisa mereka temukan. Hal itu membuat Bos komplotan meradang. Segera dikumpulkannya keempat anak buahnya untuk melontarkan kekesalan dan makian.
“Dasar tak berguna! Menangkap dua bocah ingusan saja tidak becus! Sekarang apa yang bisa aku andalkan dari kalian, hah? Pokoknya aku tidak mau tahu! Kalian harus bisa tangkap kedua bocah itu, hidup atau mati!” teriak sang Bos dengan otot wajah yang menegang.
“Jadi kami boleh menembaknya, Bos?” Jon memberanikan diri bertanya.
“Terserah! Silakan tembak jika kalian ingin ada orang dengar dan lantas mengepung kalian!” bentak si Bos makin geram.
“Ba-baik, Bos.” Si Jon langsung mengkerut hilang keberanian.
“Kalian punya waktu setengah jam lagi untuk mencari! Setelah itu kita harus turun untuk beraksi!”
Keempat anggota komplotan pencuri itu hanya bisa mengangguk. Tanpa bersuara mereka kembali berpencar untuk melanjutkan pencarian. Sedangkan sang Bos yang bertubuh pendek itu hanya berdiri saja pada sebongkah batu besar sambil memperhatikan sekumpulan ternak di hadapannya. Asap rokoknya yang tak beraturan menandakan betapa gundahnya hati sang pemimpin kejahatan.
Sesekali Bos komplotan pencuri ternak itu mendesah resah. Ia begitu khawatir kalau-kalau bisnis haram yang menghasilkan banyak uang ini akan gagal. Tidak! Ia tidak menginginkan hal itu terjadi. Ia harus berhasil malam ini.
Sungguh, ia tak mau sumber pendapatannya terganggu. Terlebih hanya oleh bocah kecil yang notabenenya hanyalah anak-anak desa. Percuma ia membayar mahal anak buah jika menghadapi anak-anak Pijiombo saja bisa kalah. Untuk itu, dengan hati gusar ia terus mengawasi anak buahnya yang sedang berkeliling mencari anak-anak Pijiombo yang sedang bersembunyi di dalam gua.
Panjul dan Jilan yang bersembunyi dengan cara menimbun tubuh mereka di dalam tumpukan rumput, dapat mendengar jelas semua percakapan mereka. Dengan hanya menampakkan kedua matanya saja Panjul dan Jilan terus bersiaga dengan dada berdebar-debar hebat.
“Panjul, aku takut Njul. Gimana kalau mereka benar-benar menembak kita? Aku takut Njul,” lirih Jilan merintih dengan ketakutan yang sangat jelas.
“Kau tenang saja Jilan, orang-orang jahat itu tak akan dapat menemukan kita,” hibur Panjul sambil tetap waspada.
“Bagaimana kau bisa seyakin itu Njul?” Jilan nyaris menitikkan air mata.
“Karena aku sudah menyiapkan sebuah rencana untuk mereka. Nanti kau akan lihat bahwa sekarang adalah petualangan malam untuk kita.”
“Tapi tetap saja aku kawatir Njul. Ega yang kamu tugaskan untuk mencari bantuan nyatanya sampai sekarang belum datang juga,” Jilan semakin resah.
“Yakin saja bahwa Ega bisa kita andalkan,” Panjul coba meyakinkan.
Mereka terdiam. Duuh! Bos komplotan pencuri itu berjalan mendekati tempat persembunyian mereka berdua. Bahkan sekarang lelaki pendek dengan perut tambur itu sudah mengulurkan tangannya hendak mengambil rumput guna memberi makan ternak hasil jarahannya.
Oh!
Hati Panjul dan Jilan berdegup semakin kencang. Terlebih saat tangan kasar itu bergerak kian mendekati wajah mereka yang tersembunyi di balik rerumputan yang hendak diambil orang itu. Mau tak mau, mereka harus menahan napas.
Untunglah pada saat yang sama Kris dan Jon datang menghadap atasannya. Sepertinya mereka hendak melaporkan hasil kerja komplotannya yang sis-sia.
“Maaf Bos, pencarian belum menghasilkan apa-apa!” suara si Jon serak.
Tangan si Bos tertarik kembali dari atas rumput yang sudah dipegangnya. Matanya yang bulat bundar menatap kedua anaknya dengan pandangan nanar. Tentu saja Panjul dan Jilan bisa bernapas lega karenanya.
“Sekarang yang lainnya di mana?” si Bos bertanya dengan suara berat.
“Masih menyisir di luar gua, Bos,” kali ini Kris yang menjawab.
“Ya sudah. Kris, kau tetap tinggal di sini menjaga ternak-ternak ini. Dan kau Jon, ikut aku memanggil yang lainnya. Kita harus segera beraksi dan secepatnya pergi membawa ternak-tenak hasil curian kita,” perintah si Bos tegas.
Kris hanya mengangguk. Sedang Jon langsung mengikuti langkah bosnya tanpa berkata-kata. Dan begitu si Bos dan Jon sudah tak tampak lagi dari pandangannya, Kris langsung mematikan rokoknya. Lantas ia lempar begitu saja punting rokok yang masih menyala bagian ujungnya.
“Jilan, aku memerlukan lampu senter dari penjahat itu!” ujar Panjul yang masih mengawasi suasana dari tempat persembunyiannya.
“Untuk apa?”
“Untuk segera memulai petualangan malam kita,” jawab Panjul sambil mencari cara.
“Apa yang bisa aku lakukan?”
“Kau diam di sini saja, aku yang akan bertindak. Tugasmu nanti hanya mengikat tangan dan kaki orang itu dengan tali yang sudah kita siapkan. Kau paham?”
Jilan menganggukkan kepala. Tak ayal rumput yang menutupi dirinya ikut bergerak.
Kini Kris duduk di sebongkah batu sambil mengusap-usap senapan anginnya. Sesekali sebelah tangannya memelintir ujung kumisnya yang melintang tebal.
Dengan seksama Panjul memperhatikan tali jebakan yang sudaah ia pasang di bawah batu itu. Simpul tali melingkar yang sudah ia lumuri dengan tanah basah itu jadi tak kelihatan dalam gua yang hanya berpenerangan obor. Sementara ujung tali yang ia persiapkan sebagai penarik sudah pula ia ikatkan pada leher si Giras.
Hehe!
Panjul tersenyum menyeringai. Sebelah kaki penjahat bernama Kris itu kini sudah tepat berada dalam kolong tali jerat yang di pasang Panjul. Nanti saat kedua kaki Kris sudah berada dalam kolong tali jeratan itu maka Panjul akan segera melancarkan aksinya.
Dan kiranya nasip baik sedang berpihak pada Panjul. Tanpa menunggu lama, kedua kaki Kris nampak sudah berada tepat di dalam kolong tali jebakannya. Tak mau buang waktu, Panjul spontan melompat dengan sigap menuju ke tempat si Giras.
Brougk!
Begitu tangan panjul mendarat dengan keras pada pantat kambing yang sudah hampir tertidur itu, secepat kilat kambing itupun bangkit dan melompat tak tentu arah.
“Embeeek!”
Karena tersentak kaget, si Giras berlari sekencangnya. Dan seiring dengan itu simpul tali berbentuk kolong yang ada di bawah kaki Kris bergeser dengan cepat menjerat kedua kakinya. Sebelum Kris menyadari apa yang sedang terjadi, kedua kakinya yang kini dalam posisi terjerat serta merta tertarik ke belakang dengan keras.
Gedebug!
Serta merta tubuh Kris tumbang dengan posisi tengkurap. Senapan angin yang tadi dipegangnya terlempar entah kemana. Belum lagi Kris sempat terbangun, Jilan sudah pula datang dan langsung menduduki punggung Kris. Dengan cekatan Jilan mengikat kedua tangan Kris ke belakang punggungnya. Tak lupa Julan juga menyumpal mulut Kris memakai selembar kain yang tadi dibuat menyumpat mulutnya. Dengan begitu Kris tak sempat untuk berteriak.
“Beres,” ucap Jilan seraya mengacungkan jempol tangannya.
“Sip!” sambut Panjul dengan senyuman. Besar harapannya semoga ia dan teman-temannya dapat menyelesaikan petualangan malam ini dengan kemenangan.
Bersambung …