Antre Minyak Goreng

Menghitung Satuan Volume dan Waktu.  Materi Matematika yang satu ini cukup sulit bagi Nuning.  Beberapa kali guru mengadakan latihan soal dan nilai yang didapatnya kurang memuaskan.  Pagi ini, Nuning ingin belajar lagi bersama Ibu.  Tapi, tunggu. Ibu rapi sekali, mau ke mana?

“Ibu mau pergi?” tanya Nuning.

“Iya, Ndhuk.  Ibu mau mengantre minyak goreng.  Persediaan di warung sudah habis.” kata Ibu.

Sejak seminggu lalu, Ibu pergi pagi-pagi sekali untuk mengantre minyak goreng.  Barang ini menjadi langka sejak sebulan terakhir.  Pedagang makanan yang menjadi langganan warung Ibu jadi sering mengeluh.

“Oh, begitu.” kata Nuning lesu.

“Ada apa?” tanya Ibu.

“Mm mm…sebenarnya, Nuning ingin belajar dengan Ibu.  Latihan soal Matematika kemarin, nilai Nuning kurang bagus,” katanya.

Nuning ingin mengikuti Ibu supaya bisa belajar.  Kata Ibu, antreannya bisa berjam-jam. Nuning memaksa ikut.

Toko di ujung jalan ini tidak begitu besar.  Namun, toko ini menjadi satu-satunya distributor yang mendapat pasokan minyak goreng di kota Nuning. Orang berbondong-bondong dari seluruh penjuru kabupaten.  Tidak hanya yang tinggal di kota, namun mereka yang tinggal di pelosok desa pun ikut mengantre.  Syaratnya, harus menyertakan KTP asli dan membawa wadah jeriken.  Tanpa itu, maka pembeli tidak akan dilayani.  Hari ini antrean khusus pedagang dan pemilik warung.  Masing-masing akan mendapat jatah 1 jeriken atau 17 liter minyak goreng, begitu kata Ibu.

Benar saja, antrean pagi ini sudah mengular sampai ke jalan raya.  Beberapa polisi tampak berjaga-jaga untuk menghindari keributan selama antrean.  Dengan cekatan, Ibu meletakkan jeriken ke dalam barisan dan memasukkan tali ke dalam pegangannya.  Ini cara toko menjaga antrean tetap tertib berdasarkan urutan kedatangan.  No. 240.  Sepagi ini Ibu sudah mendapat nomor antrean sepanjang itu, padahal truk tangkinya pun belum juga datang.

Orang-orang yang mengantre duduk di dekat jeriken masing-masing.  Kebanyakan adalah ibu-ibu, sebagian kecil bapak-bapak.  Mereka saling menyapa dan berbincang untuk mengisi waktu.  Di seberang jalan, Nuning melihat mobil pikap dengan beberapa orang tidur diatasnya.  Mereka membawa termos dan bekal makanan, berupa nasi dan lauk-pauk.  Tampaknya mereka datang dari pelosok kabupaten.  Karena rumahnya jauh, mereka rela menginap demi mendapatkan nomor antrean awal.  Beruntung, rumah Nuning tidak terlalu jauh dari toko ini.

Waktu menunjukkan pukul 06.30 pagi.  Sebuah truk besar datang dan parkir persis di depan toko.  Truk itu bertuliskan 9.000 liter di badan tangkinya.  Pipa-pipa panjang segera mengalirkan minyak goreng ke tangki penampungan yang ada di dalam toko.  Para pelayan mulai bekerja melayani antrean pertama.

“Giliran Ibu pasti masih lama,” Nuning membatin.  Ia berdiri, jongkok, duduk lalu berdiri lagi.  Rupanya Ibu tahu, Nuning mulai bosan.

“Ndhuk, ayo berhitung,” kata Ibu.

“Menghitung apa, Bu?” jawab Nuning.

“Lho, katanya mau belajar berhitung?” Ibu mengernyitkan dahi.  Nuning tersenyum dan segera mendekat.

“Kamu lihat tadi di badan tangki, ada tulisan 9.000 liter kan? Nah, kalau satu jeriken bisa menampung 17 liter minyak goreng, berapa jeriken yang bisa terisi hari ini?” tanya Ibu.

“Mm..mm..,” belum sempat Nuning menghitung, Ibu menambahkan, “Lalu, kalau satu jeriken mendapat satu nomor antrean, berarti hari ini Ibu masih kebagian minyak atau tidak?”

Nuning menunduk, dia mulai mencorat-coret kertas yang dibawanya dari rumah.  Dahinya mengernyit, ia mulai menghitung.  Gadis kecil itu membagi angka 9.000 dengan kapasitas jeriken, yaitu 17 liter.

9.000 : 17 = 529,4 dibulatkan menjadi 529.

Jadi, nantinya ada 529 jeriken yang bisa terisi minyak goreng.  Kalau Ibu mendapat nomor antrean 240, artinya Ibu masih kebagian minyak goreng hari ini.

“Wah, pintar anak Ibu!” Ibu berseru bahagia.

“Sekarang coba hitung lagi, kalau satu orang pelayan bisa mengisi satu jeriken dalam waktu 2 menit dan di dalam toko ada 5 orang pelayan, maka berapa lama lagi Ibu harus mengantre dan jam berapa kira-kira kita bisa pulang?” tanya Ibu.

Wah, pertanyaan Ibu kali ini cukup sulit.  Nuning mulai kebingungan.  Alisnya bertaut.  Mulutnya komat-kamit seperti tengah merapalkan mantra..  Ia gelisah dan mulai menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.

“Bu, kali ini Nuning tidak bisa,” katanya menyerah.

Dengan cekatan Ibu meminta pulpen dan kertas dari tangan Nuning.  Ibu pun mulai menghitung.

1 jeriken = 2 menit, karena di dalam toko ada 5 orang pelayan, maka dalam 2 menit ada 5 jeriken yang sudah terisi.

Ibu memiliki nomor antrean 240, maka:

240 : 5 = 48, kemudian 48 x 2 menit = 96 menit.

1 jam = 60 menit, maka 96 menit berarti 1 jam 36 menit.

“Kalau para pelayan mulai mengisi antrean jeriken itu jam 07.00 pagi, maka kurang lebih 1 jam 36 menit kemudian jeriken Ibu sudah terisi.  Itu artinya jam 08.36 kita sudah bisa pulang membawa minyak goreng,” Ibu menjelaskan panjang lebar.

Nuning mengangguk.  Matanya berbinar-binar.  Wah, Ibu pintar sekali berhitung. Ternyata Matematika itu sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.  Nuning pun semakin bersemangat untuk belajar lebih giat lagi.

Naskah pernah diterbitkan oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu pemenang dalam Sayembara Penulisan dan Penerjemahan Cerita Anak Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah Tahun 2022, dengan judul Antri Lenga Klentik.

 

Bagikan artikel ini:

2 pemikiran pada “Antre Minyak Goreng”

Tinggalkan komentar