Bagian dari Jundi

“Bagaimana Allah akan menjawab doa kita kalau kalian hanya bermain-main dan berisik tertawa-tawa, khutbah Kyai pun jadi tidak jelas aku dengar,” sungut kak Ihsan ketika kami berjalan pulang. Aku melirik pada Agus yang hanya tersenyum-senyum memainkan sarungnya. Begitupun Bayu, dia juga malah cengengesan sambil memainkan kopiah putihnya.

Aku merasa bersalah sebetulnya, tapi tadi memang seru ketika Agus menyenggolku sewaktu posisi ruku. Lalu badanku oleng ke arah Bayu yang juga jatuh ke pinggir. Kami tertawa-tawa ketika yang lain sedang khusyu sholat. Bahkan aku sempat mendengar ada isak tangis jama’ah ketika sholat.

Kami memang sedang kesulitan air, sudah beberapa bulan ini air menyusut di sumur. Tanaman mengering dan banyak rumput menjadi kuning. Untuk mandi pun kami dijatah tidak boleh berlama-lama, bila sudah dirasa lama Ibu biasanya akan menegur sambil ketuk-ketuk pintu kamar mandi.

Kak Ihsan mengajak kami ke warung dan memesan air. Udara memang sangat panas dan kering. “Rif, Kakak mau tanya tadi waktu sholat raka’at pertama berapa kali takbirnya?” tanya kak Ihsan ketika kami sudah duduk-duduk di warung. Aku terkejut ditanya tiba-tiba. O iya, tadi takbirnya tidak sekali, berapa ya? Pikirku sambil garuk-garuk kepala.

“Tuh, kan. Kamu tidak menyimak penjelasan Kyai, juga tidak menghitung takbirnya,” kata kak Ihsan lagi. Sambil menunjuk Agus, kakak lelakiku itu menanyakan pertanyaan yang sama. “Berapa kali takbir di raka’at pertama, Gus?”

“Tujuh kali, Kak,” jawab Agus mantap.

“Benar, kok kamu bisa tahu. Bukankah tadi main-main aja sholatnya?”

Agus tertawa kecil, aku juga heran kenapa Agus bisa betul jawabannya. “Agus sudah tahu, karena ibu Agus bilang kalau sholat istisqo sama caranya dengan sholat id,” jawabnya menjelaskan.

Kak Ihsan mengangguk-angguk. “Benar. Terus di raka’at keduanya berapa kali takbir? Coba sekarang Bayu yang jawab.”

Bayu menggerak-gerakkan badannya sambil menyeringai. Aku geli melihat giginya yang ompong, dia sepertinya sama denganku yang ga tahu jawabannya.

“Lima kali takbir !” seru Agus dengan suara lantang.

“Hebat Agus benar lagi. Sholat istisqo memang sama caranya dengan sholat Id. Terdiri dari dua raka’at. Raka’at pertama terdiri dari tujuh takbir, raka’at kedua terdiri dari lima takbir. Lalu ada khutbah. Bedanya di niat saja. Kita tadi niat sholat istisqo meminta hujan kepada Allah. Kita harus meminta dengan sungguh-sungguh dengan khusyu, supaya Allah mengabulkan doa kita. Masa minta hujan sambil bermain-main. Kan tidak sopan juga kepada Allah,” kata kak Ihsan menjelaskan.

“Iya maaf, Kak. Kalau Allah tidak mengabulkan doa kita bagaimana, Kak?” tanyaku, perasaan bersalahku menjadi semakin besar.

“Mungkin hujan belum turun dan kita semakin kesulitan mendapatkan air. Kalian ingat kisah nabi Musa yang minta hujan juga tapi belum dikabulkan Allah?”

“Ingat. Allah belum mengabulkan karena masih ada umatnya yang masih belum mau bertobat,” jawab Agus, rupanya temanku ini sangat pintar.

“Benar, Gus. Kamu hebat, rajin belajar agama ya,” puji Kak Ihsan membuat Agus terlihat sangat senang.

Tapi aku menjadi semakin gelisah. “Kak, aku takut hujan belum turun gara-gara kami yang tidak benar sholatnya. Bagaimana kalau kami mengulang lagi sholat, boleh tidak?”

Kak Ihsan tertawa hingga nampak giginya yang rapi dan putih. Kak Ihsan memang kakakku yang paling tampan di seluruh dunia, juga yang paling sholeh.

“Kalau kalian mau, bolehlah balik lagi ke lapang dan sholat bertiga di sana. Tunjuk siapa imamnya, kakak tunggu kalian di sini. Ingat, jangan sambil bermain-main.”

“Iya, Kak. Siap, Kak!” seruku bersemangat. Aku langsung mengajak Agus dan Bayu berlari kembali menuju lapang.

“Arif!” seru Kak Ihsan memanggil. “Kalau di lapang alasnya sudah tidak ada, pakai saja sejadah kalian!”

“Baik, Kak!”

Debu-debu beterbangan di sekitar kaki kami yang berlari, walau panas dan terik tidaklah mengapa. Kami pernah salah tetapi kami juga ingin menjadi bagian dari jundi yang berjuang untuk umat, walaupun mereka tidak tahu dan tidak mengenal kami. Tetapi Allah selalu tahu, bukan?

Bagikan artikel ini:

2 pemikiran pada “Bagian dari Jundi”

Tinggalkan komentar