Begawe

 

Priscilla membersihkan sepatunya yang terkena lumpur. Huft! Dia melompati genangan lumpur yang lain dan mendarat dengan kaki kanan agar sepatunya tidak semakin kotor.

“Priscilla, tolong bantu mama ambil jangan di nenek Syarif!”

“Hah? Ambil jangan? Apa yang diambil bunda?” Priscilla bertanya sambil menggaruk-garuk jilbab. Maklum, Priscilla adalah orang Jakarta satu minggu ini menetap di Lombok karena akan ada pernikahan pamannya.

“Hahaha, Priscilla, jangan itu bahasa Lombok yang artinya daging” bundanya tertawa riang melihat kepolosan anaknya.

“Ooooh, daging!” Priscilla mengangguk paham. Ia kemudian berlari dan melompat, huft! Huft! Dua genangan lumpur ia lompati dengan gesit. Priscilla kemudian mengucap salam di depan rumah nenek Syarif yang segera dijawab oleh nenek Syarif.

“Nenek, aku mau ambil jangan!”

“Ooooh, cucuku yang manis! Sudah bisa bahasa Lombok rupanya. Nenek ambil dulu ya”

Nenek Syarif sudah tua. Rambutnya telah putih dan wajahnya dipenuhi keriput. Ia berjalan membungkuk sehingga Priscilla kemudian melepas sepatu kotornya lalu mendekati nenek dan membantunya mengambil jangan di dapur.

Rumah nenek Syarif juga sederhana. Rumahnya terbuat dari bambu dan atapnya terbuat dari jerami. Bunda pernah bercerita kalau rumah ini adalah rumah tradisional orang Lombok. Bahkan anak tangga rumah nenek Syarif dan kebanyakan orang Lombok adalah tiga.

Bunda bercerita bahwa suku Sasak yang merupakan suku asli orang Lombok adalah penganut ajaran islam wetu telu. Tiga anak tangga di rumah nenek Syarif memiliki makna tiga tahap kehidupan manusia, yaitu lahir, berkembang, dan meninggal.

“Apa kamu bisa membawanya, cucuku?” tanya nenek Syarif sembari memberikan dua buah kantong plastik berisi daging.

Huft! Cukup berat tetapi Priscilla bisa menahannya.

“Bisa, nek”

Nenek Syarif tersenyum dan mengantarkan Priscilla kedepan pintu.

“Nenek, aku pergi dulu ya” Priscilla memasang sepatunya kemudian datang menuju nenek Syarif dan menyalami nenek Syarif dengan mencium tangannya. “Allahumma Shollialasayyidina Muhammad wa ala sayyidina Muhammad!” ucap Priscilla.

“Masya Allah” puji nenek Syarif sembari mengelus-elus kepala Priscilla.

“Aku pergi dulu ya, nek” ucap Priscilla.

“Nggih, hati-hati di jalan ya!”

Priscilla kemudian berlari dan huft! Huft! Ia mampu melompati dua genangan lumpur dengan cepat tapi sayang jalanan licin sebab hujan tadi malam sehingga kaki kanannya terpeleset dan….bruk! tubuhnya jatuh ke genangan lumpur.

“Aduuuuh, pakaianku!” Priscilla panik, padahal itu adalah pakaian favoritnya namun sekarang kotor terkena lumpur. Ketika ia perhatikan, ada sedikit robekan di bagian pinggang.

Priscilla menjadi sedih. Ia kemudian memperhatikan sekitar dan bersyukur karena jangan yang ia bawa tidak terkena lumpur dan robek. Priscilla tidak lagi berlari, ia berjalan dengan murung ke rumah.

“Assalamualaikum…”Priscilla mengucap salam dengan nada yang sedih.

“Wa’alaikumussalam…astagfirullah Priscilla! Kamu kenapa kotor begitu?”

“Tadi lari-larian bunda terus aku coba lompat genangan lumpur, tapi tanpa sengaja aku injak yang licin terus aku jatuh”

“Ya sudah, tidak apa-apa. Itu adalah takdir Allah. Sekarang kamu mandi dan ganti pakaian yaa”

“Iya bunda” ucap Priscilla sedih.

Priscilla kemudian melepaskan sepatunya dengan lesu dan masuk kedalam rumah. Selepas mengganti pakaian Priscilla masih sedih, padahal di luar orang-orang mulai ramai bahkan sampai malam hari. Tertarik Priscilla kemudian keluar.

“Mengapa orang ramai, bunda?” tanya Priscilla.

“Ini namanya acara begawe atau acara pernikahan, Priscilla. Orang Lombok sangat menghargai kerabatnya, maka dari itu mereka akan berbondong-bondong membantu kerabatnya dalam segi apapun, termasuk acara pernikahan. Lihat? Ada yang memotong sayuran, daging, bahkan ada yang memotong pohon pisang”

“Mengapa memotong pohon pisang Bu?” Tanya Priscilla ingin tahu.

“Pohon pisang digunakan untuk membuat makanan tradisional Lombok yang bernama ares. Rasanya enak dan bunda suka, Priscilla sudah pasti suka!”

“Wah, ternyata Lombok kaya akan tradisi dan kebudayaannya ya!”

“Iya dong, Priscilla! Kearifan lokal yang kita miliki harus kita jaga dan harus kita lestarikan selamanya”

Priscilla kemudian melihat orang-orang yang sedang bekerja. Mereka melakukannya bersama-sama, ada yang memotong jangan, kacang panjang, mengupas kacang, membuat sate, dan lelaki desa memotong pohon pisang yang kemudian diambil batang tengahnya yang berwarna putih. Bagian putih itulah yang akan menjadi ares.

Ketika ia sedang memperhatikan orang bekerja, di kejauhan ia melihat nenek Syarif yang berjalan membungkuk mau membantu. Priscilla langsung kesana dan menyalami nenek Syarif. Nenek Syarif mengelus kepala Priscilla.

“Kamu sudah ganti pakaian rupanya” ucap nenek Syarif.

“Iya nek, pakaianku dicuci dan sudah kering. Tetapi ada robekan di bagian bahunya” Priscilla bercerita sedih.

“Robek? Kamu pasti jatuh tadi pagi”

“Iya nek, tanpa sengaja injak lumpur yang licin”

“Ya sudah, mana pakaiannya?”

Priscilla kemudian menuntun nenek Syarif kedalam rumah. Priscilla mengambil pakaian favoritnya dan menunjukkannya ke nenek Syarif. Nenek Syarif mengangguk-angguk kemudian menuju mesin jahit. Klotok-klotok-klotok bunyi mesin jahit tersebut.

Tidak lama kemudian nenek Syarif memberikan kembali pakaian favorit kepada Priscilla. Priscilla menerimanya dan melihat bagian yang tadinya robek namun kini sudah hilang. Perasaannya pun membuncah bahagia sehingga ia memeluk nenek Syarif.

“Terimakasih nenek!”

“Iyaa, sama-sama” balas nenek Syarif tersenyum.

Priscilla bahagia. Ia mencintai orang Lombok yang baik, kearifan lokalnya yang unik, dan ia kini bisa menghadiri acara pamannya dengan pakaian favoritnya! Priscilla mau tinggal lebih lama di Lombok dan berjanji akan menjaga tradisi dan kebudayaan suku Sasak tersebut.   

Cerpen Ini Diikutsertakan dalam Lomba Cipta Cerpen Anak PaberLand 2024

 

Sumber foto : PusakaDesa. WordPress.com

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar