Bidadari Ngamuk

Ini adalah pengalaman pertamaku ditinggal berdua saja dengan adikku. Tiba-tiba ia terbangun dari tidurnya dan menangis sangat keras. Keras sekali sampai kupingku terasa sakit.

Adikku yang baru berumur dua setengah tahun itu menangis sambil berguling-guling di lantai ruang tamu kami. Semua cara kulakukan agar ia mau berhenti menangis. Dari memberikannya semua mainannya, memberikan semua kue kering dalam toples, hingga menyetelkan kartun favoritnya di televisi. Tapi adikku tetap saja menangis tak mau berhenti.

Duh, bagaimana ini? Inaq pulangnya lama sekali. Tadi katanya mau ke warung sebentar saja, tapi kok belum pulang-pulang juga. Amaq juga belum datang, padahal kata inaq ia akan segera pulang dari sawah. Sekarang apa yang harus kulakukan untuk menghentikan tangis adikku?

Aku berpikir keras apa yang biasa inaq lakukan untuk menghentikan tangis adikku. Lalu, aku pun teringat dengan kain gendongan Bidadari Ngamuk.

Bidadari Ngamuk adalah nama motif kain panjang yang ditenun sendiri oleh Papuq nine kami. Kata inaq, tenun Bidadari Ngamuk dapat menghentikan setiap tangisan anak-anak. Beberapa temanku juga memilikinya di rumah mereka. Dulu setiap ibu menggunakannya untuk menenangkan anak mereka saat sedang mengamuk dan menangis.

Papuqku menggunakannya untuk menghentikan tangisan inaqku saat ia masih kecil. Inaqku juga dulu sering menggunakan lempot itu untuk menggendongku ketika aku menangis. Sampai sekarang, inaq juga sering menggunakannya untuk menggendong adikku, meskipun kainnya sedikit koyak.

“Inaq, kenapa sih nama kain tenunnya Bidadari Ngamuk?” tanyaku dulu.

“Itu karena tenun ini bisa menghentikan tangisan anak-anak, bahkan bidadari ngamuk sekalipun bisa berhenti ngamuk dengan kain tenun ini,” jawab inaqku waktu itu.

Dengan cepat aku berlari ke kamar inaq mencari kain gendongan Bidadari Ngamuk. Uh! Pasti akan susah mencari kain gendongan itu. Inaqku adalah seorang penenun seperti papuqku, jadi di kamarnya ada banyak kain tenun di sana-sani. Ada yang untuk dijual, ada juga yang sengaja dibuat untuk kami pakai di rumah.

Aku mencarinya kesana kemari. Di atas tempat tidur, di dekat gedongan inaq,
di dekat pemintal benang, hingga ke lemari pakaian. Tapi aku tak kunjung menemukannya. Sementara suara tangisan adikku terdengar semakin keras dari ruang tamu memanggil-manggil inaq.

“Duh, di mana sih kain itu?” Aku merasa kesal karena tidak juga menemukannya.

Ah! Tiba-tiba aku teringat saok. Saok adalah sebuah kotak tradisional tempat menyimpan tenun yang diwariskan oleh nenek buyut kami. Saok terbuat dari daun lontar. Kata inaq, saok punya kami sudah berumur seratus tahun. Karena itu, inaq selalu menyimpannya dengan rapi di bagian lemari paling atas.

Bergegas aku mengambil sebuah kursi untuk menjangkau saok. Dulu saat masih kecil, aku sangat penasaran dengan isi kotak ini. Dulu kupikir isinya harta karun atau jin yang bisa mengabulkan tiga permintaan. Aku sampai terjatuh dari kursi saat mencoba mengambilnya.

Untungnya sekarang aku sudah cukup tinggi untuk mengambil kotak saok. Hanya dengan bantuan sebuah kursi, aku berhasil menurunkannya dari atas lemari. Bergegas kubuka dan mencari kain gendongan Bidadari Ngamuk. Untungnya kain tenun itu berada di lipatan paling atas.

Aku bisa mencium aroma papuq dan inaq di antara banyaknya kain tenun yang dilipat rapi di dalam saok. Hmm aku sangat suka wangi ini! Membuatku merasa tenang dan nyaman.

“Inaaaq! Inaaaaq!” Suara tangis adikku terdengar semakin kencang dari arah ruang tamu.

Segera kubawa kain gendongan Bidadari Ngamuk keluar untuk menenangkan tangis adikku.

“Sstt.. Adek berenti nangis ya. Ini kakak sudah bawakan gendongan Bidadari Ngamuknya inaq. Ayo kakak gendong!” kataku.

Kurentangkan kain itu di bahuku siap untuk menggendong adikku. Tapi..

Gubrak!

Adikku malah menendangku hingga aku terjatuh di lantai. Pantatku sakit sekali. Aku segera bangkit dan mencoba kembali menggendongnya, tetapi tangis adikku semakin kencang. Ia semakin meronta-ronta memanggil inaq. Aku mencoba menggendongnya lagi tapi ia tetap menangis meraung-raung.

Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Kenapa adikku tidak mau berhenti menangis? Padahal aku sudah membawakan kain gendongan Bidadari Ngamuk. Aku juga sudah memberikan semua yang disukainya. Aku bahkan memberikannya buku tulisku yang senang sekali dirobeknya. Aku juga memberikannya sutil penggorengan inaq yang suka dimainkannya. Tapi semuanya malah dilempar. Aku kesal.

Inaqku mana sih? Amaqku mana? Saiq Alya mana? Kenapa sih aku ditinggal berdua saja dengan adikku?

Tak terasa aku jadi ikut menangis di samping adikku. Namun, hanya air mataku yang keluar. Suara segukanku hilang entah kemana.

Namun syukurnya tak berapa lama pintu terbuka, inaq masuk tergesa-gesa dengan barang belanjaannya. Segera kuhapus air mataku dan bangun menyambutnya. Kuberikan kain gendongan Bidadari Ngamuk padanya.

“Ndaq mau digendong dia,” kataku sambil menghapus ingus yang keluar karena tangisku.

“Oh sayangku, maafkan inaq ya? Terima kasih sudah sabar temenin adek!” kata inaq dan memelukku erat.

Inaq kemudian merentangkan kain gendongan Bidadari Ngamuk di bahunya dan segera menggendong adikku. Ditimangnya adikku dengan gendongan itu. Perlahan, suara tangis adikku memelan dan berhenti menangis sama sekali.

Aku sangat lega melihatnya. Inaqku tampak sangat cantik menggendong adikku dengan kain Bidadari Ngamuk. Seperti seorang bidadari yang menghentikan amukan hujan badai. Aku merasa sangat senang melihatnya.

***

Catatan

Bidadari Ngamuk adalah salah satu motif tenun khas Desa Kebon Ayu di Lombok Barat Provinsi NTB.

Glosarium

Inaq: Ibu

Amaq: Bapak

Papuq nine: Nenek

Gedongan: Alat Tenun

“Cerpen Ini Diikutsertakan dalam Lomba Cipta Cerpen Anak PaberLand 2024”

Bagikan artikel ini:

2 pemikiran pada “Bidadari Ngamuk”

Tinggalkan komentar