Hari ini Ana senang sekali. Tante Rita, sahabat mamanya membelikannya buku yang sudah lama diimpikannya. Buku itu dibeli tante Rita di Jakarta, tempat tante Rita bekerja. Ana begitu gembira dengan pemberian dari tante Rita. Ia sudah membayangkan bagaimana reaksi Mala, teman sekelasnya yang selama ini dianggapnya menjadi saingan.
Ana berencana akan memamerkan buku barunya nanti ketika ia sampai di sekolah. Mala pasti iri sekali karena akhirnya dirinyalah yang pertama kali memiliki buku itu. Apalagi buku yang dimilikinya merupakan buku yang selama ini menjadi idaman teman-teman sekelasnya. Buku itu belum beredar di kota Ana, jadi Ana bangga sekali bisa memiliki buku itu. Di sekolah, Ana mengatakan pada teman-teman sekelasnya tentang buku baru itu. Ana begitu bangga karena ia adalah satu-satunya anak di kelasnya yang pertama kali memiliki buku itu.
“Teman-teman, lihat buku yang kupunya. Ini seri terbaru loh,” Ana berkata dengan bangganya.
“Wow…kapan kamu membelinya, Na? Pasti papamu yang membelikan?” kata Desi, teman sebangku Ana.
“Enggak, tante Rita yang membelikannya untukku,” jawab Ana lagi.
“Bolehkah aku pinjam bukumu? Sepertinya isinya bagus sekali,” kata Desi lagi.
“Jangan sekarang, ya, soalnya aku belum selesai membacanya,” Jawab Ana.
Hampir semua anak di kelas itu berkumpul di meja Ana membahas tentang buku baru Ana. Tak terasa bel masuk sekolah berbunyi. Semua anak duduk di meja masing-masing sambil menunggu Bu Dina datang. Bu Dina adalah wali kelas enam. Orangnya ramah dan cantik.
***
“Mama, Ana mau bermain ke tempat Desi,” Ana meminta izin pada mamanya.
“Boleh, tapi jangan terlalu sore pulangnya, ya! Nanti sore kita akan ke rumah nenek” kata mama.
“Iya, Ma,” jawab Ana singkat. Ia segera berlari keluar rumah menuju rumah Desi.
Sesampai di rumah Desi, Ana mengetuk pintu. Desi membukakan pintu untuk Ana. Mereka membaca buku itu bersama-sama di ruang tengah. Tidak terasa waktu bergulir dengan cepat. Waktu menunjukkan pukul tiga sore. Ana ingat pesan mamanya agar tidak pulang terlalu sore. Hari ini ia akan pergi ke rumah neneknya. Ia segera barpamitan dengan Desi. Ana bergegas pulang sambil sedikit berlari. Sesampai di rumah ia gembira sekali karena mama dan papa belum berangkat ke rumah nenek. Mama segera menyuruh Ana untuk mandi dan bersiap-siap ke rumah nenek.
Esok harinya ketika Ana bersiap-siap berangkat sekolah, ia terkejut karena buku barunya tidak ada di tas sekolahnya. Ia mencari-cari buku barunya sampai ke kolong tempat tidurnya. Ia juga bertanya kepada mama dan papanya tentang buku baru itu. Tapi hasilnya nihil. Ana kecewa dan sedih sekali, apa lagi buku itu belum selesai dibacanya.
Ana berangkat sekolah dengan raut muka cemberut. Di sepanjang perjalanan ia tidak berbicara. Setibanya di sekolah, Ana langsung masuk kelas dan duduk di bangkunya. Tiba-tiba Mala datang dan membawa buku barunya. Ana senang sekaligus kaget. Lebih kaget lagi karena buku itu dibawa oleh Mala.
“Ini bukumu, kan? Kemarin sore kutemukan di jalan depan rumahku. Buku ini terjatuh saat kamu berlari,” kata Mala.
Ana begitu gembira karena bukunya sudah ditemukan. Selama ini anggapannya tentang Mala salah. Ana mengucapkan terima kasih pada Mala karena telah mengembalikan bukunya. Ana juga mulai menyukai Mala dan tidak lagi menganggap Mala sebagai saingannya.
Juara III Lomba Menulis Cerpen Anak Balai Bahasa Yogyakarta tahun 2015