Bulu matanya yang lentik,
tempat harapan, doa-doa, serta realita menari,
menggantung anggun sembari bernyanyi
Takkan layu, kian bersemi
Dari bola matanya yang hitam bulat,
nyala hidup mekar bak kuncup-kuncup mawar pada awal Oktober
bersama hujan mengguyur,
menjatuhkan pengabulan di tepian kelopaknya yang menatap berani serumpun masa depan; optimis sekaligus magis
Kukatakan, “Namamu adalah gelombang, tempat jiwaku menggenang, terseret ombak, lalu tenggelam dalam-dalam.”