“Aku ke Yogya!” tukas Aldo, “dan selama seminggu aku dan orangtuaku ke berbagai tempat wisata di sana.”
Faris dan Iksan antusias mendengarkan cerita Aldo. Mereka bertiga duduk di bawah pohon akasia saat jam istirahat sambil menikmati jajanan.
“Kamu ke candi Borobudur?” tanya Iksan.
“Bukan cuma ke situ,” jelas Aldo semangat, “tapi, aku juga ke candi Prambanan, ke Kaliurang, lalu ke pantai Parang Tritis!”
“Wah, enak sekali!” kata Iksan.
“Itu dalam satu hari?” tanya Faris.
“Tidak,” jawab Aldo, “pertama aku ke Borodubur, lalu besoknya ke Prambanan, setelah itu ke tempat lain.”
“Ya, memang tidak bisa sehari,” ucap Faris, “karena dari Borobudur ke Prambanan itu jauh dan berlawanan arah dari Yogya.”
“Memangnya begitu?” tanya Iksan.
“Iya, Borobudur itu di Magelang, Jawa Tengah,” sambung Faris, “sedangkan Prambanan ke arah Solo.”
“Jadi, Borobudur itu bukan di wilayah Yogya?” lanjut Iksan.
“Bukan,” ucap Faris, “tapi orang yang wisata ke Yogya, biasanya akan ke Borobudur juga.”
“Aku jadi mau ke Borobudur,” kata Iksan.
“Harus itu!” seru Aldo, “biar kamu tahu kalau untuk sampai puncak candi Borobudur, kita mesti meniti tangga yang tinggi sekali.”
“Betul dan tangga itu menghubungkan tiga bagian candi yang ada di sana,” tambah Faris.
“Memangnya candi itu ada berapa bagian?” tukas Iksan.
“Ada tiga bagian,” jelas Faris, “bagian dasar disebut Kamadhatu, lalu di tengah dinamakan Rupadhatu, dan bagian yang paling atas disebut Arupadhatu.”
“Iya, betul,” ucap Aldo, “pemandu wisata di sana juga bilang begitu.”
Faris senyum. “Memang sih untuk sampai ke puncak candi itu capek, tapi dari atas sana kita bakal melihat pemandangan yang indah.”
“Sangat Indah!” tukas Aldo lagi, “dan kalian tahu? Candi setinggi itu dibangun tidak pakai semen lho!”
“Iya, salah satunya memakai sambungan yang saling terkait mengunci, jadi tidak roboh,” tukas Faris.
“Kamu tahu itu dari pemandu wisata juga, Ris?” tukas Iksan.
Faris senyum.
“Sudah deh, San, kamu ke sana saja,” sambung Aldo, “biar kamu lihat langsung candi Borobudur, bukan cuma dari foto saja.”
“Iya, iya!”
Mereka tertawa. Lalu, bel masuk berbunyi, mereka kembali masuk kelas dan belajar Matematika bersama Bu Atikah.
Sepulang sekolah, Faris langsung pulang. Dia tidak ikut teman-teman lainnya ke rumah Aldo untuk mengambil oleh-oleh dari Yogya karena mesti membantu ibunya.
Di rumah kontrakan, Faris hanya tinggal berdua dengan ibunya, sedangkan bapaknya sudah tiga tahun tiada. Jadi, setiap pulang sekolah, setelah makan dan Zuhur, dia membantu ibunya menyiapkan dagangan nasi uduk untuk nanti malam.
Siang itu, selesai membantu ibunya, dia membawa buku cerita sampai ketiduran di ruang depan kontrakan.
“Faris, bangun!”
Faris kaget mendengar suara ibunya membangunkan. Dia melihat ibunya berdiri di dekatnya.
“Ada temanmu di luar.”
Faris keluar rumah setelah mencuci muka, lalu melihat Aldo duduk di pembatas teras di depan kontrakannya.
“Aldo, ada apa?”
Aldo tersenyum melihat Faris. Faris duduk dekat Aldo.
“Kenapa kamu tadi tidak ikut ke rumahku?” tukas Aldo.
“kamu kan tahu aku mesti bantu ibuku.”
“Iya, aku tahu,” ucap Aldo, “ini untukmu.”
Aldo memberikan sebuah bungkusan plastik. Faris menerima dan membukanya, dia mendapati sebuah kaos hitam bertuliskan “Jogja Istimewa” di bagian depannya.
“Aku kebagian juga?”
“Kamu kan temanku, masa tidak dapat oleh-olehku.”
“Terima kasih,” ucap Faris tersenyum.
“Sama-sama,” balas Aldo, “Oya, aku belum dengar cerita liburanmu.”
“Aku tidak kemana-mana,” kata Faris tersenyum kecut.
Aldo heran. “Lalu, cerita kamu yang ke Yogya tadi itu kapan?”
“Sebenarnya, aku belum pernah Yogya.”
“Maksudmu?” tanya Aldo makin heran.
“Aku memang tahu tempat-tempat wisata di Yogya,” tukas Faris, “tapi aku tidak pernah ke sana.”
Aldo kaget. “Jadi, kamu belum pernah ke Borobudur?”
Faris menggeleng. “Belum pernah.”
Aldo diam sesaat.
“Lalu, dari mana kamu tahu soal daerah wisata di sana?” tanya Aldo.
“Aku tahu dari membaca buku di perputakaan, juga dari internet.”
Aldo manggut-manggut. “Oh, begitu.”
“Iya,” ucap Faris, “maaf kalau kamu merasa aku sudah berbohong.”
Aldo tertawa. Faris heran.
“Kamu tidak marah?” tanya Faris.
“Buat apa marah? Aku malah bangga punya teman yang jago cerita.”
“Mungkin cuma bercerita itulah yang aku bisa,” kata Faris tersenyum.
“Begini saja, bagaimana kalau liburan nanti, kita jalan bareng ke tempat-tempat wisata?” lanjut Aldo. “Biar cerita kamu makin banyak.”
“Aku tidak punya uang untuk jalan-jalan,” ungkap Faris.
“Ini gratis,” seru Aldo, “kamu tinggal ikut saja.”
“Oya? Kalau begitu nanti kita ke Aceh, ya,” sambung Faris, “Aku mau melihat pulau Weh, pulau O kilometer.”
Aldo melongo, tapi kemudian mereka tertawa.
***
Nusaindah, 020124