Daftar Panjang Alasan untuk Bahagia

Mengapa aku tak seperti Masha?

Masha, kaya raya.

Ke sekolah naik mobil mewah,

dibukakan pintu bak putri raja.

Aku, biasa saja.

Kayuh sepeda, pudar warnanya.

Jalan kaki juga seringnya.

Daddy Masha politisi,

sering muncul di layar kaca.

Mommy Masha sering keluar negeri.

Sebulan sekali untuk berbelanja.

Masha beruntung sekali.

Mau apa tinggal jentik jari.

Ayahku pengemudi ojek online.

Ibu menjahit di rumah.

Kerja keras agar kebutuhan kami terpenuhi.

Orang tuaku belum pernah ke luar negeri.

Apalagi masuk televisi.

Sungguh, aku ingin seperti Masha.

Sore ini, kali pertama aku ke rumah Masha.

Mulutku ternganga melihat segala yang ia tunjukkan.

Rumahnya berkolam renang luas dan jernih.

Ponsel pintarnya berharga jutaan.

Koleksi boneka, pakaian, dan sepatunya dalam lemari sepanjang dinding.

Oh, tak sampai di situ!

“Liburan nanti, keluargaku akan berkeliling Eropa,” kata Masha.

Di rumah, aku ceritakan semua kepada Ibu.

“Kalau kita sekaya Masha, alangkah bahagianya.”

“Memangnya sekarang Syifa tidak bahagia, ya?”

Ibu meletakkan jahitan di meja dan menatapku.

Aku tak mampu menjawabnya.

“Coba tuliskan apa yang membuat Syifa bahagia.”

Tugas dari Ibu membuatku lama berpikir,

sebelum akhirnya aku menulis,

Aku bahagia karena …

memiliki rumah untuk pulang, tidak kepanasan, tidak kehujanan.

Ayah dan Ibu selalu di sisiku, mengutamakan aku.

dapat melihat, mendengar, berbicara, merasa, dan bergerak.

hidangan tersedia, tak pernah kelaparan dan kehausan

punya baju cantik buatan Ibu pula.

masih bisa bersekolah dan nilai-nilaiku selalu bagus.

punya banyak sahabat yang baik dan menyenangkan.

Pulpenku terus menari, menambahkan alasan demi alasan untuk bahagia.

Belum selesai, tapi kubaca dulu tulisanku.

Senyumku mengembang.

Aku memang tak sekaya Masha.

Namun, aku punya banyak hal yang membuatku bahagia.

Oh ya, satu lagi alasan untuk dimasukkan ke dalam daftar!

Aku bahagia karena masih bisa bersyukur.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar