Muhammad Al Fatih
“Oh, jadi Romawi Timur tak pernah bisa ditaklukkan?” tanyaku.
“1000 tahun kemudian, oleh seorang Sultan Islam yang juga masih ada hubungan nenek moyang dengan bangsa Hun,” jawab si Mesin.
“Siapa?” tanyaku antusias.
“Muhammad Al Fatih,” jawab si Mesin.
“Kalau itu aku tahu! Namanya sangat terkenal, Sultan muda yang hebat!” aku bertepuk tangan.
Si mesin lalu mengajakku melihat langsung kilasan sejarah dimulai dari asal mula bangsa Turki.
Banyak ahli sejarah menduga, suku Turki berasal dari nenek moyang yang sama dengan suku Hun dan Mongol, yakni dari Asia Tengah. Mereka adalah bangsa pengembara yang hidup nomaden. Suku Turki juga terkenal sebagai orang-orang yang kuat, pemberani dan pandai berkuda serta memanah. Suku Turki kemudian banyak yang masuk Islam.
Mereka semakin kuat. Hingga akhirnya pada 1037 suku Turki, Bani Seljuk mendirikan kesultanan pertama Turki, Kesultanan Seljuk Raya yang berpusat di Persia. Kesultanan Seljuk kemudian hancur oleh serangan Mongol. Beberapa suku yang di dalamnya tercerai berai dan hanya menyisakan suku Usman. Dari Usmanlah terbentuk Kesulltanan Usmaniyah pada 1299.
Kesultanan Usmaniyah semakin maju dan terarah, kekuasaan Islam pun makin meluas. Beberapa negara Eropa seperti Austria, Rumania, Yunani, dan negara-negara Balkan menjadi wilayah kekuasaan Usmaniyah. Puncaknya adalah ketika Konstatinopel, ibukota Romawi Timur takluk di tangan Sultan Muhammad Al Fatih.
Sultan Muhammad Al Fatih (Mehmed II), adalah sultan ke-7 Daulah Usmaniyyah. Semenjak kecil ia telah dipersiapkan oleh ayahnya sebagai pemimpin besar. Ia belajar langsung kepada Syeikh Muhammad bin Isma’il Al-Kurani dan guru-guru lainnya.
Muhammad Al Fatih digembleng terus sehingga kecil-kecil sudah hafal Al Quran, ribuan hadits, pandai dalam bidang fiqih, matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan juga mahir 7 bahasa!
Tak heran pada usia 21 tahun, ia sudah bisa dipercaya sebagai Sultan dan memimpin pasukan menyerang Kekaisaran Bizantium atau Romawi Timur.
Dengan membawa lebih dari 4 juta prajurit, Sultan Muhammad Al Fatih mengepung Konstantinopel dari darat. Mereka melalui jalan yang sulit, karena Bizantium telah memagari laut mereka dengan rantai yang membentang di semenanjung Tanduk Emas. Tidak mungkin bisa menyentuh benteng Bizantium kecuali dengan melintasi rantai tersebut.
Akhirnya Sultan Muhammad Al Fatih menemukan ide luar biasa. Ia manarik 70 kapalnya lewat darat, melintasi Galata ke muara setelah meminyaki batang-batang kayu. Hal itu dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, tidak sampai satu malam.
Di pagi hari, Bizantium kaget bukan kepalang, mereka sama sekali tidak mengira Sultan Muhammad dan pasukannya menyeberangkan kapal-kapal mereka lewat jalur darat. Peperangan dahsyat pun terjadi, benteng yang tak tersentuh sebagai simbol kekuatan Bizantium itu akhirnya jatuh ke tangan kaum muslimin. Pada tanggal 20 Jumadil Awal 857 H bersamaan dengan 29 Mei 1453 M, bendera Kesultanan Usmaniyah ditancapkan oleh Sultan Muhammad al-Fatih, penakluk Konstantinopel.
Setelah berhasil mengalahkan Romawi Timur, Sultan Muhammad Al Fatih kemudian melakukan berbagai perubahan dan pembangunan. Gereja Hagia Sophia menjadi masjid. Konstantinopel dijadikan sebagai ibu kota, pusat pemerintah Kerajaan Utsmani dan kota ini diganti namanya menjadi Islambul yang berarti negeri Islam, lalu akhirnya menjadi Istanbul.
Ia kemudian membangun lebih dari 300 masjid, 57 sekolah, dan 59 tempat pemandian di berbagai wilayah Utsmani. Peninggalannya yang paling terkenal adalah Masjid Sultan Muhammad II dan Jami’ Abu Ayyub al-Anshari.
Sultan Muhammad Al Fatih memang sangat memperhatikan bidang pendidikan. Semua sekolah gratis, bahkan murid-murid diberi beasiswa dan asrama. Guru-guru diberi gaji dan hadiah tinggi. Sehingga pada masa itu lahirlah para ulama dan cendekiawan muslim. Di tangannya Islam menjadi mahsyur dan jaya.
Rumah sakit dan pengobatan gratis untuk semua. Dokter dan perawat dipilih orang-orang yang terampil dan penyayang. Ia juga membangun kota Istambul menjadi kota yang sangat indah dan nyaman bagi penduduknya. Penjahat mendapat hukuman setimpal sehingga suasana aman dan undang-undang diberlakukan dengan tegas. Perdagangan dan industri juga maju dan kemakmuran merata di seluruh negeri.
Muhammad Al Fatih memang terkenal sebagai sultan yang adil dan cakap. Sayangnya, ia hanya menjabat selama 31 tahun. Pada 3 Mei 1481 M, ia wafat karena sakit. Ada yang mengatakan wafatnya Sultan Muhammad al-Fatih karena diracuni oleh dokter pribadinya Ya’qub Basya.
Kesultanan pun diwariskan kepada putranya, Sultan Bayazid II. Sultan Muhammad Al Fatih sempat berwasiat kepada putranya agar senantiasa dekat dengan para ulama, berbuat adil, tidak tertipu dengan harta, dan benar-benar menjaga agama baik untuk pribadi, masyarakat, dan kerajaan.
–Fakta unik—
Muhammad Al Fatih juga dikenal sebagai seorang penyair. Ia memiliki diwan, kumpulan syair yang ia buat sendiri. Salah satu syairnya yang menggetarkan adalah:
Niatku adalah melaksanakan perintah Allah, “Berjihadlah kalian fii sabilillah.” (Al Maidah 5:53)
Semangatku adalah mencurahkan segala upaya untuk mengabdi pada agamaku: agama Allah.
Tekadku adalah mengalahkan semua orang kafir dengan tentaraku: tentara Allah.
Pikiranku terfokus pada kemenangan berkat taufik dan perlindungan Allah.
Jihadku adalah dengan jiwa dan harta. Apa lagi yang harus dilakukan di dunia selain melaksanakan perintah Allah?
Kerinduanku adalah perang dan perang ratusan ribu kali untuk mendapatkan keridhaan Allah.
Harapanku adalah pada pertolongan Allah dan keunggulan Daulah Usmani atas musuh-musuh Allah.
Bersambung…
- Ilustrasi by AI . Silakan kontak admin, jika ada ilustrator yang ingin menyumbang gambar pengganti.
- Dilarang copas atau mengutip isi artikel ini. Hargailah kerja keras kreator menyajikan bacaan gratis untuk pembaca. Jangan dinodai oleh plagiator.