Es (Si) Oyen

Liburan tidak kemana-mana, bosan juga rasanya. Itulah yang dirasakan oleh Arga. Ia hanya bisa berbaring di kasur, menonton televisi, dan menggambar di buku gambarnya. Arga ingin jalan-jalan. Tidak hanya di rumah seharian.

Melihat Arga yang murung, Hana pun hendak mengajak Arga main ke luar.

“Arga, kita jalan sore keliling komplek, yuk!” ajak Hana bersemangat.

“Hah? Jalan keliling komplek? Sama saja. Membosankan,” Arga menjawab dengan wajah berkerut-kerut.

“Sudah, ayo! Di luar, kita mencari udara segar,” Hana menarik lengan baju Arga.

Arga pun akhirnya mau mengikuti Hana untuk jalan-jalan keliling komplek. Untung saja cuaca sore ini tidak jelek. Udaranya sudah mulai sejuk. Arga menjadi tidak lagi merasa suntuk.

Sore ini tidak banyak orang berlalu lalang di jalan. Sesekali saja ada sepeda motor lewat dan beberapa orang berjalan. Disusul pula sepeda paman penjual roti hangat dengan suara teriakannya yang lantang.

Setelah Berjalan lumayan jauh, Arga haus.

Ting! Ting! Ting!…

Lonceng tukang es doger berbunyi. Arga dan Hana segera memanggil penjualnya sambil berlari. Akhirnya tukang es doger berhenti. Dua gelas es doger Arga dan Hana beli.

Hhhmmmm… Rasanya manis dan segar sekali. Rasa haus Arga langsung pergi. 

Di tengah kenikmatan mereka menyantap es doger, tiba-tiba ada suara aneh dari tong sampah yang tidak jauh dari mereka. Tong itu sedikit berguncang. 

Sreek… Sreeek… Kosreeek…

Arga ketakutan. Hana mencoba menenangkan. Hana memberanikan diri mendekat melihat apa yang ada di dalam tong.

“Kak Hana, kalau di dalamnya ular bagaimana?” ucap Arga penuh kepanikan.

“Sudah tenang saja. Kak Hana yakin itu bukan sesuatu yang mengerikan. Ayo, kita lihat!”

Arga hanya bisa berlindung di balik punggung Kak Hana. Sosok dalam tong biru itu semakin jelas suaranya. Perlahan Hana memajukan kepalanya. Melongok ke dalam tong sampah. Dan… 

Ternyata hanya seekor kucing berwarna oranye. 

Hufh, lega rasanya. Begitu ketahuan, kucing oranye itu langsung melompat keluar tong. Lari pelan, menjauh dari Hana dan Arga. Sekarang justru kucing itu yang ketakutan.

“Kasihan dia, Ga. Sepertinya dia kelaparan, tapi dia takut kalau diusir manusia.”

“Iyaa, kasihan. Kak, bagaimana kalau kita beri makan saja? Ayah ‘kan menyimpan beberapa botol makanan kucing di rumah!” ide bagus dari Arga.

Arga bersemangat berlari kembali ke rumah. Hana menunggu di sudut jalan bersama kucing oranye yang sudah terlihat ramah. 

Tidak lama kemudian, Arga kembali membawa satu botol berisi makanan kucing yang kering. Hana segera mencari daun yang agak lebar untuk alas makan kucing. Dituangnya sedikit demi sedikit makanan kucing di atas daun kering. Kucing oranye malu-malu dan terlihat ragu. Hingga lama-lama ia pun mau.

Lahap sekali. 

“Kak, kucingnya kita kasih nama Si Oyen saja!” seru Arga.

“Bagus dan lucu. Hana suka itu.”

Selesai makan, Si Oyen mengikuti Hana dan Arga pulang ke rumah. Berjalan sore di komplek ternyata menyenangkan. 

“Ibu, kita pelihara Si Oyen boleh, ya?” Arga memohon.

“Iya tidak apa-apa, tapi Arga dan Hana harus janji merawatnya dengan baik.”

“Pasti, terima kasih, Ibu.”

***

“Si Oyen ke mana!?” Arga berteriak.

“Bukannya tadi main di kamarmu?” Kak Hana menjadi panik.

Oyen hilang. Ke mana Oyen pergi? Hana dan Arga bingung mencari. Di seluruh kamar juga sudah dicari, tapi tidak ada tanda sama sekali.

Hingga Ayah pun pulang dari bekerja. Membawa bungkusan yang menarik mata Arga dan Hana. 

“Nih, es oyen untuk kalian berdua. Enak rasanya,” ujar Ayah sambil menyodorkan dua kantung plastik kepada Arga dan Hana.

Arga dan Hana kebingungan. Seketika mereka langsung saling berpandangan. 

“Oyen dijadikan es???” pikir Arga dan Hana dalam hati.

(Padahal dari tadi Si Oyen tidur di dalam kardus sepatu, hihi).

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar