Oleh: Laura Aqnellya
Duar … Duar …
“Wah! Kembang api itu indah sekali, Moya,” kata Mimi sambil menengadah ke langit malam.
“Seperti apa? Coba ceritakan?” jawab Moya.
“Apakah kamu ingat, petualangan kita sebelum kamu kehilangan penglihatanmu?” Mimi menatap wajah sahabatnya.
“Tentu saja! Bagaimana aku bisa lupa momen itu.” Moya mengusap lembut kedua matanya yang tak lagi dapat melihat.
“Apakah kamu juga ingat, ketika wanita gemuk itu terjatuh karena terkejut melihat kita?” tanya Mimi lagi.
“Tentu saja! Wajahnya yang sedang terkejut lucu sekali.” Moya tertawa geli.
“Apakah kamu ingat, apa yang dia bawa sebelum terjatuh?” sekali lagi Mimi bertanya.
“Sangat ingat! Semangkok penuh meses warna warni. Yummy!” Moya menjilat bibir sambil membayangkan kelezatannya.
“Sekarang bayangkan! meses warna warni itu bertaburan di langit. Seperti itu kembang api.” Mimi mengelus lembut pipi sahabatnya.
“Pasti indah! Sekaligus lezat!” Moya tersenyum lebar.
Duar … Duar …
Kembang api kembali menghiasi langit malam.
“Moya, Selamat Ulang Tahun.” Mimi menyodorkan kotak kecil berhias pita kepada sahabatnya.
“Terima kasih Mimi. Ternyata kamu ingat hari ulang tahunku.” Moya mengusap matanya terharu.
“Bukalah!” pinta Mimi.
Moya meraba kado yang berada di pangkuannya, lalu membukanya dengan hati-hati.
“Dari baunya aku tahu ini pasti meses? Apakah aku benar?” tanyanya penasaran.
“Tentu saja! Itu adalah makanan favoritmu.” Mimi tersenyum lebar.
Dua tikus kecil itu duduk di atas tong sampah. Mimi menatap langit malam yang indah penuh dengan kembang api. Sedangkan Moya sibuk menikmati meses hadiah ulang tahun yang dia dapatkan dari sahabat baiknya.