Zaman dahulu kala di tepian Sungai Musi, hidup seekor Harimau Sumatera bernama Arim. Pada hari yang terik, ia senang berteduh di bawah pohon sembari memandang permukaan air yang tenang. Suatu ketika saat sedang berteduh dan mulai diserang kantuk, sebuah suara mengejutkan Arim.
“Arim, Arim! Ayo, bangun!”
“Ada apa, Eli?”
Arim menghampiri ikan Belida bungkuk yang tadi memanggilnya. Ikan Belida bernama Eli tersebut melompat-lompat resah.
“Dari arah hulu sana sekelompok pemburu tengah menuju kemari. Mereka berniat menangkapmu dan teman-temanmu!”
Arim terkejut, namun ia segera menghalau kemarahan dan tersenyum.
“Eli, terima kasih atas kemurahan hatimu. Tenanglah. Mereka tidak akan mampu menangkap kami.”
Eli menatap bingung. Namun, Arim segera menyambung, “Pergilah dan sembunyi. Jangan sampai kamu pula yang menjadi incaran mereka.”
Tanpa banyak berkata, Eli mengangguk mengerti. Ia berenang secepat mungkin dan bersembunyi sambil tetap mengamati sekitar. Saat ia menoleh, Arim telah hilang dari pandangan.
Tak berselang lama, sekelompok pemburu tiba di tepian. Suara mereka menggelegar memekakkan telinga.
“Di mana harimau itu berada?” salah seorang dari mereka bertanya-tanya.
Dari belakang mereka, sekawanan harimau mengaum kencang. Arim ada di sana, mengaum sekuat yang ia bisa. Tak lupa, hentakan menggertak dan raungan dikeluarkan.
Para pemburu ketakutan. Mereka lari tunggang langgang. Arim dan teman-temannya bersorak senang.
Eli yang melihat dari kejauhan, ikut merasa lega. Ia berenang mendekat, melompat-lompat girang.
“Eli, sekali lagi terima kasih. Tanpamu, mungkin salah satu dari kami telah tertangkap.”
“Tidak masalah, Arim. Kita memang harus berbuat bagi kepada sesama tanpa pandang bulu, bukan?”
Sejak saat itu persahabatan antara harimau Sumatera dan ikan Belida kian erat. Mereka saling menjaga, melindungi, dan menyayangi. Mereka hidup berdampingan menghuni Sungai Musi dan tepiannya yang rimbun nan asri.