Oleh Mira Humaira
Hutan Timika di Papua siang itu begitu ramai. Kawanan burung sedang berkumpul. Mereka membentuk lingkaran. Kalky Kasuari ikut bergabung. Sesi si Cendrawasih merah menjadi juru bicara. Ia berdiri di tengah-tengah. Semua mendengarkan baik-baik.
“Kemarin ayahku bilang ia melihat Dingo. Dingo sudah berkeliaran. Kita harus mencegahnya datang ke mari, Teman-teman!” Sesi bicara serius.
Semua tampak tegang. Mendengar nama Dingo, mereka panik ketakutan. Padahal mereka sendiri belum pernah melihatnya. Dingo adalah anjing liar penjaga puncak Carstensz, tepat di atas hutan Timika. Lalu, jika Dingo sudah turun ke hutan. Bukankah ia mau memburu?
Begitu pun Kalky. Ia belum pernah bertemu Dingo. Namun, dari cerita ayahnya, Kalky tidak pernah mendengar bahwa Dingo si anjing liar itu memakan burung di hutan Timika.
“Bagaimana kalau kita siapkan perangkap saja?” usul Nora, Nuri sayap hitam. “Kita buat jebakan tali menggantung” lanjutnya.
“Atau kita kumpulkan telur-telur busuk. Jika dia terlihat masuk, kita akan serang dengan tembakan telur dari atas pohon,” seru Sesi.
Kalky merasa tidak setuju dengan rencana Sesi dan teman-temannya. Itu terlalu jahat. Kalky diam tidak ikut berbicara.
“Kalky, apa rencanamu?” tanya Sesi.
“Tidak ada. Aku tidak memikirkan apapun tentang Dingo.”
“Kamu tidak setia kawan, Kalky. Kita harus melindungi diri dan teman-teman kita juga,” Nora bergerutu.
Teman-teman lain pun melihat Kalky sinis. Semua setuju rencana Nora dan Sesi. Mereka segera menyiapkannya.
Kalky pamit duluan. Kalky langsung pulang.
“Ayah, apa Dingo jahat?”
“Kita tidak tahu pasti, Nak. Tetap berhati-hati saja,” ujar ayah.
“Kalau Dingo datang ke Timika?” Kalky mengangkat kepalanya.
“Seandainya dia menyerang, kita harus bisa mempertahankan diri. Kamu sudah belajar bela diri kan, Kalky.” Ayah tersenyum lalu pamit ke luar mencari makanan.
Bela diri. Ya, sudah lama Kalky tidak latihan bela diri lagi. Dari pada menyiapkan jebakan, Kalky memilih untuk melatih lagi kemampuannya. Walaupun badannya besar dan ditutupi bulu tebal, Kalky bisa bergerak cepat. Kalky juga memiliki kaki-kaki yang kuat. Masing-masing kaki terdiri dari tiga jari dengan cakar yang panjang dan tajam. Itu adalah senjata andalan yang ia miliki.
Sejak hari itu, Kalky terus berlatih. Selain untuk mempertahankan dirinya, berlatih bela diri juga baik untuk tubuhnya. Ia bisa lebih sehat dan kuat. Seperti yang ibu bilang.
***
Sesi dan teman-teman sudah siap dengan semua rencananya. Beberapa jebakan tali sudah dipasang di beberapa tempat. Telur-telur busuk bahkan batu kerikil disiapkan di beberapa pos pohon. Ketapel pun sudah siap terpancang.
Kalky tidak ikut berjaga di tempat yang ditentukan Sesi. Kalky memilih berjalan-jalan saja di hutan Timika sambil mencari kudapan sekaligus untuk makan siangnya.
Saat mencari makanan, Kalky biasanya akan sedikit merunduk, khusyuk mencari. Tanduk kecil di atas kepalanya akan melindunginya jika ia tidak sengaja menabrak sesuatu.
Kalky lebih senang memakan buah-buahan. Jika ada serangga-serangga kecil ia juga terkadang memakannya.
Ketika Kalky sedang menikmati buah di bawah pohon. Tiba-tiba terdengar suara Nora berteriak,
“Kalky … Kalky!”
“Sesi diserang Dingo!” tutur Nora sambil terengah-engah.
Dingo?!
Ini sudah tidak aman. Kalky harus membantu teman-temannya. Ia melemparkan sisa buahnya lalu melesat cepat.
Tiba di tempat, Kalky melihat Dingo. Tubuh anjing liar itu tidak terlalu besar. Masih lebih besar badannya. Tapi mata Dingo begitu tajam. Dingo terlihat sangat marah. Menakutkan.
“Dingo! Jangan lukai Sesi!” teriak Kalky memberanikan diri.
Dingo mengalihkan perhatiannya pada Kalky. Anjing liar berwarna hitam itu pun melompat menyerangnya. Namun, dengan sigap Kalky melawannya.
Kalky mengerahkan semua tenaganya. Ia melompat tinggi. Kalky menendang kuat Dingo hingga terjatuh. Tendangan Kalky memang dahsyat. Semua menyaksikan kehebatan Kalky.
“Jangan buat kekacauan di sini, Dingo!” seru Kalky mendekati Dingo yang masih tertatih-tatih.
“Kalian yang memulainya. Aku ke sini hanya …” Dingo berusaha menjelaskan sesuatu.
“Jangan percaya dia, Kalky. Lihat, Sesi babak belur gara-gara dia!” seru Nora.
“Aku ke sini hanya mau bertemu Kango ….”
“Kango? si kangguru pohon?” tanya Kalky.
“Iya. Aku mau bertemu Kango untuk latihan lari maraton. Aku sedang mencarinya. Tiba-tiba saja kalian melempariku dengan telur dan kerikil. Ya, aku marah.”
Semua saling melirik satu sama lain. Sesi dan Nora berpandangan. Kalky terkejut mendengar perkataan Dingo. Kalky merasa bersalah menyerangnya dengan keras.
“Oh, kalau begitu maafkan kami, Dingo!” Kalky mendekati Dingo. Ia semakin percaya dan akhirnya membuktikan sendiri kalau Dingo memang tidak akan memakan kawanan burung.
“Sesi, kau juga harus minta maaf. Kamu menyerang Dingo duluan,” kata Kalky melirik Sesi.
Sesi cemberut. Namun, pada akhirnya ia juga meminta maaf atas perlakuannya. Sesi sudah melempari Dingo dan berprasangka tidak baik padanya.
“Aku tidak akan berbuat jahat pada kalian,” seru Dingo.
Kalky, Sesi, Nora, juga kawanan burung lainnya merasa lega. Mereka saling meminta maaf dan memaafkan.
Tidak lama kemudian, Kango muncul dari atas pohon.
“Hai, Dingo. Kamu sudah datang dari tadi?” Ayo kita latihan!” kata Kango yang tidak tahu kejadian apa-apa sebelumnya.
#TalisKamis
Sumber gambar : iStock