Pagi yang cerah, matahari dengan sinar yang sempurna menembus ke setiap celah. Pertiwi bangun lebih awal, karena di sekolahnya diadakan pesta budaya. Pertiwi pun mempersiapkannya dengan sangat matang. Ia berdandan dengan tampilan yang sangat istimewa. Dengan dibantu ibunya, ia merias wajah ayunya. Penampilan Pertiwi pagi itu sangat cantik, mengenakan kebaya Sunda berwarna ungu muda dengan bawahan kain jarik dengan motif batik khas Jawa Barat. Ia berulang kali melihat bayangan, tampilan ayunya di cermin kamarnya. Setelah dirasa penampilannya sempurna dan siap, Pertiwi pun berjalan ke ruang tengah untuk berpamitan dengan ayahnya.
“Ayah… Pertiwi berangkat ke sekolah dulu ya, Minta doanya, karena hari ini ada pesta budaya,” pamit Pertiwi kepada ayahnya.
“Hati-hati ya sayang, semoga Allah SWT merahmati dan melindungimu, amin,” ucap ayahnya.
Dengan langkah pasti, Pertiwi berangkat menuju sekolah. Jarak sekolah dengan rumahnya tidak terlalu jauh. Ia sangat bersemangat dan ingin segera sampai ke sekolah. Di pintu gerbang sekolah, tampak kedua sahabatnya menunggu.
“Hai, Sahabat,” sapa Maharati dan Duma saat melihat Pertiwi dari kejauhan, keduanya melambaikan tangan. Pertiwi pun balik melambaikan tangannya dan segera mendekati kedua sahabatnya itu. Seketika itu, kedua mata Pertiwi seakan tersihir, melihat kedua sahabatnya yang begitu cantik dengan kostum yang dikenakan.
“Lihatlah Pertiwi! Ini kain ulos ciri khas dari daerahku, Batak, baguskan?” kata Duma.
“Iya sangat cantik, kain ulos ini begitu menawan. Maharati kamu juga begitu cantik dengan baju yang kamu kenakan itu,” puji Pertiwi. Maharati mengenakan baju adat Dayak dengan atasan rompi dengan bawahan rok selutut berwarna merah marun, ditambah hiasan penutup kepala yang dihiasi bulu burung enggang, dileher dan tangannya pun terdapat kalung serta gelang dengan manik-manik bermotif khas Dayak. Tampak kecapi, alat musik daerah Kalimantan Tengah pun dibawanya sebagai pelengkap penampilannya di atas panggung, saat tampil lomba vokal solo lagu daerah.
Ketiga sahabat itu dari suku yang berbeda, namun sekarang tinggal dalam satu daerah di Pulau Borneo dan menjalin persahabatan sejak kelas satu SD. Pertiwi diajak orang tuanya merantau ke Kalimantan. Orang tua Pertiwi termasuk orang yang berhasil di tanah perantauan dengan usaha kuliner dan pakaian, sedangkan orang tua Duma bekerja di perusahaan sawit. Maharati sendiri asli keturunan Dayak Kalimantan Tengah. Sebagai orang asli Kalimantan, Maharati sering menjadi pemandu kedua sahabatnya untuk mengenal Kalimantan lebih mendalam.
Ketika, Ibu Pertiwi divonis oleh dokter terkena kanker. Maharati mengajak kedua sahabatnya itu pergi ke hutan, untuk mencari akar bajakah, sebagai obat alami karena mengandung senyawa-senyawa bernilai tinggi yang mempunyai kekuatan menyembuhkan dan melindungi kesehatan tubuh. Rutin meminum rebusan akar bajakah yang sudah menjadi obat turun temurun, kondisi Ibu Pertiwi pun berangsur membaik.
Pertiwi dan Duma pun pernah juga diajak oleh Maharati menyaksikan prosesi ritual Tiwah yang merupakan upacara adat yang digelar untuk keluarga yang sudah meninggal. Prosesi ritual ini, memindahkan tulang ke dalam sandung atau tempat penyimpanan. Masyarakat Dayak percaya dengan ritual Tiwah kesempurnaan akan diperoleh bagi keluarga yang telah meninggal.
Ketiga sahabat itu tampak asyik bercengkrama, banyak hal yang mereka bicarakan. Tak lama kemudian terdengar panitia pesta budaya menyerukan persiapan lomba. “Selamat pagi anak-anak. Hari ini, pesta budaya akan segera dimulai, persiapkanlah diri kalian,” himbauan dari ketua panitia.
Tampak seluruh siswa yang mengikuti perlombaan berkumpul di belakang panggung, menunggu giliran untuk tampil. Ada dua lomba yang akan diadakan, pertama adalah lomba vokal solo lagu daerah dan yang kedua lomba peragaan baju daerah. Lomba ini diadakan dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda.
Lomba peragaan baju daerah pun dimulai, satu persatu peserta tampil menunjukkan bakat dan kepiawaiannya dalam bidang modeling. Kemudian dilanjutkan lomba vokal solo lagu daerah. Satu persatu peserta tampil sesuai dengan urutan nomor undian, sampailah giliran ketiga sahabat itu, Pertiwi, Maharati, dan Duma.
Pertiwi membawakan lagu Manuk Dadali dengan suara merdu ditambah keluwesan gerakan, sehingga memukau penonton, “Mesat ngapung luhur jauh di awang-awang… Meberkeun jangjangna bangun taya karingrang…”
Kemudian dilanjutkan dengan penampilan Maharati dengan lagu Mahaga Lewu. Lagu yang dinyanyikan Maharati berbahasa Dayak dan mempunyai makna semangat membangun dan menjaga desa. Penampilannya pun menuai pujian penonton dengan kelihaiannya memetik kecapi, “Ela laya yo ela laya mamangun mahaga lewu… Sanang mangat eka kahimat… Bahu himba harajur ihaga…”
Selesai penampilan Maharati, lalu dilanjutkan dengan penampilan Duma. Ketiga sahabat itu mendapat nomor undian tampil secara berurutan nomor 12, 13, dan 14. Giliran Duma tampil, dengan langkah percaya diri Duma menuju ke atas panggung. Penampilan Duma sangat baik, dengan penghayatan yang mendalam dengan lagu Butet, “Butet… so tung ngolngolan roha muna ale… Butet…”
“Wow…!!! Sangat luar biasa sekali penampilan para peserta lomba vokal solo lagu daerah kita ini. Sekali lagi beri tepuk tangan yang meriah. Baiklah, kita panggil peserta berikutnya, Salsabila dengan lagu Apuse,” kata pembawa acara memandu acara dengan semangatnya.
Disela-sela penampilan peserta lain, tampak ketiga sahabat itu sesekali mengobrol dengan rona muka sumringah. Entah, karena merasa lega sudah tampil atau satu sama lain merasa takjub dengan penampilan di atas panggung tadi.
“Penampilan kalian berdua sangat baik sekali,” kata pertiwi memuji kedua sahabatnya.
Tak lama kemudian terdengar suara pembawa acara,“Baik seluruh peserta sudah menampilkan kebolehan dan bakatnya. Keseluruhan ada 23 peserta lomba vokal solo lagu daerah. Dan sekarang izinkan saya untuk membacakan pemenang lomba, hasil penilaian ketiga juri kita,” kata pembawa acara disambut gemuruh tepuk tangan.
Tampak ketiga sahabat itu dengan perasaan harap-harap cemas menunggu hasil lomba. Mereka harus bersaing dengan peserta lain untuk menjadi pemenang lomba vokal solo lagu daerah. Penilaian Juri, penampilan seluruh peserta lomba pun terbilang sangat bagus. Akhirnya, nama Duma disebut menjadi juara pertama lomba vokal solo lagu daerah, betapa senangnya hati Duma. Lalu disusul nama kedua sahabatnya itu disebut oleh pembawa acara untuk menerima piala kemenangan. Mereka bertiga pun mengucap syukur, karena tidak hanya bisa menyalurkan bakat yang dimiliki, namun mereka dapat melestarikan warisan budaya daerah masing-masing.
“Alhamdulillah, kita berhasil. Tidak sia-sia kita berlatih,” kata Maharati.
“Iya, proses tak akan pernah mengkhianati hasil dan kita harus selalu berusaha untuk mencapai sesuatu. Dan jangan lupa juga, meminta doa restu orang tua, supaya langkah kita selalu terberkahi,” kata Pertiwi dengan penuh semangat.
“O.. ya, Sahabat jangan lupa ya, sore nanti kita kumpul di tempat biasa untuk bermain dakon dan bola bekel,” kata Duma mengingatkan kedua sahabatnya itu.
“Siap Sahabat,” jawab Pertiwi dan Maharati serempak.
*Cerpen Ini Diikutsertakan dalam Lomba Cipta Cerpen Anak Paberland 2024
Sumber gambar:abiumi.com