Kegelisahan Koki Kukang

Koki Kukang berjalan mondar mandir. Hatinya resah. Besok adalah hari yang ditunggu-tunggu semua penghuni Desa Semarak. Akan ada pesta panen yang wajib diikuti oleh semua penduduk desa. Semua orang merayakan melimpahnya hasil panen padi dan sayur tahun ini dengan datang ke pendopo desa di atas Bukit Aneka memakai pakaian terbaik mereka. Mereka juga diharapkan datang dengan membawa makanan kreasi mereka untuk disajikan di meja hidang yang super besar di tengah pendopo.

Tapi Koki Kukang tidak segirang warga desa yang lain. Hatinya kecut mendengar Monik Merak sudah memamerkan betapa cantiknya gaun warna-warninya yang terbaru. “Ada kombinasi sifon dan lace lho.” Selintas ia mendengar ucapan Monik Merak kepada Jeni Jerapah yang tinggi dan berleher jenjang.

Jeni Jerapah menimpali, “Ah, aku pun akan mengenakan dress turtleneck-ku yang berwarna merah hati.”

Sebenarnya Koki Kukang bukan jenis yang terlalu memperhatikan penampilan. Tapi ia juga tidak mempersoalkan bila ada yang menganggap itu yang paling utama. Baginya itu adalah masalah sudut pandang. Namun yang menjadi keresahannya adalah datang ke pertemuan orang banyak dan menjadi satu-satunya yang tidak bisa membaur dengan yang lain. Ah, mengapa ia terlahir menjadi orang yang introvert. Ia menggumam dalam hati.

Besok semua orang di pesta itu akan memperhatikan setiap gerak-geriknya. Ia mengkhayal. Bimo Beo yang banyak bicara pasti akan menggunjingkan ia sebagai makhluk paling pemalu di planet bumi. Apalagi kalau ia tetap memakai jaket bulu abu-abunya yang sudah usang. Aha. Besok ia akan memakai mantel coklat beledrunya yang dihadiahkan neneknya yang murah hati. Namun pikiran tentang mantel coklat beledru itu tidak bisa mengurangi kegelisahannya.

Bruk!!! Ia menabrak benda keras berduri di depannya. Saking hanyutnya melamun, ia tidak melihat Titi Trenggiling sedang asyik menata karangan bunga di balik semak-semak. Titi Trenggiling tampak mau marah tapi melihat siapa pelakunya ia menarik nafas panjang. “Ah, kau. Sudahlah. Coba kau bantu aku saja.”

Koki Kukang meminta maaf dan dengan sigap membantu Titi Trenggiling yang sedang menyiapkan apa yang ia bawa untuk besok. Sambil bekerja tanpa disadari Koki Kukang menceritakan apa yang ia pikirkan tentang pesta besok. Titi Trenggiling paham bahwa Koki Kukang tidak suka berada di antara orang. Koki Kukang tidak suka berada di tengah keramaian. Koki Kukang tidak suka menari-nari dan bernyanyi. Kuki Kukang merasa orang-orang akan mengamati dan menilai dia.

Titi Trenggiling berhenti memotong bunga di hadapannya. Ia menyuruh Koki Kukang melihat padang rumput di belakang mereka. Katanya,”Coba kau hitung jumlah rumput di padang ini dan deskripsikan padaku bagaimana ciri-ciri setiap tumbuhan yang ada di dalamnya.”

Koki Kukang melongo. “Astaga. Itu pekerjaan yang mustahil.”

Titi Trenggiling menimpali. “Kalau begitu, apa bedanya dengan pesta besok. Apakah ada yang sungguh-sungguh mau memperhatikan satu jenis mahkluk di antara ribuan makhluk hidup yang datang besok dengan keanekaragamannya?”

Koki Kukang terhenyak. Mengapa ia tidak terpikir hal ini sebelumnya? Desa Semarak adalah desa dengan penduduk terbanyak yang anggotanya terdiri dari berbagai jenis makhluk hidup yang memiliki ciri khas masing-masing. Siapa yang peduli dengan Koki Kukang. Semua pasti punya urusannya sendiri. Ah, untunglah ia bertemu Titi Trenggiling sehingga nanti malam dia bisa tidur dengan nyenyak tanpa perlu mencemaskan apa yang akan terjadi di pesta besok.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar