Kisah Pangeran Kupite dan Kaum Korongka

Alkisah di Kerajaan Irungga yang indah, hiduplah Pangeran bernama Kupite. Sayang, saat ia kecil, orangtuanya wafat karena penyakit. Ia pun hanya hidup bersama pengawal-pengawal istana dan ibu-ibu pengasuh. Karena itu,ia tak pernah mendengar nasihat dari ayahnya, atau dongeng penuh kebijaksanaan dari ibunya. Pangeran Kupite hanya makan, minum, lalu hidup sesuka hati dilayani oleh para pegawai kerajaan.

Pangeran Kupite tak pernah boleh keluar istana. Semua khawatir bila ia tertular penyakit atau bertemu orang jahat, karena dia seorang putra mahkota. Ia sama sekali tidak tahu bila kerajaannya tengah dikuasai oleh Kaum Korongka. 

Awalnya, warga Kerajaan Irungga mengira Kaum Korongka yang berkulit merah dan berambut putih mencuat ke atas itu hanya pedagang biasa. Mereka merapat dengan kapal besar. Warga menyambut dengan sukacita, karena biasanya, kapal besar akan membeli barang dalam jumlah banyak dan menjual banyak barang-barang berharga. 

Ternyata, Kaum Korongka menawar barang yang dijual pedagang  Irungga dengan harga murah sekali. Pedagang Irungga tentu menolak menjual barang mereka. Namun ternyata, Kaum Korongka malah mengancam mereka dengan tombak terbang yang belum pernah mereka lihat kecepatannya sebelumnya. Pedagang Irungga pun takut, sehingga mereka menjual dengan harga murah. 

Tak berhenti sampai di sana. Kaum Korongka juga ingin memiliki tanah warga kerajaan Irungga. Lagi-lagi mereka memaksa warga untuk menyerahkan tanah kepada mereka dengan harga murah sekali. Bila tidak, mereka juga diancam dengan senjata yang tak bisa diimbangi oleh tentara kerajaan Irungga. 

Lama-kelamaan, Kaum Korongka makin banyak yang tinggal di kerajaan Irungga. Mereka membuat baju-baju indah di pabrik kain yang mereka curi dari warga Irungga. Mereka membuat makanan dari hasil panen tanah yang mereka ambil paksa dari warga Irungga. Mereka pun mencuri lagu-lagu rakyat Irungga, mengganti syairnya sehingga menghebatkan Kaum Korongka. Tak cuma itu, kebiasaan mereka pun berlawanan dengan adat kaum Irunggga, bila kaum Irungga wajib makan sambil duduk, kaum Korongke makan sambil berdiri. Sebenarnya, itu pun karena dulu mereka biasa makan makanan curian dari rumah kaum Irungge, sehingga bila makan berdiri, mereka bisa segera pergi kapan saja. 

Pangeran Kupite mulai beranjak remaja. Sebulan lagi akan segera diadakan upacara pengangkatan raja. Namun, rakyat Irungga tak begitu peduli. Selama ini kerajaan tidak membantu mereka. Malah banyak  pejabatnya yang bekerjasama dengan Kaum Korongka demi mendapatkan banyak harta. 

Pangeran Kupite ingin terlebih dahulu melihat keadaan di luar istana sebelum diangkat menjadi raja. Maka saat ia keluar, matanya langsung terkagum dengan Kaum Korongka yang memakai pakaian yang gagah dan indah. Sebaliknya, matanya langsung menyipit saat melihat rakyatnya sendiri berpakaian lusuh bertambal.

Saat Pangeran Kupite kembali ke istana, ia meminta penjahit kerajaan untuk membuatkannya baju seperti kaum Korongka. Tak cuma itu, ia mengundang Kaum Korongka untuk datang berpesta di istananya. Pemimpin pengawal dan Ibu pengasuh berusaha menasihati Korongka bahwa tindakannya itu tidak bijaksana. Tapi Kupite tak percaya. Menurutnya rakyat Irungga harus bersikap, berpakaian, dan berlagu seperti  Kaum Korongka kalau mau maju. 

Rakyat pun semakin marah. Muncullah gerakan perlawanan. Kaum muda mulai sering berkumpul untuk merencanakan serangan kepada Kaum Korongka. Namun, Pangeran Kupite hanya menanggapinya dingin.

Suatu hari, Pangeran Kupite hendak berkunjung ke kastil milik kaum Korongka. Saat sudah dekat ke tempat tujuan, kereta kudanya menabrak sebuah pohon. Pangeran Kupite pun terlontar ke tebing. 

Saat sedang bergelantungan, lewatlah dua orang dari kaum Korongka, badan merah mereka berpakaian olahraga. Rupanya sedang joging di jalan setapak. Pangeran Kupite memanggil-manggil dari bawah. Orang itu melongok. Senang hati Kupite karena dalam pikirannya kaum Korongka sangatlah baik hati dan pandai menolong. Namun, ternyata orang-orang itu cuma tertawa, lalu berkata satu ke yang lainnya, “Huh, ternyata kaum Irunnga. tak ada gunanya menolong mereka. Biarkan sajalah!” lalu mereka pun pergi.

Tangan Kupite masih bergelantungan. Lagi-lagi seorang dari kaum Korongke lewat. Kupite pikir, dua orang tadi hanyalah sebagian kecil orang Korongke yang punya sikap jahat. Tapi ternyata, orang ini juga sama. Dia malah tertawa dan malah melempar pasir kepada Kupite. Untung ia sigap menutup pata, bila tidak, mungkin matanya sudah kelilipan.

Barulah kemudian muncul seseorang yang usianya sebaya Kupite. Dia melangkah tegap, sedikit terburu-buru. Matanya juga waspada menengok sekitar. Orang itu melihat Kupite yang sudah kelelahan. Dengan sigap ia lemparkan tali yang sedari tadi menggantung di pinggangnya. Ia menyuruh Kupite naik. Bersamaan dengan itu, dahan tempatnya bergelantungan sudah mulai berbunyi. Buru-buru Kupite meraih tali itu dan berhasil selamat. 

Kupite sangat bersyukur, ia memeluk orang itu kencang-kencang. Ia memberitahu, namanya adalah Hamza. Maka Kupite mengingatnya baik-baik. Hamza tak mau diberi hadiah, ia berkata bahwa sudah jadi kewajibannya menolong sesama manusia. Maka setelah itu, Kupite kembali ke istana. Sepanjang perjalanan, ia merenung dan memperhatikan kehidupan rakyatnya. 

Setiba di istana, ia bertanya kepada kepala pengawal, apakah dia mengenal Hamza? karena Kupite ingin mengirim hadiah langsung ke rumahnya. Ternyata kepala pengawal mengenal Hamza. Dia adalah pemimpin kaum muda untuk memperjuangkan kemerdekaan Irunngga.

Kupite tertegun sejenak. Lalu ia meminta tolong kepada Kepala Pengawal untuk mengundang Hamza dan para pejuang, juga semua pemimpin prajurit kerajaan Irungga.

Walau awalnya tak suka, namun akhirnya Hamza dan para pejuang berkenan ke Istana setelah tahu Pangeran Kupite kini berpihak pada mereka. Maka diselenggarakanlah rapat besar. Mereka merancang penumpasan kaum Korongke.

Rencana itupun diselenggarakan dengan sangat teliti. Hamza dan Kepala Pengawal berada di garis depan. Kaum Korongke tadinya dengan sombong menodongkan tombak terbangnya, namun panah ciptaan tentara pejuang ternyata bisa membelah tombak mereka. Paniklah kaum Korongka. Mereka pun kabur dengan menggunakan kapal bahkan berenang, kembali ke negerinya sendiri. 

Rakyat Irungga berteriak lega. Pangeran Kutipe memberi keputusan bahwa rakyat Irungga berhak menempati tanahnya yang sebelumnya dirampas, dan para pedagang yang merapat di pelabuhan juga harus diperiksa oleh negara tentang sikap dan kejujurannya. 

Pangeran Kutipe pun diangkat menjadi raja. Kali ini, rakyat mengiringi dan mendoakan keselamatannya dengan rasa sukacita. 

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar