Alkisah, pada jaman dahulu kala, siput tidak memiliki cangkang. Ia adalah binatang lunak biasa, seperti lintah atau cacing tanah. Ia melata pelan kesana kemari, mencari dedaunan dan buah untuk dimakan.
Di hari yang cerah, dia akan berteduh di antara dedaunan, sambil makan dengan lahap. Sinar matahari terlalu menyengat baginya, jadi dia lebih suka sembunyi. Di hari yang hujan, dia akan mencari bebatuan untuk berlindung. Hujan terlalu basah dan dingin baginya, jadi ia lebih suka sembunyi.
Pada suatu hari, si siput berjalan hingga mencapai sebuah istana. Istana itu sangat sibuk, karena sedang ada perjamuan. Siput mencari tempat yang agak sepi, dan dia menemukan sebuah ruangan yang dikelilingi daun yang rimbun.
Ternyata, istana itu dihuni seorang putri. Putri itu sedang merajut. Siput heran, mengapa putri itu sendirian? mengapa ia tak ikut perjamuan? ia memikirkannya sambil asyik mengunyah daun bunga melati yang tumbuh di tepi jendela kamar si putri.
Tiba-tiba, angin bertiup agak kencang. Udara dingin yang bertiup ke dalam kamar membuat puteri itu beranjak. Ia hendak menutup jendela saat ia melihat siput yang sedang melubangi daun.
Siput terkejut. Berusaha segera turun dari daun. Namun terlambat, putri telah memotong batang daun tempatnya makan itu. Ia meletakkan si siput ke dalam sebuah kotak kaca.
Tadinya, siput kira tamat sudah riwayatnya. Ia membayangkan dirinya akan dijadikan makanan untuk ayam-ayam ternak kerajaan. Tapi ternyata, putri hanya menyimpannya di meja di samping tempat tidurnya. putri rajin sekali memberikan potongan daun dan buah. Siput sangat senang.
Sepertinya, hanya si siputlah teman bicara putri itu. Sepanjang hari putri melakukan berbagai kegiatan di kamarnya sambil mengobrol dengan si siput.
Si siput jadi tahu, ternyata, putri itu sangatlah kesepian. Itu karena si putri memiliki penyakit kulit yang menyerang tangan, kaki, dan wajahnya. Orang-orang tak mau mendekati. Ayah ibunya sangat sibuk, sehingga hanya sesekali datang ke kamarnya. Pelayan juga hanya datang seperlunya, mereka takut tertular, walau sebenarnya penyakit itu tak menular. Putri disembunyikan, agar tak ada rakyat yang tahu kalau dia punya penyakit yang menjijikkan.
Hingga suatu hari, puteri itu demam tinggi. Kata tabib istana, itu karena penyakit kulitnya semakin parah. Segala pengobatan sudah dicoba, namun penyakit putri tak menunjukkan adanya perbaikan.
Di malam yang sepi, si putri mengulurkan tangannya pada kotak kaca tempat siput tinggal. tangan putri yang sudah menjadi kasar menyentuh siput. Siput pun bergerak ragu-ragu, takut inilah saatnya ia akan dibuang atau dijadikan makanan ayam. Namun ternyata tidak. Puteri malah mendekatkan wajahnya untuk mengamati si siput. sampai si siput bisa melihat kedua mata putri yang sangat indah dengan mata yang berkaca-kaca karena sedihnya.
Siput bergerak pelan-pekan dari ujung jari sampai ke lengan putri. Putri itu tak bersikap jijik, sebaliknya, tiba-tiba si putri memekik senang. Rupanya, lendir si siput yang ia keluarkan saat bergerak telah membuat penyakit kulitnya membaik. Kulitnya yang tadinya merah, kasar, dan gatal, menyembuh. Tabib istana pun dipanggil. Tabib begitu kagum dan bersyukur. Hari berganti hari, putri berangsur sembuh. Semua kerajaan bergembira. Raja dan Ratu kini lebih sering datang ke kamar puteri. putri juga mulai mengikuti perjamuan di istana dan mengunjungi rakyatnya.
Putri sangat bersyukur dan berterima kasih kepada siput. Putri itu meminta ilmuwan istana untuk memberi mahkota istimewa untuk siput sebagai hadiah. Dia ingin mahkota itu bisa bertumbuh seperti pertumbuhan si siput. Juga bisa jadi tempat berlindung si siput dari panas dan hujan.
Maka ilmuwan istana datang dan menyuntikkan sebuah ramuan sakti ke punggung si siput. Dalam sekejap, punggungnya mulai tumbuh mahkota mungil yang berwarna coklat, mahkota itu terus membesar dan membesar sehingga pas dengan tubuh siput. Mahkota itu menjadi sangat indah.
Siput bersyukur dan sangat berterima kasih pada putri. Lalu, putri pun membebaskan siput itu ke alam bebas. Mereka berpisah dengan rasa haru. Sejak saat itu, siput tak lagi kedingininan dan kepanasan dan tak mudah dimakan ayam. Anak keturunannya pun selalu memiliki mahkota yang sekarang kita sebut cangkang.
Cerita selesai ^^