Isti berjualan kertas binder di kelas. Teman-temannya banyak yang membeli. Setiap hari Isti selalu menjual lembaran isi binder dengan motif yang baru. Gambarhello kitty berbagai motif, gambar putri-putri bertuliskan ‘Miss-Miss’ yang memakai gaun gamis dengan kerudung model yang lucu-lucu. Dan banyak lagi motif lainnya.
Saura hanya bisa menonton melihat teman-temannya membeli kertas binder.Dia juga ingin sekali menambah satu lembar koleksi hello kitty. Tapi uang bekal sekolahnya tidak cukup, Saura sudah membeli roti tadi pagi.
Saat istirahat, Saura tidak keluar kelas. Salma, teman sebangkunya, juga ada di dalam kelas. Bila pergi ke taman sekolah atau perpustakaan, biasanya mereka kompak. Tapi kali ini Salma memilih melihat-lihat isi binder yang dijual Isti. Saura tidak ikut melihat-lihat. Dia sadar, uang jajannya sudah habis.
“Ra, menurutmu bagus yang mana?” tanya Salma sambil memperlihatkan dua motif kertas binder.
Saura terperangah. “Hmm, yang mana ya? kalau menurutku yang ini,” jawab Saura.
“Ya sudah deh, menurutku juga ini bagus,” ungkap Salma. “Isti, aku yang ini lima lembar ya,” kata Salma sambil menepuk pundak Isti. Isti memberikan kertas bindernya.
“Salma, Salma!” Dari kejauhan terdengar seseorang memanggil. Salma melirik. Bu Iis yang memanggil. Salma menganggukkan kepala kepada Bu Iis.
“Ra, Ra maaf, nih… nih tolong pegang dulu ya,” kata Salma tergesa sambil menyodorkan lembaran kertas isi binder ke tangan Saura.
Di tangan Saura kini ada sepuluh lembar kertas binder. Lima lembar motif hello kitty dan lima motif lain yang berbeda. Sepuluh lembar harganya dua ribu rupiah, karena Isti menjual isi binder lima lembar dengan harga seribu rupiah.
Saura membolak-balik lembaran binder di tanganya. “Hmm ini dia yang aku mau, aku belum punya yang ini, gambar hello kitty berwarna ungu, lucu sekali,” gumam Saura. “Ah, aku ambil saja satu, kan Salma enggak akan tahu, hihihi,” pikir Saura. Dia tersenyum jahil.
Jam istirahat berakhir. Saura segera masuk ke dalam kelas. Salma masih berada di ruang guru. Tidak lama Bu Atin masuk dan disusul oleh Salma. Salma segera duduk di sebelah Saura. Lembaran isi binder di meja segera dimasukkan ke dalam tas.
Saura menatap Salma dengan sudut matanya “Ahh… untung deh, Salma lupa menghitung, hahaha…, “ tawa Saura dalam hati.
***
Sesampainya di rumah, Salma menghitung lembaran isi binder. Selembar demi selembar isi binder itu dipisahkan. “Delapan, sembi… Loh, sembilan… Coba kuulangi lagi menghitungnya,” gumam Salma.
Salma menghitung kembali, namun lembaran terakhir berhenti di angka sembilan. “Loh, kok cuma sembilan, kayanya bukan aku deh yang salah hitung. Jangan-jangan kurang dari Istinya nih. Ah, besok saja aku tanya Isti. Barangkali dia salah hitung, kan lumayan satu lembar lagi,” pikir Salma.
Keesokan harinya, Salma menemui Isti di sekolah.
“Hai Isti, isi binder yang kemarin aku beli, yang hello kittynya cuma empat lembar.”
“Masa sih, kan udah kamu hitung kemarin,” jawab Isti.
“ Oh iya ya, tapi beneran, di rumah aku hitung cuma sembilan lembar.”
“Ya udah deh, nih ambil satu lagi.” Isti mengambil isi binder bermotif hello kitty dari tasnya. “Kalau memang aku ngasih lebih, ya enggak apa-apa hehe… Kata bundaku, lebih baik ngasih lebih daripada ngasih kurang. Wah, bisa-bisa jadi utang dibawa mati kalau kurang, hiii… takut.”
“Ah, kamu bawa-bawa mati segala. Takut ah… tapi ngomong-ngomong, makasih ya ini,” kata Salma mengangkat kertasnya.
Salma duduk di bangkunya. Saura yang berada di sebelahnya terperangah melihat kertas isi binder di tangan Salma, persis seperti yang dia ambil.
“Yuhu…! Lihat nih Sa, aku dapet lagi dari Isti, yang kemarin ternyata kuhitung cuma ada sembilan,” kata Salma.
Saura semakin kaget.
“Sa, kok bengong sih?” kata Salma.
“Eeuh, aku… aku… aku.”
“Apa sih?”
“Ii iya, aku juga punya, bagus ya Sal,”
“Wah, kembaran dong koleksi kita, ngomong-ngomong kamu beli juga dari Isti?”
“Enggak, eh iya.” Saura gugup.
“Sa, kenapa sih kamu dari tadi jawabannya enggak, iya, enggak iya, kaya yang bingung gitu.”
Saura tertawa untuk menghilangkan kegugupannya. “Eeuh, kertas yang kamu pegang itu, beli lagi, ya?”
“Nggak, aku dikasih Isti. Baik ya dia. Katanya, daripada kurang, lebih baik lebih. Kan kalau kurang jadi utang dibawa matiiii,” sahut Salma meniru gaya Isti.
“Oh gitu ya.”
Saura termenung. Kalau utang dibawa mati, kalau nyuri pasti lebih dari utang. Nah, aku? Iih, bakalan lebih ngeri. “Sal, saya mau cerita, tapi jangan marah ya,” kata Saura pelan.
“Cerita apa? Kok maen ancem segala,..?” Salma heran.
“Kertas binder yang kemarin lima, yang hello kitty itu, itu….”
“Apa? Kamu suka? Nih untukmu…” Salma menyodorkan kertas di tangannya.
“Oh, oh bukan,” potong Saura sambil mengangkat tangannya. “Kertas itu… aku… yang ngambil.”
Salma kini bengong. Mulutnya menganga. ”Apaaa?” tanyanya tidak percaya.
“Aku yang ngambil isi bindermu, maafkan ya, Sal.”
Salma beberapa jenak tidak bisa bicara. Saura menutup wajahnya dengan tangan.
“Kalau kamu mau, kamu kan tinggal bilang, Sa,” kata Salma akhirnya. “Gara-gara kamu, aku mengira Isti yang salah hitung.”
“Maaf ya Sal, aku pengen banget kertas itu, tapi uangku kurang, aku takut kehabisan.”
“Ya, sudah aku maafkan, Sa.”
“Kamu tidak marah, Sal?”
“Aku? Dulu di rumah aku sering diledekin ‘dikit-dikit marah-dikit-dikit marah’, ternyata perbuatan yang tidak baik itu bikin rugi sendiri deh.”
Saura bernapas lega.
“Tapi kamu harus menceritakan yang sejujurnya kepada Isti. Kamu harus minta maaf kepadanya,” kata Salma.
Saura terkejut. Malu pastinya. Tapi perbuatan jeleknya harus diselesaikan bila ingin hatinya tenang. Saura mengangguk. ***
*Cerita ini Terbit di Permata Hati (Majalah Ummi)
Sumber gambar sampul : Carousell.id
Akuu juga suka koleksi kertas binder teh. Samaan deh suka koleksi yg hello Kitty, melody, SM amigos 🤭😊
Asyik, ada temennya, hehehe..
Pas baca judulnya, eh, kok, kayak yang di Permata. Eh, ternyata beneran. Aku udah lama baca, loh, Teh.😊
hehe, alhamdulillah….