Mone dan 11 temannya berjalan penuh semangat ke tanah lapang. Sambil berjalan, mereka berdiskusi tentang permainan apa yang akan mereka mainkan.
“Aku mau Mpa’a Sila (bermain silat). Kalian tidak akan pernah bisa mengalahkan aku,” angkuh Beko.
“Tidak! Tidak! Itu tidak adil.”
“Sampai kapan pun, dia pendekar, kita musuh dan anak buah,” gerutu teman-teman Mone.
Sampailah mereka di tanah lapang. Mereka duduk memikirkan permainan apa yang akan mereka mainkan.
Beko menatap pecahan-pecahan batu yang ada di sisi tanah lapang itu. Ia mendekat ke arah batu-batu itu. Diambil satu per satu dan ditiliknya. Bibirnya tersenyum. Beko mendapat ide.
“Teman-teman, aku ada ide,” kata Beko kepada teman-temannya.
“Lihatlah batu-batu ini. Lumayan pipih dan bisa disusun. Bagaimana bila kita bermain Kolo?”
Mereka menghampiri Beko untuk menilik batu-batu itu. Benar apa yang dikatakan Beko. Pecahan batu-batunya pipih dan bisa disusun tinggi. Sangat cocok untuk bermain Kolo.
“Bagaimana menurut kalian?”
Mereka tersenyum dan mengangguk, tanda setuju.
Beko membagi teman-temannya menjadi dua tim. Satu tim bersama Beko dan satu tim bersama Mone. Dua tim ini akan berlomba untuk menyusun batu-batu menjadi sebuah menara kecil.
Sebelumnya mereka beradu suit. Tim yang kalah suit menjaga batu. Tim yang menang mendapat kesempatan melempar susunan batu menggunakan bola tenis. Batu-batu yang roboh karena lemparan bola, harus segera disusun kembali. Tim yang menang suit berkesempatan menyusun kembali batu-batu itu.
Untuk menghambat penyusunan batu, tim yang kalah suit mengejar anggota tim musuhnya. Mereka melempari lawannya dengan bola. Anggota lawan yang terkena bola berakibat pergantian posisi tim penyusun batu.
Tim yang berhasil menyusun batu-batu seperti sedia kala, itulah pemenangnya.
Mone mendengus. Timnya kalah suit. 2 orang menjaga batu-batu yang tersusun rapi. 3 orang lainnya berjaga-jaga di sekitar anggota tim Beko.
Beko nyengir. Memainkan bola ke udara sebelum ia melemparkan bola ke batu-batuan itu. Ia juga berteriak mengatur posisi anggota timnya.
“Jangan berkumpul di dekatku. Menyebarlah kalian.”
“2 orang di belakang batu. 1 orang di sisi kananku. 1 orang di sisi kiriku.”
Tim Beko menyebar sesuai arahan Beko. 2 orang Tim Mone berjaga di belakang batu. Mone berjaga di sisi kanan Beko. 1 orang membuntuti Beko dan 1 orang lainnya berjaga di sisi kiri Beko.
“Brak!”
Bola menghantam batu-batu yang tersusun. Beko dan anggota timnya berlari menghindari lemparan bola. Tim Mone saling oper bola. Tak disadari, operan bola menjauh dari batu-batu yang jatuh berantakan.
Dua anggota tim Beko berlari ke arah batu. Mereka berusaha menyusun batu-batu. Mone melihat aksi itu. Dengan gesit, dilemparnya batu ke arah anggota timnya yang berada di dekat batu. 2 tim Beko melihat bola melayang ke arah mereka. Seketika, dilepasnya batu-batu dan berlari menghindari bola.
Aksi ini berulang 3 kali hingga akhirnya, seorang anggota tim Beko berteriak, “Kolo! Kolo! Kolo!”
Bola berhenti dilemparkan. Beko dan tim lainnya bersorak gembira. Teriakan “Kolo!” tanda kemenangan. Tim Beko berhasil menyusun batu sebaik mungkin, tanpa ada batu yang jatuh.
Mone berjalan gontai. Babak kedua akan dimulai. Beko lagi yang berperan sebagai pelempar bola. Senyum Beko sumeringah. Kemenangan selalu membawa senyuman dan kebahagiaan.
Kali ini Mone berjaga di belakang batu. Saat bola menabrak batu, dengan lincah Mone berlari dan melempar bola ke arah Beko.
“Swing…”
Hampir saja mengenai tubuh Beko. Salahsatu anggota tim Mone mengambil bola dan melempar kembali ke arah Mone. Tim Mone berganti strategi. Mereka tidak lagi mengejar anggota ti Beko. Sebaliknya mereka menjaga ketat batu agar tidak mudah tersusun oleh musuh.
Babak kedua berjalan alot. Pertahanan tim Mone susah ditembus. Semangat anggota tim Beko mengendor. Kesempatan untuk menang.
Dengan cepat, Mone menemukan anggota tim Beko yang jongkok tertunduk dan tidak memperhatikan bola. Dilemparnya bola itu ke arah anggota tim terdekat dan, “Brak!”
bola mengenai tubuh anggota tim Beko.
Dengan sigap, Mone menyusun batu dan berteriak, “Kolo! Kolo! Kolo!”
Kemenangan di babak kedua menjadi kemenangan pertama dan terakhir untuk tim Mone. Senja mulai terlihat dan tim Mone harus menerima kekalahan. Walau sedih, Mone menerima kekalahan itu dengan lapang dada.
“Besok, bermainlah bersama kami,” ujar Beko.
Mone hanya terdiam. Berjalan lunglai pulang ke rumah. Di ambang jendela, ada Ibu yang menunggu.