Bibi Talita adalah seorang pembuat kue. Kue-kuenya disukai banyak orang karena rasanya yang lezat. Tepung, gula, serta bahan lainnya dijamin asli dan tidak menggunakan bahan pengawet. Walaupun laris, namun Bibi Talita tidak berniat membuka toko kue. Beliau hanya membuat kue sesuai pesanan.
Siang ini, Bibi Talita akan membuat kue pesanan Oma Elisabet, kue lapis jamur namanya. Oma Elisabet adalah pelanggan setia Bibi Talita. Selain sebagai pelanggan, Oma Elisabet merupakan tetangga Bibi Talita.
Seperti Bibi Talita, Oma Elisabet juga tinggal sendiri. Anak-anaknya tinggal di luar kota. Untung ada Nyonya Lucy, kerabat Oma Elisabet yang sering membantu keperluan Oma Elisabet. Kebetulan rumah Nyonya Lucy tepat di belakang rumah Oma Elisabet.
Bibi Talita mulai menyiapkan bahan-bahan untuk membuat kue. Semua bahan itu diletakkannya di atas meja. Dengan cekatan, Bibi Talita segera mencampur bahan-bahan itu menjadi sebuah adonan. Aku akan membuat Oma Elisabet terkesan dengan kue baruku ini, gumam Bibi Talita.
Menjelang sore, kue itu pun selesai. Bibi Talita bersiap hendak mengantarnya ke rumah Oma Elisabet.
Tingtong! Tingtong!
Bel berbunyi dua kali. Bibi Talita segera membuka pintu. Mungkin Oma Elisabet, duganya. Ternyata dugaan Bibi Talita salah. Di hadapannya sudah berdiri Paman Toli dan Anet, putrinya. Paman Toli adalah kakak Bibi Talita.
“Kejutaan…,” sorak Anet sambil memeluk bibinya.
Bibi Talita balas memeluk dan mencium pipi Anet. Bibi Talita mempersilakan keduanya masuk. Mereka berbincang hangat sejenak.
“Istirahatlah! Aku akan menyiapkan makan malam,” kata Bibi Talita sembari beranjak ke dapur. Paman Toli segera merebahkan badannya di sofa yang berada di ruang keluarga. Sementara Anet memilih masuk kamar Bibi Talita.
Tak lama,
“Wah, bibi baru bikin kue ya?” tanya Anet yang tiba-tiba muncul. Ia memandang kue lapis jamur yang sudah siap diantar.
“Iya. Itu pesanan oma, tetangga bibi,” jawab Bibi Talita.
Wajah Anet berubah. Sebenarnya ia ingin mencicipi kue itu, namun jadi buyar setelah mendengar jawaban bibinya. Bibi Talita yang sedang menyiapkan teh hangat jadi iba.
“Anet mau?”
Anet mengangguk berkali-kali.
“Ambillah!” kata Bibi Talita disambut binaran mata Anet. Tak lupa gadis 9 tahun itu mengucapkan terima kasih.
“Lezat sekali kuenya, Bi. Anet mau lagi.”
Bibi Talita mengangguk. Melihat Anet menyukai kuenya, Bibi Talita ikut senang. Lalu beliau mengambil beberapa kue lapis jamur dan meletakkan di atas piring.
“Anet, tolong letakkan di atas meja makan, ya? Nanti kita santap bersama-sama,” perintahnya sambil mengangsur piring berisi kue.
Bibi Talita memandang kue lapis jamur yang tersisa. Jelas ini tidak cukup untuk Oma Elisabet. Aku harus membuat kue untuk oma lagi, gumam Bibi Talita.
Hari makin sore, Bibi Talita mulai gelisah. Kue lapis jamur yang baru untuk Oma Elisabet belum dimulai juga. Bibi Talita masih sibuk membuat hidangan untuk tamunya. Menjamu tamu itu penting, tapi janji dengan Oma Elisabet juga penting. Bukankah sore ini aku berjanji mengantarkannya?
Selesai menyiapkan makan malam, Bibi Talita akan membuat kue lapis jamur yang baru. Tapi, jamurnya sudah habis. Bibi Talita mulai panik. Untuk memetiknya lagi di kebun butuh waktu. Sore mulai berganti senja. Ah, lebih baik aku berterus terang pada Oma Elisabet. Semoga beliau memakluminya, Bibi Talita menghibur dirinya sendiri.
Baru saja Bibi Talita hendak keluar, Nyonya Lucy datang. Bibi Talita makin gelisah. Mungkin menyampaikan kekecewaan karena kuenya tak kunjung diantar.
Setelah masuk, Nyonya Lucy mulai bercerita,
“Oma menyampaikan permohonan maafnya. Menjelang sore tadi oma dijemput putrinya. Oma pesan, kuenya besok saja. Tapi kalau kue itu sudah dibuat, oma akan membayarnya dua kali lipat.”
Bibi Talita terkejut sekaligus senang.
“Oh, tadi kuenya sudah saya buat, tapi…” Bibi Talita menceritakan semuanya. Nyonya Lucy mengangguk maklum. Ia pun segera pamit.
Hati Bibi Talita lega sekali. Ini tidak dibayangkan sebelumnya. Sesuatu yang dikhawatirkannya tidak menjadi kenyataan. Dalam hati Bibi Talita sangat bersyukur karena ia tidak mengecewakan siapapun.
*****