“Loli, kami pulang dulu, ya! Sampai jumpa hari Senin di sekolah.” Mira dan Sisyl berpamitan kepada Lolita.
Sore itu, Bunda mengundang Mira dan Sisyl untuk menemani Lolita agar tidak kesepian. Namun, ketika dua temannya sudah pulang, wajah Lolita justru tampak makin murung.
“Kamu kenapa, Nduk?” tanya Bunda.
“Loli sedih, Bun. Tadi Mira bilang kalau dia besok akan mendaki gunung bersama Ayah dan kakak-kakaknya. Sisyl juga mau berenang di pantai. Sedangkan Loli …” Lolita tidak meneruskan kata-katanya. Ia takut apa yang akan dikatakannya nanti akan membuat Bunda ikut sedih.
“Loli ingin bertualang seperti teman-teman, ya?” tanya Bunda.
Lolita mengangguk lemah. Matanya menatap ke arah pijakan kaki kursi rodanya. Sejak kecelakaan yang terjadi saat usianya tiga tahun, Lolita tidak bisa berjalan lagi. Itulah sebabnya ia sedih mendengar cerita-cerita Mira dan Sisyl.
Bunda mendekati Lolita. “Ayo, ikut Bunda, Nduk. Bunda punya tempat yang menyenangkan untuk bertualang.”
Bunda kemudian mendorong Lolita di atas kursi rodanya menuju ke sebuah taman baca di pinggir kota. Mereka berdua masuk dan memilih tempat duduk di sudut. Bunda lalu mengambil beberapa buku untuk diberikan kepada Lolita.
“Kamu bilang, Mira akan pergi ke gunung dan Sisyl akan pergi ke pantai, kan?”
Lolita mengangguk.
“Kalau begitu, coba kamu baca buku tentang pegunungan dan lautan ini. Bunda akan meninggalkanmu sendirian agar kamu tenang membacanya,” kata Bunda sebelum meninggalkan Lolita sendiri.
Lolita sebenarnya tidak mengerti, apa sebenarnya yang menjadi tujuan Bunda? Akan tetapi, ia menurut saja. Tidak ada salahnya membaca, bukan?
Buku pertama yang diambil Lolita adalah buku tentang pegunungan. Pada sampulnya terdapat gambar pegunungan yang hijau dengan hamparan pohon pinus menyelimutinya. Lolita meraba gambar itu dan seketika ia merasa udara di taman baca menjadi jauh lebih sejuk.
Lolita mulai membuka buku itu. Pada halaman pertama, terlihat danau kecil yang berada di tengah dua buah gunung. Pohon-pohon pinus tumbuh di tepian danau itu. Indah sekali.
Eh, apa ini? Lolita berhenti membaca, ia merasakan kakinya basah, seperti tercelup air dingin. Lolita menengok kakinya di bawah meja. Ia terkejut. Ada air yang merendam setinggi mata kakinya. Ketika Lolita kembali pada bukunya, ia sudah tidak berada di taman baca. Rak-rak buku berganti dengan dua gunung dan pepohonan pinus di sekelilingnya. Lolita makin takjub. Bagaimana ini bisa terjadi? Tanyanya dalam hati.
Lolita menghirup udara banyak-banyak. Hmmm, sejuknya. Belum pernah ia merasakan udara sesegar itu.
Lolita terus membalik bukunya hingga halaman terakhir. Pemandangan di hadapannya pun berganti-ganti, mulai dari padang rumput di lereng gunung, hingga hutan pegunungan yang berkabut. Ketika ia selesai membaca dan menutup bukunya, Lolita tiba-tiba sudah kembali berada di taman baca dengan dinding yang dipenuhi rak-rak buku.
Lolita tak sabar ingin kembali bertualang. Ia kemudian mengambil buku tentang lautan, dengan gambar sampul berupa hamparan pasir putih di tepian lautan yang biru. Sungguh pemandangan yang hangat.
Begitu ia membuka halaman pertama, Lolita segera berada di bawah pohon kelapa. Ombak berdebur di depan sana. Angin yang hangat meniupi rambut, membawa aroma garam ke hidungnya. Sementara kaki Lolita juga sedikit tertimbun pasir pantai.
“MasyaAllah, sungguh indah ciptaan Allah,” gumamnya.
Lolita terus membaca sampai akhir. Hatinya sangat gembira dan hangat, sehangat pantai yang ditimpa terik matahari.
“Bagaimana, Nduk?” Bunda kembali tepat sesaat setelah Lolita selesai membaca.
“Loli senang sekali, Bun,” kata Lolita sembari tersenyum lebar. “Hari ini Loli bisa bertualang ke gunung dan pantai. Besok kita ke sini lagi ya, Bun.”
Bunda menangguk dan ikut senang. Wajah murung Lolita sudah tidak ada lagi.
Hari Senin, ketika Lolita bertemu dengan Mira dan Sisyl di sekolah, Lolita jadi banyak bertanya.
“Mira, kamu jadi ke gunung? Apa kamu kedinginan? Apa ada kabut? Apa ayahmu membuat api unggun?” cerocos Lolita.
“Kok, kamu tahu?” tanya Mira keheranan.
“Syl, kamu bilang kemarin berenang di pantai. Apa kulitmu terasa gosong? Apakah ada air laut yang terminum? Asin, tidak?” Kini giliran Sisyl yang ditanya.
Mira dan Sisyl saling pandang. Dari mana Lolita tahu semua itu, padahal Lolita tidak pergi ke mana-mana? Begitu pikir mereka.
Lolita kemudian menceritakan pengalamannya di taman baca bersama Bunda kemarin. Sekarang, ia bisa ikut bercerita seperti Mira dan Sisyl. Meski ia tidak bisa bertualang seperti mereka, tetapi Lolita bisa bertualang di taman baca. Bagi Lolita, membaca sangat mengasyikkan. Ia bisa ke mana saja yang ia inginkan, bahkan ke tempat-tempat jauh yang belum pernah dikunjungi teman-temannya.
*Cerita ini lolos audisi naskah Loka Media Cabang Semarang dan diterbitkan dalam kumpulan cerpen anak “Si Petualang Cilik” pada tahun 2021.