Part 3 – Banyak Rencana
“Kita ke Kampung Baduy!” ujar Lilis.
“Apa serunya ke sana?” Matahari tidak begitu tertarik dengan usul Lilis.
Lilis, Matahari, dan Dudung berkumpul di rumah Bunga. Awalnya mereka mau ikut bantu-bantu orang dewasa menyiapkan keperluan untuk acara pernikahan, tapi ujung-ujungnya mereka malah bikin rapat kecil.
“Serulah di Kampung Baduy itu! Mereka masih menjaga adat istiadat leluhurnya. Kita bisa belajar dari budaya mereka yang menyatu dengan alam. Kehidupan mereka beda jauh dengan kehidupan kita sehari-hari,” jelas Lilis.
“Ah, lebih seru kemping di pantai!” ujar Matahari.
“Ke Baduy lebih seru!” Lilis tak mau kalah.
“Hey, nggak usah berantem. Masih beberapa hari lagi kita ke Tanjung Lesung. Sabar, cuy!” ujar Dudung.
“Kita harus menyusun jadwal perjalanan sedini mungkin. Kita, kan, hanya beberapa hari di sana. Sayang kalau hanya lihat pengantin saja. Mana kertas?!” seru Matahari.
Bunga meringis melihat gaya Matahari yang sok jadi bos. “Nih!” Bunga menyerahkan sobekan kertas koran bekas dari kantong bajunya. Itu koran bekas bungkus tempe yang hendak dibacanya nanti setelah teman-temannya bubar diskusi.
“Kok, kertas ini, sih!” protes Matahari.
“Lha, tadi katanya kertas. Itu, kan, kertas juga, bukan kue cucur!” jawab Bunga.
“Kertas untuk nulis rencana kita, Bung. Bukan koran bekas.”
Bunga tertawa. “Kamu, sih, perintahnya nggak jelas. Sebentar,” Bunga melesat ke dalam rumah lalu kembali dengan kertas dan pena biru di tangannya.
“Berapa hari kita akan ada di Tanjung Lesung, Bung?” tanya Matahari.
“Sekitar lima hari sampai seminggu.”
“Sip! Mulai dari kau, Dung. Kau mau kemana, Kisanak?” tanya Matahari.
“Di sana ada warung makan, kan?” Dudung balik bertanya.
“Ya, ada, dong. Kenapa? Kamu khawatir bakal tidak makan di sana?” Matahari tertawa.
“Dung, kita ke sana mau ke hajatan, bakal ada banyak makanan. Jangan khawatir,” Bunga tersenyum.
“Ih! Kalian juga kalau kelaparan bingung, kan? Makan itu penting, tahu!” Dudung membela diri.
“Oke, deh, makan itu penting, tapi kamu mau ke mana saat di Tanjung Lesung nanti, Dung?” tanya Matahari.
“Ke tempat yang ada jual makanan seafood, seperti ikan laut, udang, kepiting!”
“Oke, sip! Lilis, kamu mau kemana?” tanya Matahari.
“Tadi, kan, aku sudah bilang, aku mau ke Kampung Baduy.”
“Bunga, kamu mau kemana?”
“Hari pertama kita mancing pakai perahu, ya?” bujuk Bunga.
“Tidak bisa! Hari pertama harus wisata kuliner dulu. Kalau hari pertama kita sudah pergi mancing di laut, liburanku bakal tidak seru. Aku bisa mabok laut,” Dudung membayangkan naik perahu kecil diombang-ambingkan ombak, pasti pusing dan mual!
“Ya, sudah, kalau begitu kamu tidak usah ikut mancing. Tunggu saja di darat sambil ngobrol dengan pengantin,” saran Bunga.
“Itu, sih, bukan liburan!” Dudung cemberut.
“Eh, hari pertama kita ke Tanjung Lesung langsung liburan? Kita ke sana, kan, mau hajatan? Jadi hari pertama kita ada di tempat kondangan, dong,” Lilis mengingatkan.
“Eh, iya, ya. Itu, kan, nikahan Pamanku sendiri,” Bunga tertawa geli.
“Betul, jadi hari ke-2 ke Kampung Baduy,” ujar Lilis.
“Itu berarti bolak-balik, dong, Lis. Jauh!” bantah Bunga membuat Lilis jadi merengut.
“Nanti saat hendak pulang ke Bandung saja kita mampir ke Baduy,” usul Matahari.
“Sepertinya memang harus begitu,” Lilis mengangguk pelan.
“Hari kedua kita pergi mancing di laut!” Bunga masih bersikeras dengan usulnya.
“Kasihan Dudung, Bung! Dia, kan, mabuk laut,” ingat Matahari. “Begini saja, tugas kita semua mencari informasi sebanyak-banyaknya kegiatan asik apa yang bisa kita lakukan di Tanjung Lesung nanti. Jadi kita bisa mulai dari yang terdekat dari tempat acara nikahan sampai ke yang terjauh. Dua jam lagi kita kumpul di rumah Bunga ini.”
Keempat anak itu semangat mengumpulkan informasi objek wisata di Tanjung Lesung. Koran, majalah, juga internet mereka telusuri. Semua orang dewasa yang dijumpai, mereka tanyai. Ya, siapa tahu ada hal yang menarik lainnya yang bisa mereka kerjakan di sana nanti.
Sesuai waktu yang sudah ditentukan, keempat anak-anak itu kumpul lagi di teras rumah Bunga. Masing-masing datang dengan wajah ceria membawa usul liburan yang menarik.
“Aku sudah mengumpulkan data restoran, nih. Banyak yang menyediakan seafood. Cumi bakar di Restoran Lesung Lezat paling terkenal enak! Bumbunya spesial,” Dudung memamerkan brosur yang ia unduh dari internet kepada Bunga dan Lilis. “Sate lobster, nasi goreng udang petai, kakap asam manis, gulai ikan. Sedap!”
“Aku tetap mau mancing di laut!” seru Bunga.
“Baduy paling top!” Lilis tak mau kalah.
Tiba-tiba Matahari datang. Anak berambut jambul itu langsung membaca brosur dari tangan Dudung.
“Wahh, udang goreng tepungnya besar banget!” seru Matahari.
“Halah! Itu, kan, iklan! Aslinya pasti hanya sebesar kelingking,” Lilis mengacungkan kelingkingnya.
“Tapi kalau kelingking gajah, kan, lumayan besar!” Matahari tertawa.
“Memangnya gajah punya kelingking?” tanya Lilis.
“Lho? Benar, kan, gajah punya kelingking?” Matahari jadi bingung sendiri.
Bunga tertawa, “Gajah punya jari, tapi tidak ada yang namanya kelingking. Jari mereka hanya bulatan menonjol. Gajah Afrika dan India beda jumlah jari-jarinya.”
“Stop ngomongin gajah. Kita ngomongin rencana kita saja di Tanjung Lesung,” potong Matahari salah tingkah. Bunga tertawa.
“Kamu punya berita wisata apa di Tanjung Lesung?” tanya Lilis pada Matahari.
“Aku pingin kemping di pinggir pantai sambil melihat Gunung Krakatau.”
“Lebih asik mancing!” bantah Bunga.
“Makan-makan!”
“Baduy, dong!”
“Ah, kalau begini terus, kita jadi tidak bisa akur mau apa di sana,” keluh Bunga.
“Bagaimana kalau kita lihat dulu situasi di sana seperti apa, lalu kita putuskan akan melakukan apa,” usul Lilis.
Apakah usul Lilis bisa diterima ketiga temannya? Lalu kegiatan apa yang pertama kali akan dilakukan keempat anak ini di Tanjung Lesung? Apakah rencana setiap anak akan terlaksana?
(Bersambung…)
Misteri Monster Berbintil di Pulau Terpencil
Novel Petualangan Anak 10-12 Tahun
Penulis: Tethy Ezokanzo dan Wahyu Annisha