Ibuku adalah monster tidur. Dua kali dalam sehari. Ibu akan menjadi monster tidur yang sangat minikitchen, kalau sekali saja aku melewatkan waktu tidur siang atau tidur terlalu malam. Entah kenapa Ibuku rewel sekali soal tidur. Saat siang hari aku selalu disuruh dan dipaksa untuk tidur. Walaupun hanya sebentar. Aneh sekali! Padahal kan siang hari itu enaknya main. Kalau tidur, enaknya baru malam hari.
Pernah suatu kali, aku terlalu bersemangat main bersama Ayahku. Sampai lupa waktu. Dan waktu itu, aku ingat sekali, aku hanya telat sembilan menit saja dari waktu tidur malam. Tapi, Ibuku langsung berubah menjadi monster. Matanya merah, ikat rambutnya hilang, dan rambutnya berdiri lalu berubah menjadi ular. Ular yang besar, dan banyak sekali. Dan yang paling menakutkan, adalah tangannya yang berubah menjadi monster pencubit. Perutku kadang-kadang menjadi sasaran monster pencubit itu. Ah, membayangkannya saja sudah membuatku sangat ketakutan.
Hari ini seperti biasa, aku sampai di rumah jam sebelas siang. Ibu sedang sibuk menidurkan adik, jadi aku tak berani mendekatinya. Sebab kalau adik jadi terbangun gara-gara aku, maka sudah pasti Ibu akan berubah menjadi monster tidur lagi. Aku lalu pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajah, tangan, dan kaki. Setelah itu pergi ke kamar tidur, ganti baju, dan siap-siap makan siang.
Saat mulai makan, Ibu datang menghampiriku. Ibu terlihat sangat kelelahan. Rambutnya berantakan dan bajunya juga terlihat agak kotor dan kusut. “Bagaimana sekolahnya, Nak? Menyenangkan?” Ibu mengusap rambutku dan tersenyum manis. Memang Ibuku paling manis kalau tersenyum. Berbeda sekali kalau sedang marah dan menyuruhku untuk tidur.
“Iya, Bu. Hari ini menyenangkan. Apalagi Bu Guru tidak memberikan PR. Senangnya. Aku jadi bisa bebas bermain. Bolehkan, Bu, hari ini aku main saja dan tidak usah tidur siang?” Wajah Ibu langsung berubah. Aku langsung tegang, takut Ibu marah.
“Tidak! Tidur siang itu penting. Pokoknya habis makan, nanti Ibu temani kamu belajar. Setelah itu tidur siang. Setelah itu, baru boleh pergi main.” Ibu lalu pergi ke kamar mandi. Aku tidak berani berkata-kata apalagi. Takut Ibu semakin marah.
Akhirnya Ibu menemaniku belajar. Ibu memang setiap hari menemaniku belajar, terkadang sambil menggendong adik, terkadang sambil mengupas bawang, atau terkadang sambal melipat baju. Ibu terkadang melakukan banyak hal sekaligus. Tapi hari ini, mungkin karena pekerjaan yang lain sudah selesai, dan adik bayi sedang tidur, Ibu jadi hanya fokus menemaniku saja. Aku juga jadi merasa senang. Sebab, sudah lama sekali Ibu dan aku tidak menghabiskan waktu berdua saja. Padahal, dulu sebelum ada adik bayi Ibu selalu bersamaku.
Aku menemukan pelajaran yang belum kumengerti, lalu bertanya pada Ibu. Tapi Ibu malah tersenyum dan terus saja memandangiku. “Kenapa Ibu melihatku terus?” Ibu malah memelukku. Lalu tiba-tiba saja pipiku terasa basah. “Kenapa Ibu menangis?”
“Maafkan Ibu ya, Nak. Ibu terlalu keras, ya? Ibu terlalu sering marah-marah, ya?” Ibu mengambil nafas panjang. “Belakangan ini, Ibu sangat lelah. Ada banyak pekerjaan yang tidak pernah selesai meskipun Ibu kerjakan. Ada adik bayi yang butuh banyak perhatian Ibu. Dan Ibu juga merasa bersalah karena tidak bisa menghabiskan banyak waktu denganmu. Padahal kamu sudah sangat baik dan mau mengerti Ibu. Tapi Ibu malah begitu keras dan bereaksi berlebihan saat melihat kamu tidak menuruti apa yang Ibu inginkan. Sekarang kamu sudahi belajarnya, dan silahkan bermain sesuka kamu. Kamu boleh melewati jadwal tidur siang hari ini. Tapi ingat, kalau capek istirahat, ya.”
Karena terkejut dan bahagia, aku meloncat dari kursi dan memeluk Ibu. Aku tidak berani menanyakan lagi apakah ini mimpi atau tidak, sebab aku takut Ibu berubah pikiran. “Terimakasih, Bu. Kalau begitu aku pergi main dulu ya!” Ibu hanya tersenyum, sedangkan aku langsung pergi keluar rumah menuju rumah temanku.
Diperjalanan aku melompat-lompat sambil bernyanyi. Hingga sampailah aku di depan rumah temanku. Tapi sayang sekali, saking senangnya mendapat ijin dari Ibu, aku sampai lupa kalau tadi temanku memberitahu bahwa hari ini dia akan pergi ke luar kota untuk menengok neneknya yang sedang sakit. Akhirnya aku kembali ke rumah dengan lesu.
Saat tiba di rumah, aku melihat Ibu sedang menempelkan koyo di punggung dan pinggangnya sambil bersiap memangku adik bayi yang menangis keras sekali. Tidak jauh dari Ibu, aku melihat sapu, ember dan lap pel tergeletak berantakan. Ibu terlihat lelah dan berantakan. Ibu lalu berjalan menuju kursi, lalu memberi asi pada adik bayi. Adik bayi berhenti menangis. Tapi kini malah Ibu yang menangis. Tanpa suara. Aku berjalan mendekati Ibu, lalu mencium pipinya. “Ibu, mulai sekarang aku akan tidur siang tanpa Ibu suruh lagi. Tapi aku mau tidur sebentar saja, ya, Bu. Agar setelah tidur aku bisa membantu Ibu.”
Ibu menatapku lembut. Tapi lalu menangis dengan suara yang sangat keras, sampai membuat adik bayi kaget dan ikut menangis lagi. Aku pun jadi ikut menangis. Tapi tiba-tiba adik kentut dan bersendawa. Ibu dan aku saling berpandangan. Lalu kami tertawa sambil mengusap air mata yang sempat berjatuhan di pipi. Semenjak hari itu, aku tidak pernah lagi melihat Ibuku berubah menjadi monster tidur lagi.
Jadi nangis, ingat anak pertamaku yg begitu pengertian, tp masih sering kena marah Umminya, jika sudah merasa lelah dengan rutinitas tanpa henti ?
Terima kasih sudah menulis ini Kak Rini
Sama, Kak.. Padahal sudah sering menekadkan untuk tidak menjadi monster. Tapi tetap saja keceplosan.. Hehe..
Anakku yang menjadi inspirasi tulisan ini malah ga mau denger cerita ini, takut katanya. ?
Terimakasih juga sudah membaca, Kak.. Terharu banget, dikomen begini.. Berasa dapat energi tambahan.. ?
Sama, Kak.. Padahal sudah sering menekadkan untuk tidak menjadi monster. Tapi tetap saja keceplosan.. Hehe..
Anakku yang menjadi inspirasi tulisan ini malah ga mau denger cerita ini, takut katanya. ?
Terimakasih juga sudah membaca, Kak.. Terharu banget, dikomen begini.. Berasa dapat energi tambahan.. ?
Mantappp sekali tulisannya menyentuh hati.
Ini riil, ini nyata bagi kehidupan masa kecil para pembaca.
Teruslah berkarya. Sebab Ide adalah amanah Tuhan.
Terimakasih, Kak.
Kebetulan pas baca tulisan ini, sekira satu jam lalu sudah tidur siang.
Tulisannya bagus.Tentang bagaimana pengertiannya menjadi seorang anak pertama, dan bagaimana perhatiannya seorang ibu kepada anaknya.
Makasih tulisannya kak Rini. ?
Sama-sama, Kak. Terimakasih sudah mampir.