Naga Kecil di Jendela

Sudah lima malam, Hana sulit tidur tepat waktu. Hana baru pindah rumah. Jedela rumahnya sering berderit. Deritnya halus. Kadang terdengar suara angin berhembus.

Hana takut. Jangan-jangan itu hantu… huhu.

Saat itu malam ke enam. Hujan turun deras, petir seakan menendang-nendang langit. Hana semakin cemas. Tadi dia sudah meminta Mama untuk membuatkan susu hangat, mendongeng, juga meminta Baba menemaninya berdoa. Namun, Hana masih susah tidur. Hana memutuskan untuk tidur di kamar Baba dan Mama saja.

Tepat saat Hana hendak turun dari ranjang, sebuah suara bedebum keras terdengar dari balkon kamar.

Hana menelan ludah. Ia takut, namun rasa penasaran yang besar mengalahkan rasa takutnya itu. Hana pun berjalan mendekati jendela.

Hana terkesiap, ia refleks menutup bibir mungilnya yang menganga. Seekor naga kecil tengah meringkuk di sana. Ya, naga seperti di buku-buku dongeng, seperti yang sering ia lihat di festival imlek. Bedanya, warna naga ini bukan merah, tapi biru gelap seperti langit malam. Sisiknya seperti memiliki glitter, berkelap kelip bagai bintang.

Hana memberanikan diri membuka jendela. Mata naga itu terbuka, mata yang jernih dan indah sekali. Hana menatap naga itu tak berkedip. Lalu, naga itu berkata, “Tolong aku … aku terluka …”

Hana nyaris terlompat mengetahui naga itu bisa bicara. Hana meneliti tubuh naga itu. Ada sebuah luka sobek yang besar. Dari luka itu mengalir tetesan biru muda berkilau, mungkinkah itu darahnya? 

Hana berlari ke kamar, mengambil selimut, lalu melompati jendela seperti yang dilakukan Mama saat membersihkan balkon mungil di kamarnya itu. Pelan-pelan ia dekati si naga. Naga itu tak melawan, malah ia terlihat lebih nyaman.

“Ka-kamu siapa?” Hana bertanya takut-takut.

“Aku naga penjaga malam,” katanya lirih.

“Apa maksudmu?” Hana tak tahu ada naga yang pekerjaannya semacam itu. Lalu naga itu meminta Hana mendekat. Suara naga itu  lemah karena menahan sakit.

“Kamu mau dengar cerita tentang siapa aku?” tanya si Naga saat Hana sudah duduk di sebelah kepalanya. Hana mengangguk.

“Kami adalah naga yang bertugas menjaga bumi, terutama saat matahari telah tenggelam. Kamu senang melihat langit penuh bintang, bukan?”

Hana mengangguk. Si Naga kecil melanjutkan ceritanya.

“Sebenarnya, kami selalu terbang mengelilingi seluruh bumi di malam hari. Kami menjaga manusia dari berbagai macam hal buruk.

Tapi beberapa hari ini, ada monster yang besar. dia adalah Monster Bisikan. Ia membisikkan ketakutan, kesedihan, buruk sangka, iri hati, dan banyak hal buruk sebelum mereka tidur. Sehingga banyak manusia yang sulit tidur.”

“Aku juga susah tidur …” gumam Hana.

“Ya, aku tahu, karena aku sering mengawasimu, Hana,” kata si Naga Kecil sambil tersenyum lemah.

Mata Hana membulat, “Betulkah?”

Naga Kecil mengangguk, “Kadang aku melintas di jendelamu. Mungkin kau hanya mendengar hembusan angin yang lembut, tapi aku di sana.”

Lalu, Naga Kecil  melanjutkan ceritanya.

“Sayangnya, makin hari kekuatan kami makin lemah. Orang-orang yang mendengar monster bisikan tak lagi melakukan sesuatu yang membuat kami kuat. Mereka menonton hingga larut malam, main games sembunyi-sembunyi, bahkan ada juga yang minum obat supaya bisa tidur.

Namun beberapa minggu ini ada suatu tempat di bumi, yang mengirimkan kekuatan besar bagi kami. Para Naga kembali menjadi kuat. Kami akhirnya bisa memerangi monster bisikan. Hana, kau lihat kilatan petir itu?”

Hana menatap petir yang sepertinya berada jauh di ujung kota. Ia menutup mata, ketakutan.

“Tak perlu takut, berlindunglah dari petir, namun ketahuilah, itu adalah cahata api kami yang sedang menghantam Monster Bisikan.”

“Lalu, kenapa kamu bisa terluka?”

“Tadi terkena serangan Monster bisikan.  Aku masih muda, masih harus banyak berlatih,”

Hana jadi sedih, sekaligus marah kepada Monster Bisikan. “Bagaimana aku bisa membantumu?” tanyanya.

“Kamu bisa mengobatiku, sungguh,” katanya, dengan suara yang makin lemah.

“Katakan bagaimana caranya!” Hana mulai khawatir dan tak sabar.

“Doakan aku, Hana. Doa anak-anak adalah sumber kekuatan kami,” kata si Naga kecil.

Maka Hana menengadahkan tangannya, lalu mulai berdoa, “Ya Allah, sembuhkanlah luka Naga ini, sembuh tanpa sakit lagi.” Seakan doanya tadi adalah air, Hana mengusapkan telapak tangannya ke luka si Naga.

Ajaib, luka si Naga segera menutup. Naga itu bangkit, ia mulai melayang di langit. Hana terdiam, mengucek matanya, mencubit pipinya sendiri, sakit.

“Terima kasih, Hana!” kata si Naga Kecil, suaranya lebih kuat sekarang.

Hana menatap langit. Kembali ia ternganga. Puluhan naga besar, berwarna biru kelam seperti langit malam, dengan kelap kelip bak bintang, menyambut kedatangan naga kecil yang tadi ia selamatkan. Mereka menatap Hana lembut. Hana merasa mereka sedang berterima kasih.

Sekarang Hana merasa mengantuk sekali. Sesaat sebelum tidur, ia memikirkan tempat yang disebutkan si Naga Kecil. Sepertinya, ia tahu tempat itu. Tempat dimana banyak anak-anak tengah berdoa sambil menangis ketakutan. Tak terasa, air mata Hana mengalir. Hana pun berbisik kepada Allah, agar anak-anak itu selamat, sehingga mereka tak harus berdoa sambil menangis ketakutan. Hana kembali berdoa sebelum tidur, lalu terlelap.

Sejak itu, Hana tak pernah kesulitan tidur. Angin masih membuat jendela kamarnya berderit halus, tapi Hana sekarang tahu. Ada siapa yang tengah membuat angin lembut berhembus.

Bagikan artikel ini:

2 pemikiran pada “Naga Kecil di Jendela”

Tinggalkan komentar