Views: 99
Selama liburan sekolah, Rama menghabiskan waktu liburnya di rumah Kakek yang terletak di kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
“Nek, kakek mana? Udah Rama cari seisi rumah tapi Kakek kok nggak ada?” tanya Rama pada Nenek yang sedang memasak di dapur.
“Pasti kakekmu sudah berangkat untuk mempersiapkan acara sedekah laut,” jawab Nenek.
“Di mana, Nek? Apa itu sedekah laut?” Rama mengernyitkan dahi.
“Sedekah laut adalah tradisi para nelayan yang tinggal di pesisir pantai utara sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rezeki dari hasil laut yang selama ini menjadi sumber penghasilan nelayan,” jelas Nenek.
“Kalau begitu Rama mau menyusul Kakek ya Nek. Mau lihat acara sedekah laut.”
“Sebaiknya jangan,”cegah Nenek.
“Acara sedekah lautnya akan dimulai besok pagi. Kamu kan tidak tahu persis keberadaan kakekmu. Daripada kamu cari-cari kakekmu dan tidak ketemu. Lebih baik kamu tunggu saja kakekmu sampai pulang,” saran Nenek.
“Iya, Nek.” Rama mengikuti saran Nenek.
Meski usia kakek sudah 75 tahun, tapi ia masih semangat untuk berpartisipasi dalam kegiatan acara sedekah laut. Tidak kalah dengan pemuda-pemuda di desa.
***
“Kakek kok nggak ajak Rama kalau mau bantu-bantu untuk acara sedekah laut,” protes Rama saat kakek pulang ke rumah.
“Cucu kakek mau ikut juga?”
“Mau dong Kek. Rama pengen tahu sedekah laut itu seperti apa? Kan di tempat tinggal Rama, di Jakarta, tidak ada acara seperti itu.”
“Kalau begitu, besok pagi Rama ikut Kakek melihat rangkaian acara sedekah laut ya?”
“Asyik. Siap Kek.” Rama terlihat antusias.
***
Selesai salat subuh Kakek dan Rama menuju ke tempat acara sedekah laut. Meski masih pagi, tapi aktivitas warga setempat sudah tampak ramai. Akhirnya, setelah berjalan sekitar lima belas menit mereka sampai di pesisir pantai.
“Wah, ternyata sudah banyak yang datang ya, Kek?”
“Iya, mereka antusias mengadakan acara ini karena diadakan setahun sekali. Tidak hanya dihadiri warga setempat tapi juga turis baik dari dalam negeri ataupun luar negeri,” ucap Kakek.
Selain orang-orang yang terlihat sibuk mempersiapkan acara sedekah laut, para turis ada juga orang yang berjualan jajanan tradisional hingga kerajinan yang berasal dari hasil laut seperti gelang, kalung, bingkai hingga hiasan dinding. Bapak-bapak yang mengusung gunungan yang berisi buah-buahan dan lauk pauk untuk dilarung di laut. Sedangkan ibu-ibu membawa nasi tumpeng yang akan dinikmati bersama-sama selesai acara. Suasana yang sangat meriah dan menyenangkan.
Di tengah-tengah kegiatan sedekah laut, tiba-tiba Rama menghentikan langkah kakinya ketika melihat arena berukuran 5 meter × 5 meter beralaskan pasir yang dibatasi bambu. Di pinggir arena, para warga sudah duduk berkumpul. Para penonton tampak antusias sambil meneriakkan yel-yel. Ada juga suara gamelan seperti gong, kempul dan gendang yang dimainkan oleh 5 orang pengrawit sehingga menambah kemeriahan suasana.
Penasaran, Rama pun mendekat. Di tengah arena, ia melihat dua orang dewasa–kira-kira seusia Papa Rama menggunakan celana hitam dan kain putih yang diikat pada pinggang.
“Mereka mau apa Kek?”
“Tanding pathol.”
“Apa itu, Kek?”
“Lihat saja. Nanti kamu juga akan tahu.” Kakek melirik ke arah Rama.
Kedua lelaki itu lalu saling berhadapan di tengah area pertandingan dengan menggunakan celana pendek berwarna hitam dan bertelanjang dada. Di pinggang mereka diikatkan sabuk berbahan kain putih yang mirip dengan selendang atau tali dhadung untuk pegangan lawan. Kedua pemain saling rangkul dan dorong untuk adu kekuatan. Sesekali mereka saling banting. Dalam pathol, tidak diperbolehkan pukulan atau tendangan. Jika dilanggar, wasit akan memberi peringatan di setiap pertandingan. Pemenang dari Pathol adalah orang yang berhasil menelentangkan lawan hingga punggungnya menempel di pasir atau arena pertandingan.
“Wah, seru ya Kek. Olahraga pathol ini sekilas mirip dengan olahraga sumo. Iya kan Kek,” tebak Rama.
“Sekilas memang mirip sumo. Namun keduanya memiliki perbedaan. Dalam olahraga pathol orang yang tidak memiliki tubuh tambun boleh terjun di arena pertandingan untuk melawan orang lain yang memiliki perawakan sepadan. Selain itu dalam olahraga pathol tidak ada matras. Arena pertandingan dilakukan di atas pasar, di tempat terbuka.”
“Dulu kakek jawara pathol yang tak terkalahkan dan menjadi salah satu jagoan yang diandalkan saat pertandingan,” imbuh Kakek sambil membusungkan dada.
Rama percaya dengan ucapan Kakek. Hal itu bisa Rama lihat dari tubuh kakek yang gagah dan berotot meski sudah tidak muda lagi.
“Agar tradisi ini tidak hilang dan tetap terjaga kelestariannya, pathol juga dikenalkan ke anak-anak hingga remaja. Selain itu, pathol juga mengajarkan rasa sportivitas sejak dini. Dengan penanaman sportivitas sejak dini, anak-anak akan belajar bagaimana menerima kekalahan tanpa ada rasa dendam terhadap lawan,” terang Kakek.
Rama mengangguk tanda mengerti.
“Untuk pathol anak-anak dan remaja biasanya diadakan setelah pathol dewasa. Apa kamu mau mencoba ikut Rama?” tawar Kakek.
“Mau Kek.” Kakek lalu membawa Rama pergi menemui panitia pathol untuk mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan.
Rama senang dan bangga karena bisa memeriahkan dan ikut serta melestarikan tradisi pathol. Tak hanya itu saja, pathol juga menjadi daya tarik wisatawan, sehingga warga setempat memiliki penghasilan tambahan selain sebagai nelayan.
“Cerpen Ini Diikutsertakan dalam Lomba Cipta Cerpen Anak PaberLand 2024.”