Adora masih teringat wajah Wira yang bercucuran keringat ketika membawakan belanjaan ibunya dari pasar tempo hari. Anak lelaki itu rela bersusah payah demi mendapat uang, agar bisa membeli sepatu untuk adik perempuannya. Ah … senangnya punya kakak laki-laki seperti itu, batin Adora. Hari ini, dia ke hutan untuk mencari jamur dan rebung untuk makan malam. Sungguh sosok anak laki-laki yang bisa diandalkan.
“Hei, kamu melamun ya? Ayo, sedang mikir apa, kok senyum-senyum sendiri?” Tiba-tiba suara Nabiella membuyarkan lamunan Adora.
“Ih, nggak, kok,” elak Adora. Tentu saja ia tak ingin Nabiella mengetahui kalau ia sedang memikirkan Wira.
“Ayo cepat! Nanti kita bisa kehilangan jejak Wira.” Nabiella menggandeng tangan Adora agar berjalan lebih cepat.
Ketiga remaja itu berjalan cukup jauh ke dalam hutan. Semakin lama pohon-pohon pun semakin rapat. Meskipun selama ini Adora sering diajak ke hutan oleh Nabiella, tapi tempat ini terasa asing baginya.
Wira berjalan di depan dengan cekatan. Tampaknya ia sudah sangat hafal dengan setiap lika-liku hutan Dolla. Sesekali remaja bertubuh kurus itu menebas tanaman yang tumbuh menjulur, menghalangi jalan setapak yang mereka lalui.
Adora dan Nabiella berusaha menjaga jarak sedekat mungkin dengan Wira. Walaupun kemampuan spasial Nabiella bisa diandalkan, tetapi kali ini ia tak yakin bisa keluar dari hutan tanpa tersesat.
Tiba-tiba wira menghentikan langkahnya. Hampir saja Adora menabraknya dari belakang. Persis seperti kendaraan yang mengerem mendadak di jalur cepat.
“Hei, kenapa berhenti?” tanya Adora sambil menjaga keseimbangan tubuhnya agar tak menghantam punggung Wira.
“Ssssttt!” Wira menempelkan telunjuknya di bibir. Tangan berkulit cokelat itu menunjuk sesuatu yang melata di tanah.
Sekonyong-konyong lutut Adora terasa lemas dan hampir saja berteriak ketakutan. Untung Nabiella segera menutup mulut Adora dengan tangannya.
“Ular!” bisik Adora lirih.
“Tenang, jangan panik. Biarkan dia melintasi jalan ini dengan tenang.” Wira berujar dengan nada suara rendah.
Mereka bertiga mematung dan berusaha tidak membuat suara apapun. Adora bergidik, rambut di tengkuknya merinding. Nabiella sang petualang pun pada saat seperti ini kehilangan nyalinya. Ia hanya bisa menggigit bibir sambil menahan napas.
Entah mengapa, detik-detik terasa berlalu lebih lama. Kalau saja panas tubuh mereka tertangkap sensor binatang berbisa itu, bisa gawat akibatnya. Akhirnya makhluk melata berdarah dingin itu perlahan menghilang di balik semak-semak. Ketiga anak itu pun mengembuskan napas lega.
“Alhamdulillah … jantungku serasa mau copot!” seru Adora memegang dadanya. Wira tersenyum tipis melihat kelakuan Adora.
“Kamu sering bertemu dengan ular, Wira?” tebak Nabiella.
Wajah Wira tampak begitu tenang, tidak menyiratkan kecemasan. “Ya, hanya beberapa kali saja,” ujar Wira sembari melanjutkan langkahnya. “Sebentar lagi kita akan sampai, kalian masih punya tenaga untuk jalan `kan?”
Di kejauhan tampak rumpun-rumpun bambu yang meliuk tertiup angin. Wira mengajak Adora dan Nabiella mendekati dasar rumpun bambu itu. Terlihat kerucut-kerucut berwarna cokelat yang tertutup merang, mencuat dari dalam tanah. Itu adalah tunas bambu yang biasanya disebut rebung.
Wira mengeluarkan pisau dari keranjangnya. Ia mengenakan sarung tangan kebun, lalu dengan hati-hati memotong tunas-tunas bambu itu.
“Boleh aku mencoba memotong rebungnya?” Nabiella selalu ingin mencoba pengalaman baru.
“Boleh, tapi hati-hati! Merang itu bisa membuat tanganmu gatal.” Wira menyerahkan sarung tangan dan pisau pada Nabiella.
Adora hanya berdiri menyaksikan dua temannya itu mengambil rebung. Seperti biasa, dia tidak mau melakukan sesuatu yang berisiko merusak kulitnya.
Sambil menunggu Nabiella mengambil rebung, Wira mengumpulkan jamur Shitake di tanah yang dipenuhi dedaunan lapuk. Adora membuntuti Wira dan ikut membantu anak laki-laki itu mengumpulkan jamur. Ia terpesona pada kemampuan Wira yang begitu cekatan.
“Kau yakin jamur itu tidak beracun?” tanya Adora ragu.
“Bagaimana kita tahu kalau belum dicoba?” Adora terbelalak mendengar jawaban itu. Wira pun terbahak melihat wajah Adora yang terkaget-kaget.
“Hahahah … aku bercanda kok. Kata ayahku, kita harus berhati-hati dengan jamur. Kalau tidak benar-benar tahu, jangan coba-coba memakannya sembarangan!” tambah Wira lagi.
Adora menunduk malu lalu mundur perlahan dari tempatnya berdiri. Kaki Adora terus melangkah mundur. Sebatang pohon lapuk melintang di belakangnya.
“Aaawww!”
Adora tersandung dan tak bisa menjaga keseimbangan. Ia terjerembab ke arah tanaman perdu yang berduri besar-besar.
“Aduuuh ….” Ia meringis kesakitan. Tangannya terasa perih terkena duri. Tetesan darah mulai merembes dari lukanya yang cukup besar. Namun, ada yang lebih parah dari luka, yaitu rasa malu. Bisa-bisanya terjatuh seperti itu di hadapan Wira. Konyol dan sama sekali tidak anggun!
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Wira cemas. Nabiella yang mendengar rintihan Adora pun langsung berlari mendekat.
“Adora, kamu berdarah!” seru Nabiella kaget. Ia merogoh tas ranselnya, mencari obat luka. Sayang sekali, ia lupa membawa kotak P3K hari ini. Padahal biasanya tas Nabiella selalu lengkap seperti kantong Doraemon.
“Tanganku perih sekali …,” rintih Adora.
Wira mengeluarkan sapu tangan dari kantong celananya, lalu mengikat luka di lengan Adora dengan cekatan.
“Mudah-mudahan tidak serius lukanya,” ujar anak laki-laki itu menenangkan. “Nanti setiba di rumah, kamu harus segera membersihkan dan mengobati lukamu.”
Adora mengangguk dan tersenyum, memandang sapu tangan Wira yang kini membalut lengannya. Pipinya tiba-tiba bersemu merah.
“Ehem … Wira, aku belum pernah ke sini sebelumnya, apa kamu tahu ada apa saja di sekitar sini?” tanya Nabiella penasaran. Naluri petualangannya tiba-tiba muncul.
“Kata Ayahku, daerah ini adalah jantungnya hutan Dolla. Menurut cerita turun temurun, di dekat sini ada mata air terlarang. Ayah hanya bilang aku tidak boleh dekat-dekat ke area itu.”
“Kenapa?”
“Entahlah … mungkin ada sesuatu yang berbahaya di sana,” ujar Wira sambil mengangkat kedua bahunya.
“Aku mau ke sana!” seru Nabiella bersemangat. Adora tersentak mendengar permintaan nekad sahabatnya itu.
“Hah? Apapun alasannya, jangan berharap aku mau mengantar kalian ke
sana,” jawab Wira tegas. “Ayo kita pulang!”
“Ya, sudahlah Biel, hemat tenaga! Besok kita kan harus ….” Adora tak meneruskan kata-katanya, hanya memberi kode dengan tatapan mata agak lama. Nabiella langsung mengerti .
wow, tambah seru dan membuat penasaran. next, Thor <3
Asyiaap ^^