Pernak-pernik Ramadhan RaYa #8

Jalan menuju Syurga

Hari ke sembilan Ramadhan sudah menyapa, anak-anak sudah mulai terbiasa dengan rutinitas sahur, puasa, buka, tarawih, dan lainnya. Maryam pun sudah mulai terbiasa membantu Umma di dapur. Di sore yang mendung, Umma mengajak Maryam berkutat di dapur menyiapkan takjil spesial untuk Abah, Pisang ijo.

Saat mengupas pisang yang akan dibuat pisang ijo, Maryam terlihat merenung lalu menyentuh tangan Umma.

“Umma, Umma kok bisa masak banyak makanan dan kue. Umma belajar sama siapa?” tanya Maryam memecah kesunyian dan keseriusan Umma mengadon kulit pisang ijo.

“Hmmm, sama siapa ya? Banyak Kak, mulai dari Mama*, Tanti*, teman-teman Umma, buku resep, atau dari aplikasi sharing resep Nak,” jawab Umma.

“Terus, sejak kapan Umma belajar masak? Langsung bisa?” maryam melanjutkan pertanyaannya.

“Hmmm… Kayanya proses belajarnya yaa sejak seusia Maryam. Umma ikutin Mama di dapur, Mama ngasih tau nama-nama bahan dapur, ngajarin cara memotong yang baik, cara menyalakan kompor, terus pas Mama rasa Umma sudah bisa di depan kompor, baru deh diajarkan resep-resep sederhana. Umma masih ingat tuh, masakan pertama yang Umma buat, telur dadar,” Umma menjelaskan.

“Ooh, enak enggak Umma, telur dadarnya?” Maryam terus bertanya.

“Enggak, telurnya gosong, hehehe. Tapi, kata Mama, tidak perlu sedih, karena kegagalan itu bagian dari …” jawab Umma yang sengaja menggantungkan kalimatnya.

“Proses belajar,” sambung Maryam. Umma dan Maryam tertawa bersama.

Saat buka puasa bersama, adalah momen yang dinanti-nanti di setiap hari bulan Ramadhan, seperti malam ini. Abah sangat bahagia melihat menu takjil yang terhidang di meja makan.

“Masyaallah, Alhamdulillah,” ucap Abah setelah meneguk segelas air, memakan sebutir kurma, lalu lanjut makan es pisang ijo.

“Enak enggak, Bah?” tanya Maryam.

“Enak dong, buatan siapa dulu?” jawab abah.

“Ummaa dong,” semuanya berseru lalu tersenyum bersama.

Setelah itu, Umma membuka percakapan. “Oh iya dek, tadi Umma liat, Ustadzah Hikmah buka program Tahfidz dua pekan di bulan Ramadhan ini, kakak mau Umma daftarkan juga?” tanya Umma pada Maryam.

“Hmm, kayaknya belum dulu Umma,” jawab Maryam.

“Kenapa Nak?” Umma balik bertanya.

“Hafalan aku masih sedikit Umma, malu,” jawab Maryam lagi.

“Loh kenapa malu kak? Kan untuk kebaikan,” tutur Abah.

“Iya, sih Bah, tapi Maryam takut tidak bisa, kalau ada target hafalannya,” jelas Maryam.

“Dulu Umma waktu baru belajar masak, bahkan belum tahu resep dari menu apapun. Masih mending, Maryam sudah punya bekal sedikit hafalan,” Umma membujuk.

“Tapi, aku kan bisa hafalan sama Umma saja” Maryam masih mengelak.

“Anak Umma, In sya Allah belajar bersama dalam jamaah akan lebih memudahkan untuk kakak. Misalnya dengan program tahfidz ini,” tutur Umma.

“Umma, kayaknya Maryam dulu pernah ngasih tau Umma tentang kemuliaan menuntut ilmu deh, coba dijelasin lagi ke Umma,” tantang Abah.

“Kata Bu Guru, orang yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu akan dimudahkan jalannya menuju syurga Bah,” Maryam menjelaskan.

“Ooh begitu ya. Nah, sekarang siapa yang mau dimudahkan masuk syurga?” tanya Abah.

“Maryam.”

“Yahya.”

“Umma,” semuanya berseru.

“Semoga Allah izinkan kita semua berkumpul lagi di syurga ya,” tutur Maryam, haru.

“Aamiin Allahumma Aamiin,” Umma, Abah dan Yahya mengaminkan. Suasananya berubah sendu, terasa haru. Mengingat kampung halaman abadi yang dirindu.

“Jadi, gimana Nak? Mau Umma daftarin?” tanya Umma lagi memecah keheningan yang sempat menyelimuti beberapa menit lalu.

“Ikut aja kak, nanti dibeliin gamis baru sama Umma, iya kan Umma? Hehehe” ujar Yahya.

“Emang Yahya, harus dikasih hadiah dulu?” ledek Abah, semua kompak tertawa. Beberapa saat Maryam terdiam, namun kemudian dengan mantap mengangguk lalu berucap “Insya Allah Umma.”

*Mama: sebutan Maryam dan Yahya untuk Mama dari Umma

*Tanti: sebutan Maryam dan Yahya untuk adik Mama (tante Umma)

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar