Seusai sholat Zuhur, keempat sahabat itu membuka bekal makan siang yang sudah mereka siapkan dari rumah masing-masing. Nabiella membawa pasta dengan saus cumi hitam buatan ibunya. Adora mengeluarkan sekotak nasi kebuli kambing yang aromanya sangat lezat. Alana bertugas menyiapkan salad sayur dan buah dengan siraman minyak zaitun. Sedangkan Kalma membawa kue bolu pandan buatannya sendiri, sebagai hidangan pencuci mulut.
Keempat anak perempuan itu makan dengan lahapnya. Selain perut yang kosong, menu piknik mereka siang itu benar-benar menggugah selera. Alana menceritakan tentang peta temuan Adora pada Kalma dan Nabiella. Mereka semua sepakat untuk menyelidiki tempat yang ditunjukkan di peta itu.
Usai makan siang, para anggota Dollabella pun berjalan menyusuri jalan setapak yang sudah mulai tertutup rumput. Tampaknya sudah lama tak ada yang berlalu lalang di jalan kecil itu. Perjalanan ke arah mata air yang mereka tuju terus menerus mendaki. Keempat anak itu harus berhenti beberapa kali untuk mengatur napas dan membasahi kerongkongannya dengan beberapa teguk air.
Namun, akhirnya semua keletihan mereka terbayar. Pemandangan pantai yang terlihat dari puncak bukit itu sangat indah. Bahkan mereka bisa melihat pulau-pulau kecil lain di sekitar Pulau Dollisola.
“Lihat, itu dia tempat yang ditunjukkan oleh huruf ‘T’,tampaknya kita menuju ke sebuah gua!” Alana bersorak gembira.
Sebuah gua yang bentuknya mirip dengan tiram raksasa, menganga di hadapan mereka. Nabiella pun masuk mendahului teman-temannya, untuk melihat-lihat ke dalam gua. Udara di dalam gua itu terasa lembab dan sejuk. Tak ada yang istimewa di sana. Hanya ada sebuah tombol merah di dinding yang bertuliskan huruf ‘T’.
“Hei, lihat di sini ada tombol aneh!” Nabiella memanggil teman-temannya masuk ke dalam gua. Ketiga temannya pun penasaran dan masuk bergerombol.
Adora iseng-iseng memencet tombol merah tersebut. Tiba-tiba saja pintu gua yang berbentuk seperti tiram menganga itu mengatup rapat. Sesaat semuanya menjadi gelap gulita. Keempat anak perempuan itu pun panik dan ketakutan. Mereka saling berpegangan tangan.
“Apa yang harus kita lakukan? Oh, maafkan aku …” Adora berujar lirih sambil menahan tangis. Anak-anak yang lain hanya bisa diam, mereka tidak tahu harus berbuat apa.
Beberapa detik kemudian, tiram raksasa itu kembali membuka perlahan. Sinar matahari sedikit-demi sedikit masuk, diikuti dengan semilir angin sejuk yang menyeruak ke dalam gua. Alana pun lega, ia bergegas mengintip ke luar. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti, ia berdiri terpaku tak bersuara.
“Ada apa Alana?” tanya Adora.
“Hei teman-teman … lihatlah … pemandangan di luar semuanya berubah!” Alana berteriak seakan tak percaya. “Sepertinya kita sudah tak berada di Pulau Dollisola lagi,” tambahnya. Keempat sahabat itu saling bertukar pandang kebingungan melihat kondisi di luar gua. Seakan tak percaya dengan penglihatan mereka sendiri.