PETUALANGAN DOLLABELLA [Part 14 : Rahasia Ghazi]

Sebulan ini ada bintang baru di Sekolah Dollischola. Seorang anak lelaki bernama Ghazi. Awalnya anak berambut coklat pirang, berpostur tinggi tegap itu memang banyak diperhatikan. Ayah Ghazi adalah Pimpinan Angkatan Udara Negeri Dolla yang berdarah Turki, Jendral Pasha. Ibunya seorang keturunan Korea yang cantik sekali. Wajah Ghazi lebih mirip ibunya, tetapi matanya lebar dan hidungnya mancung, seperti ayahnya. Mungkin Taehyung BTS mirip sekali dengannya saat masih kecil.

Penyebab kepopuleran Ghazi adalah proyek kelas drama di mata pelajaran Sastra Dunia. Guru-guru memuji kemampuan Ghazi berakting saat pementasan drama di acara kunjungan Menteri Pendidikan. 

Setiap hari Rabu dan Jumat, Ghazi menggelar mini drama di kantin untuk menghibur kawan-kawan sekolahnya sambil makan siang. Hampir semua murid terhibur dengan kepiawaian Ghazi memerankan aneka tokoh. Ia bisa berakting sebagai pemuda yang cerdas –yang ini sih tidak mengejutkan, raja yang culas, bahkan memerankan kakek-kakek maupun anak kecil. Mini dramanya selalu ditutup dengan tepuk tangan riuh.

“Aku penasaran, bagaimana sih sifat Ghazi yang sebenarnya?” ujar Kalma tiba-tiba di sela-sela makan siang. 

Saat itu Ghazi dan kawan-kawan kelas dramanya tengah menggelar mini drama. Kali ini Ghazi berperan menjadi pedagang yang bangkrut. Murid-murid yang menonton kagum melihat perubahan Ghazi dari pedagang gagah perlente menjadi pria yang terus menunduk tidak percaya diri dengan pakaian lusuh tak karuan.

“Menurut kalian bagaimana? Apakah anak yang pandai akting bisa dipercaya?” kali ini Kalma bertanya kepada sobat Dollabellanya.

“ Kalau kamu begitu penasaran, kenapa tidak kau undang saja Ghazi buat makan siang bersama kita,” usul Alana. 

Nabiella, Adora, dan apalagi Kalma terkejut dengan usul Alana. Mereka kira ujaran tiba-tiba Kalma hanya akan menjadi bahan obrolan kecil saja. Melihat kesangsian kawan-kawannya, Alana lalu beranjak dari kursi dan segera ke arah kelompok Drama Ghazi yang baru menyelesaikan pentasnya.

Tak lama kemudian, Alana datang bersama Ghazi.

“Ghazi akan makan siang bersama kita kali ini. Kenalkan Ghazi, ini sahabat-sahabatku, Kalma, Nabiella, dan Adora,” kata Alana yang dijawab anggukan tiga sobatnya itu. Mereka masih kikuk karena tak menyangka Alana bertindak sangat cepat.

“Mmm … saya sebenarnya tahu kenapa kalian memanggil saya kemari, “ Ghazi berkata sambil agak menunduk. Ia tak berani menatap mata kawan-kawan yang baru saja dikenalnya itu. Sekarang, anak-anak Dollabella malah menjadi bingung.

“Oh begitu ya. Coba kau jelaskan kenapa, Ghazi.” kata Alana dengan tegas.

 Alana juga sebetulnya sebingung kawan-kawannya, tapi ia juga terkejut dan ingin tahu. Bagi Alana, bersikap teguh seperti itu bukanlah akting, memang begitulah Alana.

“Saya minta maaf karena telah mengikuti kalian sampai ke Jepang dan kembali lagi ke pulau Dollisola,” kalimat Ghazi menggantung. 

Perlahan-lahan ia mengangkat wajah turkinya yang sendu untuk melihat ekspresi gadis-gadis kecil itu. Keempatnya tampak terkejut. Wajah Nabiella  mengeras dan tangannya menggenggam seolah mau memukul Ghazi. Kalma melongo, tapi menyadari dengan cepat perubahan mimik Nabiella sehingga ia segera memegang bahu Nabiella sebelum hal-hal tak diinginkan terjadi. Adora memainkan ujung kerudung ungunya sambil mengernyitkan dahi. Hanya Alana yang tampak datar dan tetap terkendali.

“Kau tidak bercerita pada siapapun, kan?” Alana bersuara pelan tapi tegas. 

“Tentu tidak, hal seperti itu tak mudah dipercaya. Aku jaga rahasia kalian. Itu janji anak tentara.” Ghazi mencoba meyakinkan dengan wajah yang keras dan yakin. 

Kalma tersenyum sangsi, ujung bibir sebelah kanannya naik sedikit ke atas.

“Kamu harus tebus kesalahanmu!” tiba-tiba Nabiella angkat bicara. Tampaknya kemarahan Nabiella sudah terkendali.

 Ghazi kelihatan terkejut, “Bagaimana? Aku akan lakukan apa saja sebisaku.” Ghazi tampak sungguh-sungguh dengan ucapannya.

“Kami akan ke Palestina. Tapi kau tahu di sana berbahaya, apalagi bagi anak-anak perempuan. Kau harus ikut dan menjadi pengawal kami,” tegas Nabiella. Kali ini ketiga sahabatnya yang lain ganti memelototi Nabiella. Nabiella betul-betul tak pernah membicarakan ini dengan mereka.

“Baik … kapan?” tanya Ghazi. Suaranya terdengar cemas, tapi antusias. 

“Besok pagi jam 5 di Dollisola, tepat di depan tiram,” Nabiella kembali menjawab dengan tenang dan tegas. 

“Baiklah ….” Ghazi agak heran dengan permintaan Nabiella, tapi ia tak bisa menolak permintaan gadis bermata biru itu untuk dilindungi. Tugas penting seorang pria adalah melindungi para wanita dan anak-anak. Demikian pesan ayahnya yang tertancap di dalam jiwa Ghazi.  Ghazi kemudian pamit dan undur diri dari meja makan mereka.

Begitu Ghazi menjauh, anak-anak Dollabella menginterogasi Nabiella. “Biel, apa-apaan sih kamuuuu!” protes Adora gemas. Adora paling tidak suka petualangan, apalagi yang membuatnya terlihat kusut bahkan terancam tertembak. 

“Tenang kawan-kawan, lihat ini.” Nabiella mengeluarkan sebuah brosur pertunjukan amal. Lokasinya di Istana Presiden Negeri Dolla. Tertulis disana

Pertunjukan Amal untuk Palestina. Drama oleh Ghazi dan Kelas Drama Dollischola

“Aku cuma ingin membantunya menjiwai cerita, sekaligus ingin membuktikan apakah ia betul-betul tahu tentang tiram kita. Bagaimana? Boleh?” Nabiella menatap sahabat-sahabatnya dengan tatapan mata birunya yang berbinar. 

“Kalau Nabiella sudah minta, ya sudahlah …” Adora pasrah. “Hanya saja, aku nggak mau sampai lecet, oke?” katanya lagi. 

“Kurasa, aku juga ingin membuktikan kalau kepribadiannya normal” jawab Kalma sambil nyengir. 

Alana mengangguk-angguk. “Baiklah, kita tunggu dia di hari Sabtu,” tutupnya sebelum mereka kembali ke kelas.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar