PETUALANGAN DOLLABELLA (Part 16 : Balon Udara)

Nabiella bersama ketiga temannya sedang asik membaca buku cerita di perpustakaan sekolah. Adora tampak tertawa kecil sambil menahan suara, karena cerita lucu yang sedang dibacanya. Tiba-tiba saja sesosok anak laki-laki mendekat.

“Sstt … Sstt …” usiknya menarik perhatian keempat anak perempuan itu.

“Ghazi, ada apa?” tanya Adora sambil tetap menatap bukunya.

Kalma, Nabiella, dan Alana pun sejenak menghentikan aktivitas membacanya.

“Aku punya berita bagus,” seru Ghazi bersemangat.

“Kamu disuruh tampil di acara kemanusiaan lagi?” tanya Kalma tak tertarik. Sejak Ghazi dan kelompok dramanya menjadi pemenang dalam lomba drama Palestina tempo hari, anak itu jadi semakin sibuk dan terkenal. Bahkan Menteri Pendidikan pun sampai hadir memberikan penghargaan untuk sekolah mereka. Jumlah Donasi untuk Palestina dari sekolah mereka terkumpul paling banyak.

“Besok ada festival balon udara di Pulau Dollisola, kalian mau ikut?” ujar Ghazi sambil setengah berbisik. Ia tak ingin mengganggu anak lain di perpustakaan itu.

“Mauuu,” pekik keempat anak perempuan itu kegirangan.

Tiba-tiba seluruh mata di ruangan yang seharusnya hening itu memandang mereka. Nabiella dan teman-temannya sampai tak sadar bahwa mereka sedang berada di perpustakaan.

“Maaf, kami keceplosan sehingga mengganggu kalian,” ucap Nabiella malu.

Lalu kelima anak itu bergegas keluar dari perpustakaan untuk membicarakan rencana seru mereka esok hari. Siapa yang tidak tertarik melihat balon udara yang berwarna-warni itu.

***

“Wah, banyak sekali balon udaranya.”Nabiella berseru takjub. Ini adalah pertama kalinya ia melihat balon udara dari dekat dan jumlah yang banyak.

Pagi itu cuaca begitu cerah. Pulau Dollisola dipenuhi oleh balon udara berwarna-warni yang tak lama lagi akan diterbangkan. Para pilot sedang menyiapkan balon udaranya masing-masing.

“Seru ya kalau kita bisa naik balon udara bersama-sama,” celetuk Kalma.

“Pemandangan dari atas sana pasti bagus,” ujar Alana yang seumur hidupnya bahkan belum pernah naik kapal terbang.

“Ya, tapi tiketnya pasti mahal, tidak akan cukup dengan uang saku kita,” keluh Nabiella murung.

Ghazi muncul menyeruak dari keramaian di sekitar balon-balon itu. “Maaf aku terlambat,” ujarnya menyesal. “Ada berita bagus! Ayahku punya empat tiket gratis, apakah kalian mau mencoba naik balon udara?” tanya Ghazi. Hari ini Ayah Ghazi ikut menjadi salah satu pilot yang menerbangkan balon udara itu.

“Hah? Kamu serius?” Tanya Nabiella. Matanya berbinar-binar seakan baru dapat durian runtuh.

“Tentu saja, kita bisa naik balon udara yang diterbangkan oleh ayahku,” jawab Ghazi yakin sambil tersenyum. “Anggap saja sebagai bentuk ucapan terima kasihku untuk perjalanan kita ke Palestina dulu,” tambahnya lagi sambil memelankan suara. Khawatir ada orang lain yang mendengar.

Keempat anak itu bersorak kegirangan. Alana bahkan berkali-kali mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia tidak sedang bermimpi. Ghazi memandu mereka berjalan menuju sebuah balon udara berwarna oranye. Di sana sudah ada Om Pasha, ayah Ghazi. Beliau adalah seorang pilot andalan di Negeri Dolla. 

“Selamat datang di Volarancione, kalian teman-temannya Ghazi ya?” sambut Om Pasha ramah. Balon udara yang akan mereka naiki rupanya bernama Volarancione. 

“Silakan naik. Hari ini kita akan bersenang-senang di udara,” Om Pasha mengarahkan tangannya untuk memberi isyarat.

Kelima anak itu pun menaiki balon udara satu persatu, dibantu oleh Om Pasha. Mereka sudah tak sabar ingin segera mengudara, meskipun ada sedikit perasaan gugup, berharap perjalanan mereka akan baik-baik saja.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar