Nabiella dan Adora adalah teman sekelas di Dollischolla. Rumah mereka searah, jadi mereka seringkali berjalan bersama saat pergi dan pulang sekolah. Biasanya mereka akan menempuh rute yang sama, tapi kali ini Nabiella mengajak Adora untuk melewati jalan yang lain.
“Adora, kamu tahu nggak, sebenarnya ada jalan pintas lho menuju rumah kita.” kata Nabiella dengan mata birunya berbinar-binar.
“Aaah, aku jera kamu ajak mencari jalan pintas. Pekan lalu kita kan tersesat sampai ke Sungai Chiaro, untung bisa pulang,” jawab Adora sambil mendengkus. Tangannya dilipat di depan dada, bola matanya yang coklat mengerling ke atas seakan ingin menyusul bulu matanya yang panjang dan lentik.
“Hihi … kali ini enggak deh, aku sudah berkali-kali melewatinya. Itu lho, lewat gang Galapetto,” Nabiella masih semangat membujuk Adora.
“Hah? gang Galapetto kan sempit dan gelap, Nabiella! Nggak bahaya?” Adora makin melotot. Kali ini ia berkacak pinggang sambil menjejakkan sepatu merah muda dengan motif sakuranya ke jalanan. Kerudungnya yang berwarna merah muda juga ikut melambai-lambai seolah ikut tak setuju.
“Enggak! malah orang di sana baik-baik. Aku bahkan punya kenalan beberapa anak perempuan seperti kita. Ayolah Adora … kita bisa lebih cepat lho sampai ke rumah,” Nabiella merajuk sambil memasang senyumnya yang termanis, hingga lesung pipit menghiasi pipinya yang berbintik coklat itu.
Adora berpikir sejenak, ia tergoda juga. “Ya sudah, awas kalau bikin aku tersesat, atau bikin bajuku kotor, atau bikin sepatuku rusak!” sungut Adora. Sebenarnya Adora sudah hafal betul kalau sahabatnya itu berkeinginan akan sulit diubah. Selain itu, Adora juga enggan berjalan sendirian karena kadang-kadang ada saja anak lelaki iseng yang memanggil-manggil namanya. Genit! nggak berguna! pikir Adora.
Beda halnya kalau ia berjalan bersama Nabiella. Kalau ada anak lelaki yang mencoba mengganggunya, pasti akan ditantang balik oleh Nabiella. Minimal mereka akan dibentak Nabiella. Kalau sudah begitu, anak-anak nakal itu pasti lari terbirit-birit.
“Hihihi … Siap Tuan Puteri Dollischolla,” Nabiella segera menggandeng tangan Adora sebelum sahabatnya itu berubah pikiran. Sambil berjalan, Nabiella pun menceritakan pertemuannya tempo hari dengan Alana. Adora tak sabar ingin berkenalan juga dengannya.
***
Tak lama kemudian, dua sahabat itu tiba di mulut Gang Galapetto. Sebuah gapura yang terbuat dari ukiran kayu dengan tanaman sulur di kanan kirinya, menyambut mereka yang baru datang.
Mereka masuk ke jalan kecil yang hanya cukup dilewati oleh sebuah mobil. Kanan kirinya berupa tembok rumah tinggal. Beberapa pot bunga terlihat berbaris rapi sampai di persimpangan jalan.
Baru saja akan melangkah masuk ke mulut Gang Galapetto, Adora sudah siap siap menyingsingkan rok seragamnya. Tadinya Adora juga hendak melepas sepatunya karena ia melihat beberapa genangan , tapi Nabiella mencegahnya.
“Nggak apa-apa Adora, cuma becek sedikit, kok,” Nabiella meyakinkan sahabatnya.
Awalnya, Adora kira Gang Galapetto itu gelap, bau, dan banyak dihuni oleh orang jahat. Tetapi baru beberapa langkah ia memasukinya, rasa kagum segera membuat matanya bulatnya berbinar. Tak hanya matanya yang takjub, tapi hidungnya yang lancip khas Arab juga dimanjakan oleh wewangian bunga.
Rumah-rumah di Gang Galapetto memang serba mungil, tapi hampir di setiap rumah selalu ada tanaman yang menghiasi pintu dan jendela. Hari itu tanaman-tanaman bunga bermekaran. Ada bunga melati, mawar, juga dahlia. Adora tak henti hentinya berlari menghampiri aneka bunga itu, lalu diam sebentar mencium harumnya dan mengagumi keindahannya.
“Nabiella, ternyata Gang Galapetto itu cantik ya!” Adora tak tahan berkomentar. Nabiella tersenyum penuh kemenangan.
“Ayo kita belok sini,” ajak Nabiella “Bunga-bunganya lebih banyak lagi!” Adora segera mengikuti, ia takut tersesat.
Belok kanan, lalu belok kiri, lalu belok lagi, dua sahabat itu asyik mengobrol sambil berjalan dan menikmati bunga-bunga, suara cicit burung, kucing yang bergelung, dan ramai tawa anak-anak yang sedang berlarian.
Bruuuk!
Tiba tiba seorang anak lelaki menabrak Adora dengan keras. Nabiella mundur selangkah, Anak itu terengah-engah seperti habis dikejar sesuatu atau seseorang. Tangannya menggenggam plastik hitam.
“Hei, kamu kenapa?” Adora penasaran. Anak itu tak menjawab tapi malah segera berlari lagi.
Adora dan Nabiella berpandangan. Mereka sama-sama penasaran dan memutuskan untuk mengikuti anak tadi, tapi mereka tak ingin anak itu tahu.
Anak laki-laki itu masuk ke gang yang lebih kecil lagi, kanan, kiri, kanan, kiri lagi. Wah, Adora sampai tak hapal, tapi ia tenang karena menurutnya Nabiella pandai mengingat jalan.
Anak lelaki itu berdiri di depan sebuah rumah. Rumah itu tak seperti kebanyakan rumah di Gang Galapetto, temboknya begitu kusam. Di samping rumah itu ada pohon mangga yang tak henti menggugurkan daun, sehingga halaman rumah itu pun penuh daun-daun kering.
Si anak lelaki itu kini mengetuk pintu rumah. Adora dan Nabiella menahan napas karena sangat ingin tahu apa yang tengah dilakukan oleh anak lelaki itu. Pintu terbuka, seorang anak perempuan yang manis mengintip dari pintu. Wajahnya sembab. Terlihat bekas air mata masih meleleh di pipinya. Tapi saat melihat anak lelaki itu, senyumnya terkembang. Ia mengusap air matanya dengan tangannya yang kecil lalu keluar dari pintu.