“Nabiella! Kamu jahat! Sudah kubilang aku akan menggantinya. Kamu nggak perlu membentak aku begitu!”
Sedu Adora sore itu mengagetkan teman- temannya yang sedang asyik membaca di taman. Nabiella, Alana, Kalma, dan Adora kini semakin sering main bersama. Mereka segera menghampiri Adora yang sedang berdebat dengan Nabiella. Nabiella tampak tak acuh, namun tangannya terkepal. Sementara Adora terus bicara sambil menahan tangis. Begitu Kalma dan Alana sampai, Nabiella malah pergi tanpa berkata-kata.
Kalma spontan mengejar Nabiella dengan berlari secepat yang ia bisa. Sayang, Nabiella malah berlari lebih cepat sehingga posisinya jauh di depan dan menghilang di belokan.
“Hufh! Percuma mengejar Nabiella!” keluh Kalma sambil mengatur napasnya yang terengah-engah.
Gadis kecil itu terduduk di pinggir jalan sambil membetulkan bandana pita merahnya. Kerongkongannya terasa kering setelah berlari sprint begitu. Kebetulan, ada penjual es kora-kora yang lewat.
“Bang, buatkan tiga gelas ya!” kata Kalma setelah menyetop tukang es kora-kora.
“Kok pesennya tiga?” tanya tukang es kora-kora yang terlihat heran. Ia membayangkan mungkin gadis kecil itu punya perut yang bisa melar.
“Ada yang pesan, Bang, sebentar lagi datang,” kata Kalma santai sambil menyeruput esnya yang sudah dibuatkan.
Benar saja, tak lama setelah es selesai dibuat, Alana dan Adora sampai ke lokasi Kalma. Mereka habis berlari sehingga nafas mereka pun masih memburu.
“Lha, kok malah minum es? Mana Nabiella?” kesal Alana. Kalma tersenyum santai,
“Sudahlah … aku tahu dia dimana. Kalian capek ya? Ayo minum dulu, sudah kubelikan.”
Mereka bertiga akhirnya duduk mengobrol sambil minum es kora-kora.
“Sepertinya aku meremehkan perasaan Nabiella … seenaknya aku bilang bisa menggantikan. Aku kira Nabiella tak akan semarah itu,” sedih Adora sambil mengaduk-aduk es kora-koranya yang sudah tinggal sepersepuluh gelas.
“Adora, sebenarnya apa sih yang kau hilangkan itu?” tanya Kalma penasaran.
Sobat-sobatnya mengenal Nabiella sebagai anak yang suka bertualang dan mengambil resiko. Ia jarang sekali terpancing oleh hal-hal sepele, karena itulah perilaku Nabiella kali ini sungguh mengherankan.
Melihat kekhawatiran teman-temannya, Adora menghela napas pelan-pelan sebelum akhirnya menjawab singkat. “Kerudung,” Adora menggigit bibirnya lalu melanjutkan
“Kata Nabiella kerudung itu buatan China. Aku pikir itu kerudung biasa karena rasanya hampir semua kerudung buatan China, kan?” Adora terdiam sejenak. “Saat akan kukembalikan, aku tak bisa menemukannya di dalam tasku. Lalu kubilang kalau nanti akan kuganti, tapi Nabiella tiba-tiba marah besar.” Adora bersandar pada pohon dan menatap langit.
Usai mendengar penjelasan Adora, Alana tiba tiba berdiri dan berkata lantang “Tak diragukan lagi, itu adalah kerudung yang sangat berharga! Kawan-kawanku, Nabiella membutuhkan kita. Kita harus menemukannya kembali!”
Adora dan Kalma melongo, tukang es kora-kora pun heran. Alana bertingkah bak calon presiden yang tengah berkampanye.
Usai makan es kora-kora, tiga sahabat Dollabella segera beranjak menuju rumah Nabiella. Ya, seberapa jauh pun petualangan gadis tomboy itu, rumah selalu jadi tempatnya kembali. Ibu Nabiella membukakan pintu untuk mereka seraya tersenyum. Aroma lontong medan hangat segera menyambut mereka.
“Semoga ditawari makan,” kata Kalma berbisik, yang membuatnya dipelototi Adora dan Alana.
Tentu saja tidak mungkin mereka makan karena Ibu Nabiella langsung memanggil Nabiella turun. Adora tampak gugup dan memainkan ujung kukunya yang berhias kutek warna warni, seiring suara kaki Nabiella menuruni anak tangga. Ia menahan nafas saat Nabiella duduk tepat di depannya.
Buru-buru Adora berkata, “Nabiella, maafkan aku, aku seharusnya tahu kalau kerudung itu sungguh berarti buatmu.”
“Nabiella, kami akan membantu mencari kerudungmu. Sampai ketemu! Janji Insya Allah.” Kalma meyakinkan dengan senyum manis dan kerjap matanya yang teduh yang membuat sulit untuk tidak mempercayai anak itu. Alana mengangguk. Adora menunggu.
“Sudahlah, tak perlu dicari! Dimana-mana banyak kerudung made in China, kan!” sinis Nabiella yang kelihatannya masih kesal kepada Adora.
“Sepertinya aku menghilangkannya di sekolah, masih ada harapan!” kata Adora. “Semua barang aman di sekolah, bukan? Aku yakin setidaknya bu Gina atau pak Rizal penjaga sekolah akan menyimpannya.”
Nabiella sedikit lega, ia berharap demikian pula
“Bagaimana ciri cirinya, Biel?” selidik Kalma.
“Oh ya, kami nggak pernah melihat kamu semarah ini sebelumnya … pasti kerudung itu sangat spesial ya?” sambung Alana terdengar sangat penasaran.
Nabiella mendesahkan nafas berat. “Iya, itu kerudung yang sangat istimewa. Ceritanya tiga tahun yang lalu. Saat itu ayah mengajakku ke kota Xi’an, disanalah sejarah kerudung itu bermula. Kerudung biru laut berhias payet bunga mungil …”