Lili, ayo, bangun!” Bunga mengguncang-guncang badan Lili.
Lili menggeliat enggan. Tapi mau tak mau ia harus bangun. Hari ini mereka sekeluarga akan berangkat ke rumah nenek.
“Ayo, cepat bangun!” Bunga menarik lengan Lili agar dia bangun.
Bunga sangat senang, baru kali ini ia akan melaksanakan puasa di rumah nenek. Tahun ini memang mereka sekeluarga pindah ke kota yang sama dengan tempat tinggal nenek.
Tak lama kemudian terdengar suara ibu meminta Bunga dan Lili untuk bergegas. Lili cepat-cepat mandi dan berganti pakaian. Sedangkan Bunga berlari menghampiri ibu. Ia senang melihat kesibukan orang-orang yang sedang mempersiapkan barang.
“Nanti di rumah Nenek jangan nakal yah. Pasti semua orang sibuk nantinya.” Ibu memperingatkan Bunga dan Lili.
Kakak adik itu saling berpandangan, lalu sama-sama nyengir. Jelas sekali kalau mereka sudah menyusun rencana untuk jalan-jalan di desa.
Ayah berseru dari dalam mobil, memerintahkan semua orang untuk segera naik. Mpok Iyem kelihatan repot sekali membawa banyak barang. Dia berusaha duduk nyaman di antara tumpukan barang yang tersusun rapi di bagian belakang mobil.
“Kita berangkat!” seru ayah sambil menekan klakson mobil keras-keras.
Bunga dan Lili tertawa senang. Sepanjang jalan mereka bernyanyi tanpa henti. Pemandangan desa yang indah semakin menambah semangat mereka berdua.
Setelah sejam, mereka pun sampai ke rumah nenek. Nenek berseru senang begitu mobil masuk ke halaman rumahnya yang luas. Dia menuruni tangga rumah, lalu menyambut tamu yang datang dengan senyum yang lebar.
“Selamat datang cucu-cucu nenek tersayang!”
Bunga dan Lili berhamburan keluar. Mereka bergantian memeluk nenek. Bunga sangat suka wangi lemari tua yang tercium dari pakaian nenek. Ia memeluk nenek sangat erat. Kemudian mereka berdua masuk ke rumah dan memberi salam pada kakek.
Setelah saling melepas rindu, para orang dewasa kembali sibuk. Mpok Iyem langsung masuk ke dapur. Sekilas terlihat dia membawa bakul yang berisi banyak sayuran.
Ayah dan kakek mengobrol sebentar di teras rumah. Ibu dan nenek terlihat sibuk memasukkan sesuatu ke dalam kantung kertas.
“Ayo, kita siap-siap berangkat lagi!” seru ibu pada Bunga dan Lili.
“Asyik, akhirnya kita jalan-jalan!” Lili berjingkrak kegirangan. Diikuti senyum lebar Bunga. Mereka yakin ibu akan mengajak mereka keliling desa.
Tapi Lili kecewa ketika ibu membawa mereka berjalan kaki. Bunga juga sedikit bingung dengan tingkah para orang dewasa. Sebenarnya mereka akan pergi ke mana?
Selama mereka berjalan ada banyak keluarga lain yang mengiringi. Di sepanjang jalan juga banyak yang menyapa nenek dan kakek. Mereka berjalan lumayan jauh hingga tiba di sebuah taman yang luas.
Taman pemakaman itu dipenuhi orang-orang. Mereka membawa bungkusan berisi kembang warna-warni dan botol air. Bunga baru menyadari jika kantong kertas yang dijinjing ibu juga berisi kembang dan air.
Ibu kemudian mengajak Bunga dan Lili mengirim doa untuk paman mereka. Walaupun sedikit kecewa karena tidak dibawa jalan-jalan, Bunga dan Lili mengikuti saja apa yang diminta oleh ibu.
Bunga dan Lili memperhatikan, ternyata semua orang melakukan hal yang sama. Tak lama kemudian Kakek mengajak mereka pulang. Sebagian besar orang di pemakaman juga tampak sudah selesai berdoa.
Setiba di rumah nenek kembali, Bunga dan Lili terkejut ketika menyadari di dapur ada banyak orang. Mpok Iyem terlihat sangat sibuk memimpin mereka memasak. Besek-besek juga sudah tersusun rapi di meja dapur. Mereka seperti sedang menyiapkan makanan untuk pesta.
“Atau mungkin masak untuk sahur,” celetuk Lili tiba-tiba.
Bunga hanya mengangkat bahu. Ia sedikit bingung dengan berbagai kejadian hari ini. Karena memang baru kali ini mereka ikut ramadan di rumah nenek.
Bunga dan Lili kecewa karena ibu jadi sibuk di dapur. Ayah dan kakek juga sibuk mengobrol. Bunga pun mulai merengek pada ibu. Ia mengajak ibu jalan-jalan keliling desa naik mobil.
“Bunga, jangan seperti itu. Kalau ibumu sudah selesai memasak, pasti Bunga juga diajak jalan-jalan.”
Bunga merengut kesal karena ditegur nenek. Sementara itu, ibu-ibu di dapur makin sibuk saja. Besek-besak mulai ditata untuk diisi. Masih tanda tanya untuk apa mereka masak sebanyak itu.
Karena semua orang sibuk. Bunga dan Lili berinisiatif bermain sendiri. “Bagaimana kalau kita keliling desa sendiri?” Lili bertanya pada Bunga yang masih cemberut.
Bunga langsung menyambut ide tersebut. Jadilah mereka berdua keluar rumah berdua saja. Bunga dan Lili berkeliling desa. Mereka mendapati Musala desa sedang dibersihkan. Penduduk desa juga tampak sibuk di rumahnya masing-masing. Bunga dan Lili akhirnya pulang ke rumah setelah puas berkeliling desa.
Walaupun senang karena telah jalan-jalan. Bunga tetap kesal karena ibu tidak menemaninya.
Ketika pulang, besek-besek sudah penuh dengan makanan. Kemudian ketika menjelang magrib, ibu dan nenek mengajak mereka ke musala. Ibu, nenek, ayah, dan kakek, masing-masing membawa besek.
“Ada apa di musala kira-kira?” tanya Bunga pada Lili.
Lili hanya mengangkat bahu. Ia sama bingungnya dengan Bunga. Hari ini banyak sekali kejadian yang tidak ia mengerti.
Bunga dan Lili mengikuti para orang dewasa berjalan kaki ke musala. Setiba di sana sudah ramai sekali. Setiap orang membawa besek. Dan besek-besek itu dikumpulkan jadi satu. Kemudian mereka salat magrib berjamaah.
Setelah salat magrib, semua besek dikumpulkan di tengah musala, lalu didoakan.
Bunga dan Lili mulai tak sabar. Mereka merengek minta pulang pada ibu. Mereka juga ingin jalan-jalan.
“Jangan ribut terus Bunga, Lili!” Nenek meminta mereka berdua untuk diam dan memperhatikan.
Bunga dan Lili pun menurut. Setelah besek-besek itu selesai didoakan, lalu dibagikan. Setiap orang membawa pulang besek yang berbeda dengan yang tadi mereka bawa.
Bunga dan Lili ikut antre dengan anak-anak lainnya. Setelah mendapat besek, mereka pun menghampiri nenek.
Nenek kemudian menunjuk dua anak perempuan yang sebaya dengan Bunga dan Lili. “Lihat, mereka berdua tidak punya ibu. Tidak ada yang membawa mereka jalan-jalan.”
Bunga dan Lili tertegun sambil memperhatikan kedua anak yang ditunjuk nenek.
“Ini pentingnya acara ini. Untuk berbagi dan membina kebersamaan. Agar orang-orang yang tidak seberuntung kita bisa ikut merasakan kebahagiaan,” lanjut nenek lagi.
Bunga dan Lili terdiam mendengar cerita nenek. Sepanjang jalan pulang juga mereka jadi banyak diamnya.
Setiba di rumah, setelah semua orang selesai menikmati isi beseknya masing-masing. Bunga pun menghampiri nenek dan ibu. Ia meminta maaf karena manja dan telah membuat kesal dari kemarin. Lili juga ikut meminta maaf.
“Nek, acara di musala tadi itu acara apa sebenarnya?” tanya Lili kemudian.
Nenek tersenyum mendengar pertanyaan Lili. “Orang-orang menyebutnya megengan. Acara untuk menyambut ramadan,” jawabnya.
Bunga dan Lili memperhatikan dengan serius setiap kata yang diucapkan oleh nenek.
“Megengan biasanya diawali dengan ziarah di sore hari. Lalu dilanjutkan membawa ambengan yang berupa makanan dalam besek ke musala atau masjid. Tujuannya untuk berbagi dan kebersamaan,” lanjut nenek lagi.
Bunga dan Lili tertegun, teringat kedua anak perempuan tadi di musala. Mereka bersyukur masih punya ibu.
“Nek, tahun depan Bunga mau ikut megengan lagi di sini.” Tiba-tiba Bunga berkata penuh antusias.
Nenek tertawa mendengarnya, lalu mengangguk-angguk.
“Aku juga, Nek!” seru Lili tiba-tiba. “Janji deh kita pasti ikut membantu di acara megengan tahun depan.”
Bunga mengangguk tegas tanda setuju. Nenek tersenyum lebar. Dia sangat senang karena kedua cucunya dapat memahami adat dan kebudayaan menyambut bulan ramadan.
Sumber foto :Pixaby
Cerpen ini diikutsertakan dalam lomba Cipta Cerpen Anak PaberLand 2024.