RENDANG ENAK, GA ADA OBAT!

Nana minggu depan akan berulang tahun yang ke sepuluh. Bunda ingin mengadakan syukuran sederhana dengan mengudang teman-teman Nana makan siang di rumah pada akhir pekan. Ulangtahun Nana tahun ini memang jatuh di hari Sabtu. Tapi Nana dan Bunda belum sepakat. Nana ingin mengajak teman-temannya makan di restoran Korea yang lagi viral di kotanya. Sedangkan Bunda ingin menjamu teman-teman Nana dengan makanan tradisonal Minang, daerah asal Bunda. “Yaa, ga seru dong Bun, masa disuguhi makanan sehari-hari yang kita makan?” Nana tidak sependapat dengan Bunda. Tapi Kak Rafi malah mendukung Bunda. “Masakan Bunda itu enak lo Na, kelas restoran. Pasti teman-temanmu suka.” “Kakak saja tidak pernah bosan makan rendang, dendeng, dan lauk lainnya.” Nana cemberut. Dia tetap tidak setuju dengan rencana Bunda, walaupun didukung Kak Rafi.

Pada pelajaran IPS, Bu Rini memberikan tugas kepada siswa untuk mencari resep makanan tradisional yang paling mereka sukai. “Kalian harus lebih mengenal dan cinta makanan tradisional yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, daripada makanan-makanan asing yang sekarang menyerbu pasar kuliner kita.” “Jangan sampai kalian lebih kenal makanan Korea ketimbang makanan dari Aceh, misalnya.” Tambah Bu Rini. “Jika hanya resepnya, kalian pasti bisa menemukan di Google. Tapi kan jika belum pernah mencicipi, kalian tidak bisa menjelaskan apa rasanya. Apakah betul enak dan disukai? Belum tentu kan.” Para siswa langsung ramai. “Beli saja di restoran makanannya. Setelah itu cari resep di internet.” Usul Dika. “Waah, mamaku tak pernah memasak makanan tradisional. Paling-paling telur ceplok.” Seru anak yang lain. “Waktu untuk tugasnya selama dua minggu, cukup yaa….” Kata Bu Rini. “Baik Bu Guru.” Jawab para siswa. Nana tidak terlalu memikirkan tugas itu. Tidak sulit, begitu pikir Nana. Setiap hari Bunda memasak makanan kesukaannya yang merupakan makanan tradisional juga, baik dari kampung halaman Bunda yaitu Ranah Minang maupun kampung halaman Ayah, Yogyakarta.

Pulang sekolah, Bunda ternyata sudah menyiapkan kartu undangan ulangtahun yang akan Nana bagikan ke teman-teman. Terngiang ucapan Bu Rini tadi di sekolah tentang cinta kuliner Indonesia. Nana sudah tidak bersemangat untuk mempertahankan keinginannya mengajak teman-teman makan di restoran Korea. Walau belum sepenuhnya bisa menerima usulan Bunda. Nana menyanggupi untuk membagikan undangan ulangtahunnya kepada teman-teman di keesokan harinya.

Hari ulangtahun Nana pun tiba. Teman-temannya diundang untuk makan siang di rumah. Bunda sudah menyiapkan berbagai hidangan khas Minang dan Yogyakarta. Ayah dan Kak Rafi membersihkan rumah dan menata karpet-karpet di ruang tengah serta kursi-kursi di halaman belakang. Nana sendiri membantu Bunda menyiapkan peralatan makan dan pakaian terbaiknya yang akan dikenakan pada acara nanti. Setelah waktu sholat Dhuhur, teman-teman Nana mulai berdatangan. Ada 19 anak karena teman sekelasnya ada 24 orang. Beberapa anak sudah izin pada Nana untuk tidak hadir karena sudah punya acara dengan keluarganya. Tentu saja sambil mengucapkan selamat ulang tahun melalui pesannya untuk Nana.

Setelah membaca doa yang dipimpin oleh Ayah, teman-teman Nana dipersilahkan mencicipi hidangan. “Ayo anak-anak, jangan malu-malu yaa. Ini hidangan khas dari daerah asal Ayah dan Bunda. Dimasak dengan penuh cinta oleh Bunda.” Begitu ajak Ayah mempersilahkan teman-teman Nana mengambil makanan. “Waaah….. Terimakasih Om, kelihatannya semua enak.” Seru Dika, mewakili teman-temannya. Namun tiba-tiba Andre mengacungkan tangannya. Teman-temannya heran, mau apa Andre? “Om dan Tante serta Nana, bolehkah nanti makanan-makanan ini kami peroleh resepnya?” “Teman-teman, bukankah kita ada tugas IPS untuk menulis resep makanan tradisional?” Tambah Andre. “Setuju!…. Setuju!” teman-temannya ramai mendukung usul Andre. “Usul yang brilian.” Tentu saja Ayah dan Bunda serta Nana tidak keberatan. Malah mereka senang dan merasa tersanjung dengan usulan Andre tersebut. “Baiklah. Silahkan dicicipi dulu yaa…. Nanti setelah selesai makan, kalian boleh bertanya resepnya kepada Bunda, makanan yang paling disukai.” Ujar Nana gembira. Ia tidak menyangka, pesta ulangtahunnya menjadi kegiatan yang berguna untuk teman-temannya. Semua bertepuk tangan. Dengan cekatan, Kak Rafi membantu menyiapkan kertas kosong dan alat tulis untuk teman-teman Nana.

Acara makan siang syukuran ulangtahun Nana berlangsung meriah. Isi meja makan berupa nasi dengan lauk pauk khas Minang dan Yogya segera ludes. Saat mereka mengambil makanan, Bunda sekalian memperkenalkan nama makanannya. “Ini namanya dendeng balado. Kalau ini gudeg. Naah…. Yang ini rendang. “ Semua anak bergantian mengambil makanan dan mencicipi hampir seluruh hidangan.“Tante, aku suka dendeng balado.” Seru Dika. “Aku boleh catat ya resepnya.” Bunda mengangguk sambil tersenyum. “Ayo sini, dengarkan baik-baik ya.” Beberapa anak lain yang juga suka makanan itu, mendekat membawa kertas dan pulpen. Setelah selesai, giliran Nana yang bicara. “Bunda, Nana mau mencatat resep rendang yaa. Walau sudah sering mencicipi rendang buatan Bunda, tapi yang kali ini rasanya enaaak…. Sekali. Ga ada obat!” Nana menirukan seorang youtuber kanal kuliner. Semua tertawa mendengarnya. “Tentu saja rendang kali ini terasa enak sekali oleh Nana, ga ada obat! Karena dibuat sepenuh cinta Bunda dan dinikmati di syukuran ulangtahun Nana bersama teman-teman tercinta.” Kata Ayah. Nana menghambur ke pelukan Bunda. “Terimakasih ya Bunda…. Maafkan Nana sempat tidak setuju dengan rencana Bunda.” Semuanya tersenyum bahagia mendengar kata-kata Nana. Sebuah syukuran ulangtahun yang mengesankan.

“Cerpen Ini Diikutsertakan dalam Lomba Cipta Cerpen Anak Paberland 2024”

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar