Tadi, Ibu Siti bilang anak-anak kelas III boleh ke kantin bila jam rehat berbunyi.
Tiba-tiba, dari sudut kelas terdengar suara melengking keras. Tampaknya, Naily menjerit sambil menangis. Tas miliknya dibuka dan dibongkar. Sepertinya, Naily sedang mencari sesuatu.
“Kenapa Nay!” ujar Deka, sahabat karibnya.
Naily tersedu-sedu. Wajahnya basah karena air mata. Kerah lehernya pun begitu. Gadis periang itu tak seperti biasanya.
Biasanya Naily paling riang di kelas. Meski, anak-anak pria menjahilinya, biasanya Naily tidak peduli. Namun, pagi ini, tingkahnya sedikit aneh.
Deka mendorong tiga anak laki-laki yang berusaha menggoda Naily. Deka melipat kedua tangannya. Kalau sudah begitu, anak laki-laki tahu bahwa Deka sedang marah.
“Kalian jangan ejek Naily. Dia sedang sedih. Saya bilang Bu Siti loh ya.” Teriak Deka sambil mendengus kecut.
Anak laki-laki itu langsung berhamburan. Mereka tidak jadi menggoda Naily. Mereka malah bikin keributan lain. Salah satunya malah mengeluarkan bola plastik. Bermainlah mereka di dalam kelas.
Deka sengaja duduk di samping Naily. Tas yang acak-acakan di lantai, dibereskannya dengan segera.
Setelah agak reda, Naily melirik Deka. Naily mengusap tangisnya perlahan.
“Ringgitku hilang, De!” Jelasnya kepada Deka.
Deka bingung terdiam.
“Uang jajanku tadi masih ada di tas?” Tambah Naily sambil membuka Kembali resleting tas gendongnya.
“Aku diberi jajan 5 ringgit. Semuanya hilang. Padahal tadi pagi masih ada.” Ujar Naily sesegukan.
“Waduuuuh, berarti gak bisa jajan dong?” jawab Deka sambil memiringkan kepala ke sebelah kanan.
“Iya, padahal tadi pagi aku belum sarapan.” Jelas Naily sembap.
Deka berdiri, seolah ingin menyelamatkan sahabat terbaiknya itu, sambil bilang, “Aku bilang Bu Siti ya?”
Naily malah tambah merengek.
Deka tambah bingung. Seharusnya Naily setuju saja, dia melapor ke Bu Siti. Agar masalahnya selesai.
“Uang tu pemberian Bu Siti, tadi pagi aku diberinya untuk sarapan. Tapi aku langsung masuk kelas kan. Jadi, aku mau beli makan selepas rehat.” Jelas Naily setengah reda.
Setelah menjelaskan semuanya pada Deka, Naily pun menutup kedua kepalanya dengan tas di atas meja.
“Woooi.” Seru Jimmy, salah satu anak nakal di kelas yang sering menggoda anak-anak perempuan.
“Dasar kalian ini, gak kapok-kapok juga jahilin kami. Aku lempar sepatu nih.” Teriak Deka sampai teman-teman sekelas berhenti ribut.
Naily mendongakkan kepalanya. Dia melihat lesu. Dia melihat Jimmy tersenyum kepadanya. Naily kembali menunduk karena malas.
“Gak kok, aku gak bakal ganggu. Cuma itu aja. Mau kasih tahu, tadi kami main bola dan bolanya kena kotak sepatu.” Jelas Jimmy.
Cepy dan Slamet, teman Jimmy mendekat sambil membawa bola plastik yang dimainkan tadi.
“Ini uangmu kan?” Kata Jimmy.
Slamet memberikan uang yang ditemukannya di rak sepatu pada Jimmy. Jimmy pun menyerahkannya kembali pada Deka.
Deka mengambilnya. Namun, Deka kebingungan itu uang siapa dan dari mana.
“Itu tadi ada di sepatunya Naily?” Seru Jimmy sambil berlari. Tangannya mengibas-ngibas seperti sedang dadah-dadah.
Deka menyerahkan uang 5 ringgit yang ditemukan Jimmy dan kawan-kawan.
“Ini uangmu?” Tanya Deka kepada Naily.
Dahi Naily mengernyit.
Naily menepuk kepala sambil berkata, “Ya Ampun, tadi pas aku buka sepatu lupa uangnya ku simpan di dalam sepatu.”
“Wah… wah.. wah.. Ternyata, anak-anak nakal itu malah baik juga ya.” Ujar Deka.
Naily kembali tersenyum.
***
Kota Kinabalu, 16 November 2023
Comeeel celitanyaaa?
Mudrika sama Panji koq nggak diajak…., diajak atuh, biar tambah sa/eru ceritanya ??
Bagus sekali
dan terharu
Sederhana, tapi plot twistnya hangat. Saya menanti tulisan selanjutnya ^^