Sahabat Itu Saling Melengkapi

Alkisah, di sebuah hutan hiduplah tiga hewan yang bersahabat. Katy si kucing, Kolala si koala, dan Tigrina si harimau. Meskipun mereka sangat berbeda, tapi perbedaan tidak menghalangi persahabatan mereka.

“Hai, Kolala!” sapa Katy yang melihat Kolala sedang memakan daun eukaliptus. “Bagaimana kabarmu?”

“Baik,” jawab Kolala dengan suara pelan. Kolala memang dikenal pemalu, sangat berbeda dengan Katy yang selalu ceria.

Tiba-tiba datanglah Tigrina yang berlari ke arah mereka. Sebelum bertemu kawan-kawannya, Tigrina selalu berlari mengelilingi hutan. Dia juga suka memanjat pohon dan tebing yang tinggi. Kali ini Tigrina membawakan setumpuk tangkai bunga.

“Wah, ini indah sekali!” puji Katy. “Kamu dapat dari mana?”

“Aku mengambilnya dari tepi tebing,” jawab Tigrina. “Melihat bunga-bunga yang indah ini, rasanya tidak adil kalau aku yang melihatnya sendiri. Makanya kubawakan kepada kalian.”

“Bagaimana kalau kita buat mahkota bunga untuk dipasang di atas kepala kita?” usul Kolala.

“Itu ide yang bagus!” kata Katy dan Tigrina bersamaan. Akhirnya mereka sibuk merangkai bunga membentuk mahkota, sambil tertawa dan sesekali bercanda dengan melempar bunga.

Seekor harimau lain datang menghampiri tiga sahabat itu. Namanya Tora. Dia merupakan saudara kembar Tigrina. Berbeda dengan Tigrina, Tora sangat sombong dan suka merendahkan hewan lain.

Kali ini, Tora menegur saudari kembarnya yang asyik bercengkerama dengan teman-temannya. “Tigrina. Kamu bisa-bisanya berteman dengan hewan-hewan lemah itu,” kata Tora. “Apalagi koala itu. Dia hewan lemah dan pemalas. Kamu seharusnya bersahabat dengan hewan-hewan yang kuat! Seperti Lea dan Leo, mereka anak dari raja hutan!”

“Tora! Sahabat itu tidak boleh membeda-bedakan!” seru Tigrina dengan berani. “Sahabat itu adalah sosok yang selalu ada di saat kita sedang dalam kesulitan, tidak hanya ada saat kita sedang senang saja!”

“Terserah katamu. Tapi kamu ini memalukan harga diri kita, bangsa harimau,” ucap Tora, lalu meninggalkan Tigrina, Katy, dan Kolala.

Kolala merasa rendah diri. “Memang benar katanya, aku ini hewan lemah yang kerjanya hanya tidur di atas pohon eukaliptus. Aku tidak punya kelebihan apa-apa.”

“Tidak! Kamu hebat, Kolala! Kami hanya mengagumi keindahan bunga-bunga ini, tapi kami tidak tahu harus berbuat apa dengan bunga-bunga ini. Kamu yang memberikan ide untuk membuat mahkota bunga. Kamu pintar, Kolala. Kamu punya kelebihan,” kata Katy untuk menghibur Kolala.

“Iya! Benar kata Katy. Kamu tidak boleh merendahkan dirimu,” timpal Tigrina. “Kamu tidak usah pedulikan kata Tora. Dia memang suka berbicara seenaknya. Jangan dimasukkan ke dalam hati kata-katanya.”

Kolala mengangguk, lalu mereka kembali melanjutkan aktivitas merangkai bunga.

Beberapa hari kemudian, Tora mengadukan kepada orang tuanya kalau Tigrina berteman dengan hewan-hewan lemah, tidak sebanding dengan kehebatan bangsa harimau yang ditakuti para mangsa. Tigrina yang kesal akhirnya bertengkar hebat dengan Tora, menyebabkan Tora pergi meninggalkan saudarinya.

Ketika Tora sedang kesal, Tora berlari tanpa memperhatikan sekitarnya. Tanpa sengaja dia menginjak perangkap yang dibuat manusia untuk berburu hewan liar. Tora tidak bisa melepaskan diri dari perangkap tali itu.

Beberapa saat kemudian, lewatlah dua ekor singa. Mereka Leo dan Lea. Saat Tora melihat mereka, Tora segera meminta bantuan. “Leo! Lea! Tolong aku, tolong lepaskan aku dari perangkap ini.”

“Apa untungnya kalau kami melepaskanmu?” tanya Lea.

Tora kebingungan.

“Bangsamu merupakan pengganggu kekuasaan kami di hutan ini,” tambah Leo yang merupakan putra sulung raja hutan. “Kami pun tidak sudi dekat denganmu kalau bukan karena balas budi ayahmu yang telah menyelamatkan ayahku. Tapi sekarang kami lihat ayahmu hanya ingin merebut kekuasaan ayahku.”

“Tapi, bukankah kita sahabat?” tanya Tora.

Leo dan Leo tertawa terbahak. “Sahabat? Kami tidak menganggapmu seperti itu.” Lalu mereka meninggalkan Tora.

Tora merasa kesal. Coba saja kalau dia tidak terperangkap, dia pasti akan melawan Leo dan Lea.

Kolala yang telah kembali ke rumahnya melihat Tora terperangkap. Dia merasa kasihan dengan Tora, tapi dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk membantunya. Lalu Kolala melihat ada empat orang pria dewasa berjalan membawa beberapa batang bambu. Mereka juga membawa senjata yang biasa digunakan untuk berburu. Melihat hal itu, Kolala panik. Dia segera turun dari pohonnya dan mencari Tigrina.

“Tigrina! Gawat, kakakmu masuk ke perangkap manusia!” seru Kolala. “Kamu harus cepat menolongnya!”

“Buat apa? Dia menyebalkan. Cepat atau lambat, dia pasti bisa melepaskan diri.”

“Tapi aku lihat manusia-manusia sudah datang untuk membawa Tora ke desanya!”

“Gawat!” seru Tigrina. “Aku harus segera melepaskan Tora!”

“Jangan! Jangan kamu yang lepaskan dia!” seru Kolala.

“Kenapa? Meskipun menyebalkan, dia tetap kakak kembarku.”

“Kamu yang menahan manusia-manusia itu. Aku akan cari bantuan untuk melepaskan Tora,” usul Kolala. “Sekarang kamu segera tahan manusia-manusia itu.”

Tigrina mengangguk dan segera mengikuti saran Kolala. Selanjutnya Kolala mencari Katy.

“Katy. Aku minta bantuanmu. Tolong bantu lepaskan Tora, dia terjebak di perangkap milik manusia.”

“Ya ampun. Sekarang di mana dia?” tanya Katy panik.

Katy menggendong Kolala menuju tempat Tora. Katy dan Kolala melihat Tigrina sedang menahan manusia-manusia agar tidak membawa kakaknya.

“Apa yang harus aku lakukan, Kolala?” tanya Katy bingung.

“Pakai cakarmu, kamu potong di bagian-bagian yang aku tunjukkan,” ucap Kolala sambil menunjuk ke beberapa bagian tali. Dengan cepat, Katy memotong tali-tali perangkap itu dengan cakar dan taringnya.

Saat Tigrina sudah tidak sanggup menahan serangan para manusia, Tora segera datang dan ikut membantu Tigrina. Melihat dua ekor harimau di hadapan mereka, para manusia itu memutuskan kabur.

Tora yang melihat kejadian itu merasa lega. Dia segera memeluk Tigrina. “Tigrina, maafkan aku. Harusnya aku tidak sejahat ini padamu.”

“Sudahlah. Aku sudah memaafkanmu,” jawab Tigrina.

“Terima kasih sudah menolongku,” ucap Tora lagi.

“Jangan berterima kasih padaku, berterima kasihlah kepada mereka.” Tigrina memandang Katy dan Kolala di belakangnya. “Apalagi Kolala. Dia yang memberitahu kami kalau kamu berada dalam bahaya. Dia juga yang membuat rencana bagaimana cara menyelamatkanmu agar kami tidak salah langkah.”

Tora melepaskan pelukannya ke Tigrina. Dengan perasaan bersalah, Tora mendekati Katy dan Kolala. “Maafkan aku, Katy, Kolala. Aku tidak sepantasnya merendahkan kalian,” kata Tora penuh penyesalan, “apalagi kepadamu, Kolala. Aku benar-benar menyesal, seharusnya aku tidak menghinamu. Kamu sungguh sangat hebat.”

“Ah, ini bukan apa-apa. Aku tidak melakukan hal sehebat itu.”

“Kolala! Sudah kukatakan berkali-kali, kamu tidak boleh menganggap dirimu serendah itu! Kamu itu hebat!” kata Tigrina.

“Karena kamu hebat, kami bangga punya sahabat sepertimu!” puji Katy.

Sejak saat itu, Tora menghargai sahabat-sahabat Tigrina. Dia tak akan meremehkan hewan lain karena semua memiliki kelebihan masing-masing. Dan persahabatan Katy, Kolala, dan Tigrina terus berlangsung sampai selama-lamanya.

Cerpen Ini Diikutsertakan dalam Lomba Cipta Cerpen Anak PaberLand 2024

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar