Saat pertama kali mengunjungi museum yang berisikan koleksi berbagai wayang, Rukman begitu tertarik dan yakin itu adalah hari yang paling menyenangkan dalam hidupnya. Ketertarikannya dengan wayang membuatnya melihat beberapa video pertunjukan wayang di jaman modern ini. Suara dalang wayang membuatnya hatinya bergetar karena terpana, membuatnya seakan masuk ke cerita di panggung. Belum lagi beberapa tokoh hebat yang membuat Rukman bermimpi bisa menjadi salah satu dari mereka, atau gabungan mereka semua. Arjuna yang tampan, Bima yang kuat, Rama yang baik, Bisma yang bijak, Kresna yang adil, dan masih banyak lainnya.
Ada satu kesempatan dia pernah melihat langsung pertunjukan wayang di kampungnya karena ada salah satu keluarga jauh tetangganya yang berprofesi sebagai dalang wayang bernama Mbah Jaya. Melihat antusiasnya Rukman, Mbah Jaya memberikan buku lengkap tentang perwayangan Mahabharata dan Ramayana, lalu dua buku komik dari komikus legendaris Indonesia yang salah satunya dikenal sebagai Bapak Komik Indonesia, yaitu R. A. Kosasih. Rukman senang bukan main dan tidak akan melupakan hari itu. Dia sering membaca hadiah Mbah Jaya dan bermimpi untuk membuat komik juga dari cerita-cerita wayang yang terkenal. Terutama dari cerita-cerita oleh Sunan Kalijaga yang juga merupakan Bapak Wayang Kulit Indonesia, sekaligus salah satu tokoh Wali Songo. Rukman mencari tahu lebih karena rasa penasarannya begitu memuncak. Dia juga memulai untuk berlatih menggambar wayang kulit. Dia kerap berlatih di rumah, sekolah, atau mana pun dan kapan pun dia bisa berlatih. Namun, karena terlalu fokus pada mimpinya, Rukman menjadi jauh dari orang-orang di sekitarnya. Dia jarang lagi bermain dengan yang lain, kadang dia pun lupa mengerjakan PR sebelum ibunya mengingatkan. Untung Rukman masih bisa mempertahankan nilai bagusnya.
Suatu hari, Rukman melihat sebuah poster lomba di mading sekolahnya. Rukman terpana ketika mengetahui poster apa itu, lomba membuat komik untuk anak SD. Rukman pun memberitahukan ini pada ibunya dan keluarganya pun mendukungnya, dengan janji Rukman masih bisa belajar untuk nilai sekolah. Rukman berjanji untuk bisa membagi waktunya untuk belajar, bermain, dan berkomik.
Seiring berjalannya waktu pengumpulan, Rukman menyadari dia mengalami masalah misterius yaitu dia bingung ingin menuliskan apa. Di sore hari ketika sedang berjalan di sekitar rumahnya, dia bertemu Mbah Jaya lagi. Mbah Jaya sedang minum kopi di sore hari sembari menyemil. Rukman pun menghampirinya dan menceritakan apa yang sedang mengganggunya. Mbah Jaya terkekeh dan salut dengan anak sekecil Rukman yang berinisiatif untuk mengikuti lompa tanpa pamrih.
“Dek Rukman perlu mengetahui juga apa unsur-unsur cerita. Wayang dan komik sepertinya memiliki keselarasan dasar yang sama. Tema, pilih cerita jalan ceritamu mau dibawa ke mana. Tokoh, bagian penting suatu cerita agar menjadikannya lebih hidup dengan menambahkan beberapa karakter. Latar, tempat atau nuansa yang menjadi panggung cerita kita. Satu lagi yang kadang dilupa orang, tapi paling penting dalam pentas; AMANAT. Jangan biarkan dirimu terbuai oleh bagusnya cerita kalau tidak paham apa yang kau tulis dan pengaruhnya bagi yang lain,” tutur Mbah Jaya kala itu dengan tegas.
Rukman menjadi semakin bingung dengan penjelasan itu. Selama ini dia hanya mengambar wayang kulit dan membayangkan dia menjadi bagian dari dunia mereka. Namun, memikirkan komposisi penuh untuk membuat suatu cerita dalam satu strip komik yang sederhana. Rukman pun mencari tahu beberapa hal lagi di internet, tetapi dia malah semakin bingung. Rukman pun merangkum apa saja informasi yang didapatkannya sejauh ini lalu ditambah dengan mengingat kembali kisah-kisah perwayangan yang diketahuinya. Setelah beberapa lama berpikir, Rukman pun terbesit satu ide.
Rukman membuat komik yang menceritakan tentang seorang anak yang menemukan suatu tempat ke dunia perwayangan. Anak itu pun berpetualang sambil bertemu dengan tokoh-tokoh perwayangan seperti Pandawa Lima, Ramayana, Laksamana, bahkan Semar. Di akhir perjalanan hati itu, anak itu harus berpisah dengan mereka semua karena jika terlalu lama di dunia wayang itu maka di dunia nyata dia akan berubah menjadi ornamen wayang kulit selamanya. Rukman menggambar tokoh-tokoh wayang tersebut sebagai sosok wayang dan anak kecil digambar seperti kartun anak biasa. Latarnya agak membuat Rukman agak kesusahan karena harus menyesuaikan gambar tokoh dengan latar di bagian komik. Namun, dia tidak menyerah dan tetap berusaha agar gambarnya menjadi apik. Setelah selesai, Rukman memberikan komik buatannya pada ibunya agar bisa dikirimkan. Ibu Rukman begitu bangga pada anaknya dan membatin komik buatan anaknya ini begitu bagus.
“Kamu hebat sekali, Rukman,” puji ibu Rukman.
“Terima kasih, Ibu,” sahut Rukman tersipu.
Rukman pun menunggu poster pengumuman di mading sekolah. Beberapa minggu berlalu dan Rukman masih belum menerima kabar. Rukman pun putus asa dan tidak lagi mengharapkan kemenangan. Murid-murid di sekolahnya kerap mengejeknya karena menurut mereka bertingkah aneh di sekitar mading. Rukman menjadi tambah sedih. Saat pulang sekolah, dengan gusar dia hanya menyendiri di belakang rumah. Mbah Jaya melihat Rukman yang sedang terduduk sedih dan menghampirinya.
“Jadi, bagaimana kabar dari Jagoan ini?” sapa Mbah Jaya ramah.
Rukman tidak membalas. Tiba-tiba Mbah Jaya mendengar ibu Rukman memanggilnya. Karena terlihat genting, Rukman dan Mbah Jaya pun menghampiri ibunya yang melesat untuk memeluk Rukman.
“Kamu menang, Nak. Hebat sekali. Selamat, ya!” ujar ibu Rukman bangga.
“Selamat, Rukman. Kamu hebat sekali. Bukan hanya lomba komik biasa yang kamu menangkan, tetapi karyamu menjadi upaya juga untuk menjaga kearifan lokal kita yang kini mulai memudar.”
Rukman setuju dengan ucapan Mbah Jaya, dan seperti orang-orang di sekitarnya dia sangat senang. Rukman pun ingin melanjutkan mimpinya menjadi komikus terkenal yang bertemakan dunia wayang, dan mungkin juga tentang cerita lokal yang selalu ibunya ceritakan agar dia cepat tidur.
CERPEN INI DIIKUTSERTAKAN DALAM LOMBA CIPTA CERPEN ANAK PABERLAND 2024