Oleh Eka Putri Ayundasari
Surakarta menjadi salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki budaya dan tradisi yang masih sangat melekat di masyarakatnya. Mulai dari tempat wisata, bahasa, kuliner, hingga arsitektur bangunan rumah di Surakarta masih sangat memiliki hubungan erat dengan budaya dan tradisi yang ada.
Beberapa tempat wisata yang terkenal adalah Keraton Surakarta, Pura Mangkunegara, Pasar Klewer, Taman Jurug, dan masih banyak lagi. Selain itu terdapat tradisi khas di Surakarta, diantaranya Sekaten, Grebeg Maulud, Kirab Pusaka Kraton, Grebeg Sudiro, Sadranan, dan masih banyak lagi.
Lanang ialah siswa kelas 3 di SD 07 Surakarta, dia memiliki kelebihan dalam bidang kesenian Jawa. Namun, dia kurang begitu menguasai pembelajaran Bahasa Jawa, dia juga sangat pemalu didalam kelas dan suka duduk dibangku paling belakang. Ketika itu….
Teng… teng… teng…
Bunyi bel tanda istirahat sudah selesai. Dari lapangan yang terik dan panas, anak-anak berlarian menuju kelasnya. “Ayo sudah waktunya masuk.” teriak Tole dari depan pintu kelas kepada teman-temannya. Tole si Ketua kelas ini memeriksa satu persatu teman-teman di dalam kelasnya. “Siji, loro telu, papat….” bibir Tole menghitung pelan sambil matanya kesana kemari mengecek siapa yang belum masuk kelas.
Tole kembali keluar memastikan siapa yang masih di luar. Terlihat anak laki-laki yang berjalan pelan dari arah lapangan. Punggungnya membungkuk. Wajahnya ditekuk. Seperti belum mau masuk kelas. “Ayo, Nang sudah waktunya masuk!” Seru Tole kepada Lanang sambil menghabiskan kue serabinya, anak laki-laki kecil berambut keriting itu. “Ayo cepat! Bu Guru Laksmi sebentar lagi masuk kelas.” Timpa Tole yang mulai gemas karena Lanang berjalan cukup pelan.
Tole menutup pintu kelas, artinya semua anak sudah lengkap. Anak-anak terlihat menyiapkan Buku Pepak, catatan Bahasa Jawa, dan alat tulis. Tapi, di belakang kelas, tampak Lanang masih belum menyiapkan buku dan alat tulisnya.
Ciiiiiit..
Pintu kelas didorong dari luar. Sosok Ibu Guru masuk kelas. “Sugeng siang” sapa Ibu Guru. “Sugeng siang, Bu Laksmi” jawab anak-anak serempak menjawab salam. Bu Guru Laksmi adalah guru Bahasa Jawa di Sekolah Dasar 07 Surakarta. Hari ini adalah jadwal pelajaran Bahasa Jawa.
“Bagaimana kabarnya hari ini?” tanya Bu Guru Laksmi kepada semua siswa di kelas.
“Alhamdulillah sehat dan senang, Bu Guru” jawab anak-anak.
“Hari ini kami senang karena mau belajar Bahasa Jawa, Bu Guru” teriak Wati.
“Baik, selain Wati, siapa lagi yang sudah siap belajar Bahasa Jawa hari ini?” tanya Bu Guru Laksmi.
“Saya!” seru anak-anak lainnya di kelas.
Tapi, ada satu anak yang tidak mengangkat tangannya. Anak itu adalah Lanang. Lanang yang sedari tadi tampak tidak semangat.
“Ada apa, Nang? Kok Lanang kelihatan tidak semangat hari ini.” tanya Bu Guru Laksmi kepada Lanang.
“Tidak, ada apa-apa, Bu.” jawab Lanang dengan melempar senyum simpul untuk menutupi gundah hatinya.
Pelajaran Bahasa Jawa dimulai, Bu Guru Laksmi mulai menuliskan angka-angka dalam Aksara Jawa. Hari ini kelas Lanang akan belajar Angka dalam Aksara Jawa. Bahasa Jawa menjadi salah satu budaya yang hingga saat ini masih melekat pada pendidikan di Surakarta
Ditengah-tengah Bu Guru Laksmi menuliskan angka-angka dalam Aksara Jawa, Tole kebingungan memahami pelajaran ini. Tole mondar-mandir dari bangku depan sampai bangku belakang. Hingga saat itu dia bertanya ke Lanang.
“Ehh.. ehh iki piye lho?” tanya Tole pada Lanang
“Gak ngerti aku,” jawab Lanang, sambil menunduk.
“Heleh, lha awakmu iki lho pinter kesenian, moso iki ae ora paham?” tanya Tole dengan nada sedikit tinggi.
“Tole Tole, ada apa kamu marah-marah ke Lanang?” tanya Ibu Guru Laksmi. “Tole belum paham angka dalam aksara Jawa bu Guru, tapi Lanang yang pintar kesenian malah bilang gak tahu,” jawab Tole dengan nada yang masih tinggi terbawa rasa emosi kepada Lanang.
“Tole kalau kamu masih bingung, tanyanya langsung ke Bu Guru, Lanang juga ya, kalau belum paham harus berani bertanya ke Bapak/Ibu Guru,” nasihat Bu Guru Laksmi kepada Tole dan Lanang.
“Inggih Bu Guru,” jawab Tole dan Lanang secara bersamaan.
Setelahnya Bu Guru Laksmi menjelaskan materi angka dalam Aksara Jawa dengan sangat menyenangkan, sehingga mudah untuk di pahami.
“Wahh belajar Bahasa Jawa, ternyata mudah dan menyenangkan,” seru Lanang sebagai bentuk kegembiraannya.
“Nah, di Surakarta ini banyak sekali tradisi dan kebudayaan yang masih melekat pada masyarakatnya. Ada kesenian seperti wayang, gamelan, ada batik sebagai warisan dunia, ada banyak tempat bersejarah, dan masih banyak lagi. Di sini salah satu yang kita pelajari adalah Aksara Jawa yang ada dalam materi Bahaja Jawa. Jadi, apakah kalian bangga menjadi pelestari dari tradisi dan kebudayaan di Surakarta!” seru Ibu Guru Laksmi.
“Bangga Bu Guru” jawab anak-anak dengan serempak dan semangat.
Setelahnya Ibu Guru Laksmi memberikan Nasihat kepada siswa-siswi kelas 3, agar mereka mengerti dan bisa memahami kekurangan dan kelebihan pada masing-masing orang.
“Anak-anak, kita semua ini punya kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. Contohnya Lanang yang punya kelebihan di Kesenian Jawa, tapi Lanang kurang begitu menguasai Aksara Jawa. Nah, Ibu Guru Laksmi pun juga seperti itu. Ibu Guru adalah guru Bahasa Jawa, jadi Ibu Guru kurang begitu menguasai Bahasa Inggris. Paham nggih?” nasihat Ibu Guru Laksmi kepada siswa-siswi kelas 3. “Inggih, paham Bu Guru,” semua kompak menjawab dengan lantang.
“Nah ada satu lagi, untuk kalian semuanya. Tidak boleh malu bertanya kepada Bapak/Ibu guru nggih, karena jika kalian malu untuk bertanya. Maka kalian nanti tidak akan bisa cepat paham materi pelajaran dari Bapak/Ibu Guru,” nasihat Ibu Guru Laksmi berikutnya kepada siswa-siswi kelas 3. “Inggih Bu Guru,” jawab seluruh siswa dengan kompak.
Dari sini kita bisa belajar bersama, bahwa selagi ada tekad kita akan bisa melawan kelemahan yang ada dalam diri kita. Seperti halnya Lanang, seorang anak yang dikenal sangat pemalu. Namun, dia dapat melawan kelemahannya ini, sehingga dia bisa menjadi anak yang lebih percaya diri dan berani.
Cerpen Ini Diikutsertakan dalam Lomba Cipta Cerpen Anak PaberLand 2024