Silat Boys – Jurus 1: Wakil Pilihan

Pagi ini matahari bersinar cerah menerangi kaki bukit Semriwing. Burung-burung berkicau riang melompat dari satu ranting ke ranting lain. Semilir angin menambah indah suasana. Namun tak satupun murid-murid Padepokan Gajah Duduk menikmatinya.

Biasanya pagi-pagi begini mereka sibuk latihan naik turun bukit. Puluhan anak-anak akan memanggul air dari mata air hutan Hijautoksa.

Namun sepertinya hari ini adalah hari luar biasa. Tak satupun murid terlihat memanggul air. Ember-ember tergeletak. Apakah hari ini semua mogok latihan? Yuk kita tengok mereka ke dalam padepokan.

Padepokan Gajah Duduk tersembunyi diantara rimbun pohon tepat di kaki bukit Semriwing yang menghadap utara. Bangunan Padepokan semua dari kayu jati, konon murid-murid sendiri yang membangunnya.

Gerbangnya terbuat dari pintu besi yang kokoh untuk menghindari musuh masuk. Anehnya, padepokan ini tidak berpagar, bisa saja kan musuh masuk dari samping atau belakang? Tapi, ya sudahlah itu kan kebijakan guru Suhu.

Guru tertinggi mereka adalah Suhu Talisoga, si jago silat nomor satu.

“Ciat! Ciat!” Talisoga memamerkan jurusnya.

“Gedebug!” kakinya bersilangan sehingga terjatuh.

“Stt.. ini di luar skenario, cepat pindahin kamera!” Talisoga berteriak galak.

Guru lainnya adalah Talisatni, si pecinta silat yang lembut. Silat bagi guru Talisatni adalah cinta matinya, dari mulai melek memang ia belajar silat karena dialah putra Talisoga satu-satunya.

“Selamat pagi.. selamat pagi,” Talisatni membungkuk hormat.

Guru lain adalah Tapmologa, si jago lompat, kodok saja kalah kalau dilombakan dengan guru Tapmolompa. Konon kemampuan lompatnya berkembang pesat sejak sungai di depan rumahnya berwarna keruh dan kotor. Sebagai pecinta kebersihan, tentu dia ogah terkena air menjijikan itu. Jadilah setiap akan nyebrang sungai dia akan lompat.

“Bruk! Adau!” Tapmologa melompat dari atas pohon kelapa.

Guru-guru lain sebenarnya masih banyak, tapi diceritakan nanti saja yah, bukankah kita akan mengintip murid-murid padepokan Gajah Duduk yang tidak terlihat sejak tadi.

Sekarang guru-guru mau tidur dulu, “Grok… grok!”

%%%%

Hari ini semua mogok menimba air. Olala, rupanya mereka sedang berkumpul di lapangan. Ketegangan menyelimuti wajah-wajah mereka.

Pantas saja, tak ada yang menikmati indahnya pagi. Hari ini adalah hari bersejarah dalam tahun ini. Karena akan diumumkan siapa yang berhak ikut Silat Camp.

Perkemahan silat yang berlangsung selama satu pekan adalah ajang bergengsi di dunia persilatan. Dari Padepokan Gajah Duduk hanya tiga orang wakil yang berhak ikut.

“Tentu aku yang terpilih,” gumam Ratni si pintar.

Tahun lalu Ratni ikut Silat Camp. Sampai saat ini belum ada murid yang lebih pintar dari Ratni. Makanya ia terlihat paling tenang dan yakin.

Selain Ratni, ada lagi yang terlihat tenang, dia adalah si Pugu, anak yang gugupan dan gagap. Ia tenang karena yakin tidak akan terpilih. Jadi buat apa mikir-mikir. Pugu terlihat duduk santai sambil memainkan kura-kura-nya.

Yang paling heboh adalah si Hobe, ia berlari kesana kemari sambil terus bicara.

“Kira-kira siapa yah yang kepilih? Aduh coba aku yah, kalau aku kepilih kamu akan kugendong Tudne,” katanya pada Tudne, murid berbadan paling besar.

“Alah jangan sesumbar Hobe, siapa pula yang mau milih kamu, hik..hik..ngik..,” jawab Tudne yang ternyata memiliki suara sangat kecil.

“Maidne, kamu ntar kutraktir yah, terserah mau pilih apa di kantin,” kata Hobe lagi membuat Tudne mengeryit.

“Loh kok beda sih, mending ditraktir deh daripada digendong, tukeran yah Maid,” kata Tudne cepat.

“Uh Oh,” Maidne komat kamit.

“Amit.. amit… siapa pula mau digendong Hobe. Gak mau juga ah ditraktir, bisa-bisa gak jadi makan, dengerin kamu nyerocos terus. Tuh hadiahnya buat kamu semua Tudne,” pikir Maidne dalam hati, sayangnya ia tidak bisa mengungkapkan pikirannya.

“Hush, diam semua, guru Talisoga datang tuh,” kata Napma sambil menyisir rambutnya dengan jari.

Anak-anak yang sedang ribut tiba-tiba hening, hanya Hobe yang terlihat masih bergumam, mulutnya memang tak pernah bisa dikunci.

“Pengumuman.. pengumuman… Yang berhak mewakili Padepokan Gajah Duduk dalam Silat Camp adalah: Hobe, Pugu, dan Napma!”

Hobe yang tadi gumam-guman sontak ternganga. Tidak disangka ia akan ikut Silat Camp. Secara prestasi memang tak ada yang dapat dibanggakan, lah selama latihan tidak pernah bisa serius.

Ratni langsung protes, ”Kenapa Pugu terpilih, bukankah ia gugupan, bagaimana nanti mau kontes? Hobe juga malu-maluin bikin sakit telinga peserta yang lain, apalagi Napma mau ngapain disana? Tebar pesona?”

Kata-kata Ratni yang tajam menusuk Hobe, Pugu dan Napma.

Nyaris saja Hobe akan membalas, hanya saja Tudne mencoleknya,

“Ayo gendong dan traktir yah?” katanya riang.

“I.. iya, me.. mennnding kita ra.. rayakan, ti.. tidak usah didenger si Ra..tni,” kata Pugu menghibur. Membuat Hobe jadi nyengir.

Ratni misruh-misruh sendiri melihat Hobe, Pugu dan Napma disalami teman-temannya.

Suhu Talisatni mendekati Ratni, “Kamu juga terlalu… percaya diri,” bisiknya kalem.

Keputusan Talisoga sudah bulat. Yang terpilih adalah Napma, Hobe dan Pugu. Ketiganya masih terkaget-kaget dengan keputusan aneh ini.

Hobe yang biasanya ribut jadi terdiam saking kagetnya. Mulutnya sedari tadi ternganga nyaris kemasukan lalat.

Pugu sebaliknya malah mengoceh saking senangnya walaupun masih terbata-bata. Mulutnya berbusa menghasilkan gelembung-gelembung balon.

Napma langsung mengirim surat pada ibunya. Ia minta dikirimin baju, sepatu, sampai kaos kaki baru. Teman-temannya mengintip Napma, mereka ingin tahu Napma lagi nulis apa sampai serius begitu.

“Hush.. hush sana pergi!” Napma mengusir temannya

Akhirnya surat Napma selesai, ia selipkan di bawah bantal. Napma tertidur dengan lega, tapi tiba-tiba Hobe muncul tepat di atas wajahnya yang baru saja hendak terpejam.

“Ngintip dong,” rayu Hobe.  Hobe nyengir matanya berkedip-kedip. Ia hendak mengambil surat.

“Nggak boleh layaw!” Napma teguh tidak mau memberikan suratnya, ia marah. Napma melotot, Hobe menunduk pergi.

Anak-anak kembali ke kamar masing-masing dengan berlarian di lorong. Tapmologa jadi terganggu. Ia memang sedang tidur di pondokan murid dan bertugas jaga.

“Diam semua! Ini sudah malam!” seru Tapmologa dari balik kamarnya.

“Srettt!” Tapmologa membuka pintu geser kamarnya

Kepala Tapmologa nongol dari balik pintu kamar dan  marah-marah. Anak-anak  jadi ketakutan dan cepat masuk ke kamar masing-masing.

“Kira-kira apa yah, surat Napma?” ternyata Hobe masih penasaran.

Hobe menatap langit-langit, ia berbaring di sebelah Maidne, teman sekamarnya.  Maidne hanya melirik Hobe bengong.

“Uh.. Oh,” katanya lalu balik badan dan tidur.

Di kamar sebelah, Tudne memikirkan hal yang sama. Semua penasaran.

Mereka tidak tahu sesuatu terjadi di kamar Napma. Kejadian luar biasa yang menggegerkan.

Apakah itu?

Bersambung….

Bagikan artikel ini:

Satu pemikiran pada “Silat Boys – Jurus 1: Wakil Pilihan”

Tinggalkan komentar