Berhari-hari Talisoga belum juga mengeluarkan keputusan. Ratni jadi tidak sabar.
“Bagaimana?” tanya Ratni.
“Apa?” tanya Talisoga.
Ratni tidak sabar melihat kekaleman Talisoga, ia menarik tangan Talisoga. Talisoga terbirit-birit ditarik Ratni. Talisoga dibawa ke depan Tapmologa. Tapmologa membungkuk hormat melihat sang Guru Suhu.
“Janganlah buat keputusan sepihak,” kata Talisoga berwibawa. Ratni melonjak senang mendengarnya.
“Jadi bagaimana caranya mengembalikan keamanan?” tanya Tapmologa.
Tapmologa bercerita situasi padepokan.
“Kita bikin anak-anak itu berdamai lagi,” kata Talisatni.
Entah kenapa tiba-tiba, Tapmologa berjingkrak-jingkrak. Ia senang akan ada kesibukan baru, sudah lama mengajar menjadi membosankan sih.
“Buat perlombaan! Yang menang ikut silat camp, yang kalah pulang!” kata Talisoga tegas.
Ratni tertawa senang, ia yakin akan keluar sebagai pemenangnya.
Talisoga mengumumkan lomba sebagai saringan ulangan audisi wakil pilihan ke Silat Camp. Hobe dan kawan-kawan meringis mendengarnya.
“Aduh, gimana nih?” Hobe terlihat panik menggaruk-garuk kepala.
“Ba.. ba.. tal deh!” susul Pugu kecewa.
Pugu tak yakin menang, harapannya ikut ke Silat Camp pupus sudah.
“Babak pertama adalah matematika!” kata Tapmologa. Ia membagikan kertas berisi soal.
“Loh bukannya kita padepokan silat?” Hobe tergagap melihat kertas.
Ia protes, matematika adalah kelemahannya.
“Jangan bikin susah guru!” kata Tapmologa santai.
Setelah itu Tapmologa tidur sementara anak-anak ujian. Seperti niatnya semula, anak-anak ujian matematika, Tapmolaga tak perlu mengawasi.
Setelah ujian matematika usai, dilanjutkan ujian ketangkasan.
“Sekarang balap kerupuk!” kata Tapmologa sambil membagikan kerupuk
“Waduh, emang mau tujuhbelasan?” Hobe lagi-lagi protes. Hobe mengacungkan kerupuk.
“Jangan protes, Kemarin guru merusak blek kerupuk, bu kantin suruh membeli semua kerupuk!” Tapmologa nyengir mendekap blek bolong.
“Horee!” Tudne makan dengan lahap, ia paling senang sesi lomba ini.
Perlombaan terus berlangsung. Tapmologa membuat lomba aneh-aneh. Anak-anak terlihat bingung apa maksud Tapmologa.
“Apa hasilnya?” tanya Talisatni melongok kertas di tangan Tapmologa.
“Sepertinya kacau!” Tapmologa garuk-garuk kepala.
“Oh jelas saja,” Talisatni terkikik.
%%%%%
Akhirnya lomba diambil alih Talisatni. Ia mengumpulkan anak-anak.
“Sekarang adu ketangkasan!” kata Talisatni. Anak-anak disuruh mengetepel kayu yang dihanyutkan di sungai.
“Ada ikan!” Tudne malah mencebur ke sungai mengambil ikan, anak-anak bersorak melihatnya.
Adu ketangkasan malah kacau. Talisatni merengut di pinggir sungai
“Sekarang adu kekuatan!” kata Talisatni. Talisatni membawa domba-domba. Anak-anak disuruh lomba gendong domba.
“Uh Oh!” Maidne menunjuk domba sambil tertawa.
“Gendong domba sampai mata air, lalu kembali lagi kemari,” kata Talisatni.
“Oh tiiidak!” Napma mengeluh. Ia menutup hidung sambil mencoba menyentuh domba.
Anak-anak lain juga mengeluh ribut.
Hanya Maidne yang terlihat bahagia. Ia memeluk domba dengan kasih sayang.
Tudne yang paling duluan, ia berlari tangkas menggendong domba. Sementara itu,
Hobe dan Pugu membawa dengan terseok-seok.
Mereka akhirnya sampai di mata air. Mereka lelah tapi lega telah menyelesaikan setengah perjalanan.
Tiba-tiba Napma menggelinding dari atas bukit masih memeluk dombanya.
“Awas!” teriaknya.
Anak-anak jadi panik. Mereka bertubrukan, dan domba-domba terlepas.
“Kacau deh!” Hobe mengejar-ngejar domba.
Disusul anak-anak lain. Maidne menangis mencari dombanya.
“Uh Oh,” panggilnya.
“Guru kan, hanya menyuruh menggendong domba, bukan melepaskan!” kata Talisatni tampak frustasi.
Tapmologa nyengir melihat Talisatni juga tidak berhasil.
“Sekarang cari domba-domba itu!” kata Talisatni kesal.
Gawat jika domba-domba itu sampai hilang. Acara kambing guling yang diadakan setiap sebulan sekali bisa batal. Anak-anak mencari domba yang hilang hingga hari menjelang gelap.
“Sekarang lomba apalagi yah?” Talisatni berpikir keras
“Sudahlah, diundi saja,” bisik Tapmologa.
Mereka mengundi memakai kertas. Tapmologa menulis nama-nama.
Talisatni tampak bingung, ia tidak yakin cara ini benar.
“Semoga suhu Talisoga tak tahu,” gumamnya.
Sementara itu, di pondokan anak-anak tampak sangat lelah. Apalagi Pugu tiba-tiba demam, kepalanya dikompres.
“Pugu istirahat di rumahku,” kata Talisoga.
Pugu dirawat Nenek Itahkia yang baik hati. Nenek Itahkia adalah istri Talisoga.
“Harus dicarikan obat” kata Nenek Itahkia
“Aku akan mencari obat kemanapun demi Pugu,” kata Hobe
Hobe terlihat bersungguh-sungguh, nenek Itahkia pun menyerahkan daftar obat ke Hobe.
Hobe pergi ke kota mencari obat untuk Pugu.
“Tunggu aku, kawan,” katanya.
Maidne digendong di pundak Tudne sambil melambai-lambai.
“Semoga berhasil!” kata Tudne.
“Aku akan pulang bawa obat. Pasti!” Hobe mengepalkan tangan bergaya petualang.
Selepas Hobe pergi, suasana menjadi sepi, anak-anak tampak sedih dengan sakitnya Pugu. Talisatni dan Tapmologa tak jadi mengumumkan pemenang. Mereka menyobek kertas yang bertuliskan nama.
“Wah jadi kacau,” kata Tapmologa.
Talisatni mengangguk-ngangguk.
“Uh.. Oh,” Maidne mengangguk-ngangguk.
“Bagaimana ini, silat camp kan besok. Satu peserta sakit. Satu peserta malah pergi,” Talisoga bingung. Guru-guru berpikir keras.
“Harus ada penggantinya,” kata Tapmologa. Ia memandang anak-anak yang sedang berlatih di luar.
“Ratni, Tudne, dan Napma saja,” bisik Talisatni sambil menunjuk anak-anak itu.
Ratni girang mendengar keputusan itu. Sedangkan Napma tampak bingung.
“Guru, saya mengundurkan diri saja,” Napma menghadap guru.
“Kenapa?” Tapmologa heran.
“Baju kiriman Mami belum datang,” jawab Napma
“Apaaa???” guru-guru heran sampai terjengkang
“Ganti saja dengan Maidne,” kata Talisatni menunjuk Maidne yang mukanya jadi pucat pasi.
“Semoga tidak ada acara pidato,” Tapmologa mendelik.
“Sudah jelas keputusannya!” Talisoga berdiri
Ratni berdiri tegak. Tudne terbengong-bengong, Maidne masih pucat pasi, masih ketakutan.
Talisoga memberikan beberapa pengarahan.
“Silat Camp adalah ajang bergengsi. Kalian harus jaga nama baik padepokan kita,” kata Talisoga.
Anak-anak bertepuk tangan. Nama besar padepokan Gajah Duduk berada di pundak tiga jawara: Ratni, Tudne dan Maidne. Akankah mereka bisa mengemban tugas besar ini?
Bersambung….
(Silat Boys pernah diterbitkan menjadi Nomic – Novel Komik di Penerbit Anak Kita, 2014)