Silat Boys – Jurus 6: Silat Camp

“Hobeee… Puguuu,” teriak Tudne gembira.

“Uh.. Oh!” Maidne ikut menyambut.

Hobe dan Pugu baru sampai di Silat Camp. Mereka berjingkrakan dan berpelukan.

“Akhirnya aku bisa datang, hurray!” Hobe mencium-cium tanah.

Pugu menunduk malu-malu dilihat banyak orang. Talisatni dan Tapmologa sudah mengobrol di dalam kemah.

“Kenalkan ini Adrean,” kata Talisatni pada Tapmologa.

“Guru Cerdas,”  Adrean menjabat tangan Tapmologa keras.

Tapmologa sampai melompat kaget.

“Ngg, dia akan melamar jadi guru di padepokan kita,” jelas Talisatni.

“Ehe?” Tapmologa makin kaget.

Adrean tertawa lebar.

Tapi tak lama Adrean dan Tapmologa malah akrab. Talisatni tak habis pikir bisa akrab secepat itu. Mereka terlihat terkikik-kikik dan ngobrol terus.

“Kalau di padepokan Gajah Duduk, nama harus nyentrik,” kata Tapmologa

“Adrean?” tanya Adrean.

“Ah kurang keren!” Tapmologa mengibas-ngibas tangan di hidung.

“Jhadi?” Adrean mengernyit.

“Ganti saja jadi Adrecurug, artinya guru cerdas Adrean yang ketemu di curug,” Tapmologa terbahak.

Adrean bertepuk tangan, “Adrecurug… Adrecurug.”

Sementara itu Hobe dan Pugu diajak berkeliling oleh Tudne dan Maidne.

“Itu kantin paling enak!” Tudne mengajak ke jajaran kantin di pinggir areal silat camp.

“E.. enak?” Pugu tertawa-tawa.

“Kamu makanan ajah yang dipikirin,” Hobe tertawa juga.

“Ya sudah kalau tidak mau saya traktir,” Tudne mencibir.

“Mauuu!” serempak Hobe dan Pugu menyusul.

Heran, Pugu dan Hobe makan dengan lahap padahal tadi kan sudah makan.

Hobe dan Pugu lalu mengedarkan mata di sekeliling kantin.

“Waw, keren-keren yah,” Hobe menggaruk kepala belakang.

“Hmm… byetul,” jawab Tudne sambil mulut penuh makanan.

“Uh.. oh!” Maidne menunjuk rombongan yang baru datang.

“Itu dari padepokan Bangau Putih, cantik-cantik kan?” kata Tudne

Hobe dan Pugu terbelalak melihatnya.

Hobe hendak berdiri tapi tiba-tiba ia dikagetkan. Matanya bertumbukan dengan perut buncit. Badan orang yang dihadapannya tinggi besar. Tinggi Hobe sampai di perutnya saja.

“Woow!” decak Hobe.

“Nah, ini temanku dari padepokan Badak Seruduk,” kenal Tudne.

Ternyata orang yang tinggi besar itu sangat ramah. Hobe dipangku-pangku dan dipeluknya. Pugu tergagap-gagap.

“Be.. be.. sarnya!”

“Banyak sekali yah peserta silat camp,” Hobe berdecak kagum.

“Iya dong, ajang bergengsi setiap tahun!” Ratni tiba-tiba telah ada di belakang mereka.

“Oh,” Hobe mencibir sebal.

“Setiap padepokan mengirim wakil-wakil pilihan untuk ditandingkan. Aku heran, kenapa padepokan kita memilih kalian,” cibirnya.

“Mulai lagi deh,” Hobe wajahnya merah padam.

Pugu menarik Hobe, “Su.. sudah. Jangan dilayani.”

Tapi Ratni makin berulah.

Hobe tidak tahan. Ia malu digoda Ratni di depan anak-anak padepokan Bangau putih pula. Ia lalu menerjang Ratni, “Ayo maju kalau berani!”

“Siapa takut?” Ratni memasang kuda-kuda.

Orang-orang sudah berkerumumun melihat Hobe dan Ratni berkelahi.

Maidne melompat-lompat sambil bertepuk tangan, “Uh Oh!” katanya.

“Ayo.. cebol!” kata sesorang pada Hobe.

Hobe panas ditantang seperti itu, ia memukul Ratni brutal.

Pergumulan tak terelakan.

Pugu tergopoh-gopoh mencari guru.

Talisatni terlihat sedang duduk-duduk sementara Tapmologa dan Adrecurug alias Adrean masih mengobrol.

“Gu.. guru.. ba. Bahayya,” Pugu menarik tangan Talistni.

Talisatni kaget, “Ada apa?”

“Ho.. Hobe kelahi de.. de..ng,” kata Pugu.

Belum selesai Talisatni telah berdiri dan menarik Pugu. Tapmologa dan Adrecurug juga berlarian di belakang mereka.

Talisatni menarik baju Hobe dari belakang sampai terangkat.

“Aduh.. aduh,” Hobe menendang-nendang kaki.

Tapmologa menarik Ratni. “Diam, hentikan!” katanya galak.

Adrecurug melongo.

Dua anak itu dijinjing gurunya ke luar arena.

“Kenapa pakai kelahi segala?” Tapmologa naik pitam. Kakinya menghentak-hentak.

“Maluw-maluwin,” tambah Talisatni geleng-geleng kepala.

“Hobe duluan mukul,” tunjuk Ratni.

“Apa? Kamu yang ngehina terus!” Hobe marah.

Mereka nyaris berkelahi lagi.

“Sudaaah!” Tapmologa marah.

“Kalian berdua dihukum. Hobe pijitin guru. Ratni buatkan kopi!” kata Tapmologa.

“Kyaa,” Hobe dan Ratni menjerit.

Talisatni tersenyum-senyum mendengar hukuman yang menguntungkan Tapmologa.

Malam itu anak-anak perwakilan padepokan Gajah Duduk dikumpulkan.

“Besok pagi pembukaan silat camp,” kata Tapmologa.

“Kalian harus bersiap-siap, jangan malu-maluin,”

Tapmologa terus berpidato. Hobe malah cekikikan ngobrol dengan Tudne.

“Hobe!” bentak Tapmologa.

“Belum apa-apa sudah bikin onar. Kamu berdiri disini,” panggilnya.

Hobe menunduk. Tapmologa meneruskan wejangan. Hobe di belakang Tapmologa malah melelet-lelet lidah.

Hobe akhirnya boleh tidur setelah dihukum mijitin Tapmologa lagi.

“Uh, capek!” keluh Hobe.

“Kamu sih bikin onar melulu,” Tudne terkikik.

“Kan.. lat.. latihan,” kata Pugu.

“Iya yah, besok ngapain ajah silat camp-nya?” Hobe mengira-ngira.

“Berat kayaknya,” Tudne ikut melamun.

Semua gelisah memikirkan esok hari.

“Uh.. Oh,” Maidne berujar, hanya ia yang tenang.

Kira-kira, bagaimana besok penampilan anak-anak padepokan Gajah Duduk, ya? Kita tunggu saja atraksi hebat mereka dengan jurus-jurus andalannya.

Bersambung….

(Silat Boys pernah diterbitkan menjadi Nomic – Novel Komik di Penerbit Anak Kita, 2014)

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar