“Pemenangnya adalah ….” Ibu Guru yang akan memutuskan. “Aida!” lanjutnya.
“Yah …!” Ais kecewa.
Sekar menghampiri Ais dengan membawa egrangnya.
“Sedikiiit lagi kamu berhasil,” ucap Ais.
“Huft, aku sudah berusaha sekuat tenaga.”
“Iya, Sekar, tak apa. Kamu sudah melakukan yang terbaik, daripada ….” Evan melirik Ais.
“Apa, sih? Aku juga sudah berusaha yang terbaik, kok.” Ais kesal.
Yono dan Yudi bermain pada putaran ke tiga. Suasana di lapangan semakin ramai. Sorak-sorai para siswa memeriahkan perlombaan.
Kali ini, pertandingan berjalan begitu sengit. Yono dan Yudi berjalan sama cepatnya. Mereka mendahului teman-temannya dengan mudah.
“Yono, Yudi! Yono, Yudi!” Sekar, Ais, dan Evan, mendukung keduanya.
Ah, Yono terjatuh. Tapi, dengan cepat ia sudah bangkit lagi. Yudi tersenggol temannya dan terjatuh juga. Sekarang, mereka sejajar. Satu orang teman memimpin di depan. Yono dan Yudi bersikeras menyusul.
“Beri tepuk tangan yang meriah untuk Yono!” seru Bu Guru.
Ya, Yonolah pemenangnya. Ia akan melaju ke babak final.
Evan melaju di putaran ke lima. Sudah dapat ditebak. Ia menang dengan mudah. Entah kapan Evan mulai berlatih egrang. Kemampuannya patut diacungi jempol.
Peluh menetes dari dahi. Cuaca di lapangan semakin panas. Mereka diberi waktu untuk beristirahat sejenak. Sekar dan teman-teman membeli es teh di warung dekat sekolah.
“Ah, segarnya,” ucap Evan.
“Ngomong-ngomong, siapa, sih, yang ngajarin kamu, Van? Lincah banget main egrangnya.” Sekar penasaran.
“Rahasia, dong.”
“Halah, main rahasia-rahasiaan segala,” ketus Ais.
“Terserah aku, dong.”
“Baik anak-anak, persiapan untuk yang maju ke babak final, segera merapat ke lapangan!” terdengar suara nyaring ibu guru dari halaman sekolah.
“Ayo, ayo, cepet! Kita harus ke lapangan.”
Semua siswa yang semula berpencar di sekitar sekolah, kini menghambur ke lapangan. Mereka sangat antusias untuk menyaksikan pertandingan.
“Yono, Evan, Aida, Salsa, dan Bahrul, silakan maju ke arena perandingan.”
Sorak-sorai penonton mengiringi langkah mereka menuju lapangan. Kelima anak ini, diberi kesempatan untuk berlatih terlebih dahulu. Mereka mulai mencoba egrangnya masing-masing.
“Yono pasti menang,” kata Yudi.
“Belum tentu. Evan kayaknya lebih jago,” komentar Ais.
“Tapi, Bahrul juga bukan lawan yang mudah.” Sekar menambahkan.
Mereka mengamati para finalis yang sedang menguji kemampuan di lapangan. Semuanya nampak bersemangat dan tidak grogi sama sekali. Jadi semakin penasaran, siapa yang akan menang?
“Baiklah, waktu berlatih sudah selesai. Saatnya kita mulai pertandingan. Semua finalis harap mempersiapkan diri di garis start.”
“Tunggu, Bu Guru!” Evan menghampiri ibu guru yang memimpin lomba sembari membawa egrangnya.
“Kenapa Evan?”
“Egrang punya Evan pijakannya patah.” Evan menunjukan egrangnya dengan raut wajah muram.
“Ya ampun. Oke, Ibu kasih waktu 3 menit buat kamu pinjam punya teman. Ayo, cepat! Kasihan yang lain sudah menunggu.”
“Baik, Bu.”
Evan segera berlari ke arah Sekar.
“Kenapa?” tanya Sekar.
“Egrangku.” Evan mengangkat satu egrangnya yang patah.
“Kok, bisa patah?”
“Enggak tahu. Aku coba punyamu ya?”
“Oke.” Sekar berlari ke belakang mengambil egrangnya.
Evan segera mencoba untuk memastikan kenyamanannya.
“Aduh, nggak nyaman ini,” keluh Evan.
“Atau mau pinjam punyaku?” tawar Yudi.
“Boleh coba.” Evan meraih egrang Yudi.
“Sama aja. Duh, gimana ini? Padahal egrangku ini yang paling nyaman.” Evan menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal dan bergerak-gerak gelisah.
“Apa bedanya, sih? Sama-sama egrang juga,” ujar Ais.
“Kamu nggak ngerti, sih, Is.”
“Evan, ayo kita mulai!” Bu guru sudah memanggil.
“Cepet, Van!” kata Sekar.
“Ya, udah, Is. Aku pinjam punya kamu aja. Kemarin pas latihan aku coba sebentar lumayan, kok.”
“Baiklah.”
Akhirnya, Evan membawa egrang Ais untuk berlomba. Namun, karena itu, perasaannya cukup kacau. Ia jadi kurang percaya diri. Keringat dingin mulai keluar. Ia menggenggam dan mengembangkan tangannya berkali-kali untuk melemaskan otot.
Bismillah, aku pasti bisa! Evan mencoba meyakinkan diri sendiri.
Semua finalis menatap lurus ke depan. Bu guru mulai menghitung dengan pelan. Dalam hitungan ke tiga, semua mulai melangkah.
Tap, tap, tap!
Ais menggigit ujung jari telunjuknya. Ia merasa gugup sendiri. Sekar juga tak kalah fokusnya. Ia menatap Yono dan Evan secara bergantian. Apalagi Yudi, ia ingin sekali kembarannya yang menang.
Sialnya, Evan berkali-kali terjatuh. Mungkin ia masih merasa gerogi dan kurang nyaman dengan egrangnya. Berbanding terbalik dengan Yono yang melangkah mantap.
Karena final, mereka harus melangkah ke finish dan kembali lagi ke start. Tidak seperti pada babak penyisihan tadi.
“Semangat Evan! Ayo, Yono!” Sekar berteriak sangat keras hingga tenggorokannya sakit.
“Evan! Jangan ragu, kamu pasti bisa!” Ais juga tak mau ketinggalan.
“Yono pasti menang!” Yudi menambahkan.
Mendengar temannya menyemangati, Evan jadi lebih percaya diri. Ia berusaha berkata pada dirinya untuk fokus ke keahliannya, bukan ke siapa pemilik egrangnya. Evan bangkit dengan cepat dan mengejar ketertinggalan.
Untuk sementara, Bahrul memimpin di depan. Yono berada di belakangnya. Aida dan Salsa tertatih-tatih di belakang Evan. Pada akhirnya, Evan bisa menjajari Yono. Mereka berdua sama cepatnya mengejar Bahrul. Lima langkah lagi, mereka akan sampai di garis finish.
Kira-kira, siapa yang berhasil memenangkan pertandingan? Apakah Evan dan Yono berhasil melewati Bahrul yang melaju cepat? Jika iya, siapa yang akan lebih dulu? Evan atau Yono?