“Aa …!”
Sekar terjatuh. Teman-teman panik dan turun. Lalu, segera membantu Sekar untuk bangkit.
“Aduh!” Sekar mengerang kesakitan sambil memegangi tangan kirinya yang terkilir. Matanya mulai memerah menahan tangis. Tubuhnya masih gemetar. Ia merasa jantungnya berdetak begitu keras.
Setelah cukup tenang, teman-teman mengantar Sekar pulang ke rumah.
“Kenapa? Ada apa?” tanya Ibu Sekar melihat anaknya terisak sembari memegangi lengan kiri.
“Jatuh dari pohon belimbing, Tante.” Evan yang menjawab.
“Ya Allah! Kok, bisa jatuh? Ayo, sini-sini masuk!”
Melihat ibunya khawatir, justru membuat tangis Sekar semakin menjadi.
Tak lama setelah itu, Sekar dibawa ke tukang urut untuk dipijat lengannya yang terkilir. Meski sempat takut dan menolak, namun akhirnya ia terpaksa mengikuti kemauan ibunya.
Sekar mengerang kesakitan ketika tukang urut mulai menyentuh tangannya. Telapak tebal milik Yu Karmi, si tukang urut, memijat pelan lengan Sekar. Tapi, Sekar merasakan sakit yang luar biasa tak tertahankan. Ia pun meronta-ronta.
Untuk beberapa hari ini, Sekar dan teman-teman jadi tidak bisa main bersama. Ais sakit dan Sekar terjatuh. Keduanya juga tidak masuk sekolah untuk beberapa hari. Teman-teman sekolah menjenguk mereka secara bergantian.
Sekar dan Ais merasa senang ketika teman sekolah datang. Mereka jadi terhibur. Apalagi mereka datang tidak dengan tangan kosong, melainkan membawa beberapa jajanan. Satu kaleng susu coklat dan sebungkus roti tawar.
“Jadi pengen sakit terus,” bisik Sekar pada ibunya.
“Hush! Enak-enak sehat, kok, malah pengen sakit,” kata ibu Sekar.
Seminggu setelah itu, ayah Sekar membuatkan tangga dan menempelkan papan di pohon belimbing. Jadi, mereka bisa menaiki tangga kayu untuk memetik belimbing. Papan yang ditempel di atas pohon terlihat mirip seperti rumah pohon. Hanya tidak ada pagar dan atapnya saja. Tapi, mereka tetap harus berhati-hati jika duduk di sana.
Sekar dan teman-teman merasa sangat gembira memiliki pohon belimbing itu. Juga bisa dijadikan markas pengganti gubuk mereka yang telah roboh. Itu sangat memudahkan mereka saat ingin makan buah belimbing.
“Ayah kamu baik banget, ya, Sekar,” ujar Ais sambil mengunyah buah belimbing.
“Iya, dong.” Sekar mengayun-ayunkan kakinya. Mereka sedang duduk di atas papan pohon belimbing.
“Hai! Kita ikutan naik, ya?” Seru Evan yang datang bersama Yono dan Yudi.
“Naik aja. Hati-hati,” ujar Sekar.
Papan yang cukup lebar itu bisa menampung mereka berlima. Sambil menikmati buah belimbing, mereka bercanda membicarakan berbagai hal.
“Tahu, enggak? Ayahku lusa pulang dari kalimantan. Katanya mau beliin mainan mobil tamiya buat aku,” ungkap Evan.
“Wah, tamiya? Kemarin aku lihat di tv banyak mobil tamiya yang bagus-bagus, lho. Punyamu warna apa, Van?” tanya Yono.
“Aku, sih, minta yang warna hijau. Tapi, kata ayahku, seadanya aja nanti di toko.”
“Yon, kita bilang Bapak, yuk, suruh beliin,” sahut Yudi.
“Emangnya boleh? Tamiya, kan, mahal.”
“Iya, sih. Tapi kita coba bilang dulu.”
“Eh, mending bikin mobil sendiri pakai kayu bekas. Enggak usah beli,” ujar Sekar.
“Emang kamu bisa, Kar?” tanya Ais.
“Enggak. Tapi, bapakku bisa. Kalau kalian mau nanti minta ajari bapakku aja,” usul Sekar.
“Tapi, tetep bagusan mobil tamiya, dong,” sahut Evan.
“Iya, sih. Tapi, tamiya mahal. Kasihan kalau orang tua kita lagi enggak punya uang gimana?” kata Sekar.
“Iya, ya. Coba, deh, nanti kita bikin mobil kayu aja,” ujar Yono.
“Tapi, Van. Kalau besok mobilnya udah sampai, kita boleh minjem, kan?” tanya Yudi.
“Ehm, boleh enggak, ya?” Evan berpura-pura berpikir, sementara teman-temannya menantikan dengan serius jawaban Evan.
“Boleh, lah!” seru Evan membuat teman-temannya tersenyum lega.
Malam hari, usai mengaji di tempat Ustaz Rahman, teman-teman bermain ke rumah Sekar. Mereka bertanya pada ayah Sekar, bagaimana cara membuat mobil mainan dari kayu bekas. Ayah Sekar pun berjanji akan mengajari mereka hari Minggu besok. Teman-teman sangat antusias mendengarnya. Mereka tidak sabar menantikan hari itu datang.
…
Sabtu siang, Sekar dan Ais membeli pecel dan gorengan di warung Mbah Biyah. Mereka membawanya ke markas persahabatan. Namun, saat tiba di markas, keduanya terkejut. Buah belimbing muda berserakan di mana-mana. Ada banyak kulit jajan juga di sana. Dan papannya penuh dengan tanah bekas sandal kotor.
Siapa yang melakukan ini? Sekar dan teman-teman tidak pernah seperti ini. Apalagi membuang buah-buah yang belum matang. Itu sangat dilarang. Jadi, siapa pelakunya?