Strategi Bocah-Bocah Karangduwur (Part 2)

“Sengkong, Yudi.” Ais sangat gembira.

Tapi, tanpa diduga Yudi menyusul dan menyengkong ulang.

“Lho, Yud, kamu, kan, udah kena.”

“Aku Yono,” ucapnya menyeringai.

“Haaaah!”

Ais kesal. Tapi, Yono benar. Ais tahu pasti kalau Yudi tidak memiliki tahi lalat di pipi kiri seperti Yono. Sekilas terlihat sama, tapi sebenarnya mereka sedikit berbeda. Memang tidak semua orang bisa membedakan mereka.

Pernah suatu kali, Mbah Biyah menyuruh Yono membeli beberapa keperluan dapur. Yono langsung pergi saat selesai melaksanakan perintah. Mbah Biyah memanggil Yudi ketika lewat di depan warung pecelnya. Ia memberikan seporsi pecel untuk Yudi, karena mengira ia adalah Yono.

Ais tidak menyerah, ia mencoba mencari korban yang lain. Ais menuju ke gang samping masjid. Ia melihat ada bayangan yang bergerak-gerak di sana. Dengan senyum percaya diri, Ais bersiap.

“Aku akan melihat sebentar dan langsung berlari. Kira-kira siapa yang ada di sana? Yudi, Evan, atau Sekar? Aku tidak akan membiarkan kalian lolos,” batin Ais.

“Waaa!” Ais justru berteriak dan terlonjak saat melihat orang yang ada di balik gang.

Seorang wanita tua yang berjalan membungkuk terlihat menyeramkan saat keluar dari gang yang gelap.

“Astaghfirulloh …, Ais! Ngagetin aja kamu!” Mbah Biyah, orang yang ada di balik gang, terkejut. “Gimana kalau jantung Mbah copot? Kamu mau tanggung jawab?” lanjutnya.

“Ma … maaf, Mbah. Ais enggak sengaja. Kirain teman Ais.”

“Nah, makannya kalau main yang hati-hati.” Mbah Biyah berlalu begitu saja.
Ais menatap punggung bungkuk Mbah Biyah dengan perasaan bersalah.

Sekar yang melihat dari tempat persembunyian terkikik.

“Huft! Di mana mereka?”

Ais melangkah menuju rumah di depan masjid. Perlahan, ia melongok ke balik pagar rumah. Tiba-tiba, Evan muncul begitu cepat dan berlari.

“Aduh!” Ais tersenggol dan terjatuh. Namun, ia segera bangkit dan menyusul Evan.

Terlambat, Ais tidak dapat mendahului Evan. Evan tersenyum puas karena berhasil menyentuh tempat sengkong.

Sekarang Ais menuju ke semak-semak tempatnya bersembunyi tadi. Ah, tidak ada siapa pun di sana. Ia juga melihat samping rumah Mbah Biyah. Uh, bau sampah.

Ais berlari-lari kecil kembali ke halaman masjid.

“Lari!” teriak Sekar.

Sekar dan Yudi muncul entah dari mana dan dengan mudah melewati Ais.

“Sengkong!”

Yah, Ais terlambat lagi.

Tubuh Ais yang lebih kecil dari teman-teman, membuat langkahnya juga kecil. Ia juga tidak pandai berlari.

“Ais jaga lagi, Ais jaga lagi,” ledek Evan sambil cengengesan saat semua telah berhasil keluar dari persembunyian dengan aman.

Perlahan ekspresi Ais mulai berubah, ia menggigit bibir bawahnya. Matanya mulai memerah, dan kedua tangannya mengepal. Sekar memperhatikannya dan menyuruh Evan berhenti, tapi Evan tidak peduli.

Apakah Ais akan menangis? Atau ia bertahan dan memulai permainannya lagi?

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar