Siapa Pandai Menebak
“Kak Aldo!” teriak Sekar. Ia kesal sekali melihat rumah-rumahannya berantakan. Padahal, Ais dan Sekar telah membuatnya dengan susah payah.
Aldo justru tersenyum menyeringai melihat adik dan temannya marah. Kemudian ia melarikan diri. Sepertinya, ia melakukannya dengan sengaja.
“Emak! Kak Aldo nakal!” teriak Sekar lagi.
“Aldo! Jangan usilin adek kamu!” ujar ibu Sekar.
Tapi, semuanya sudah terlanjur. Mainan mereka berantakan. Ais mengeluh jadi malas bermain lagi. Pada akhirnya, mereka membereskan semuanya dan bermain ke tempat lain.
“Kakakmu itu nyebelin, deh!” ketus Ais.
“Iya. Rasanya pengen dia menghilang aja dari muka bumi.” Sekar masih cemberut.
Keduanya berjalan menuju lapangan, mencari teman yang lainnya. Karena tidak ada siapa pun di lapangan, mereka naik ke markas pohon belimbing.
“Kok, sepi, sih?” Sekar duduk di pinggir papan dan mengayunkan kakinya.
“Iya. Kemana mereka?” Ais duduk di samping Sekar.
Mereka memandangi sekeliling kebun. Terdapat berbagai macam tanaman di sana. Ada beberapa pohon duku milik Pakde Sastro. Jika musim duku tiba, Sekar dan teman-temnnya suka memungut buahnya di bawah pohon.
Pohon pisang juga telah berbuah. Mereka suka mengambil lembaran-lembaran jantung pisang yang jatuh. Pisang akan ditunggu sampai tua di pohon, kemudian dipetik dan mematangkannya di bawah. Kalau sampai matang di pohon, buah pisang beresiko dimakan bajing.
“Lihat, Is! Pohon duriannya sudah mulai berbunga.” Sekar menunjuk ke arah pohon durian.
“Wah, iya! Sebentar lagi berbuah.”
Pakde Sastro biasanya akan membagi sebagian hasil panennya untuk tetangga dan kerabat. Sekar paling suka jika musim durian tiba.
Suara burung saling bersautan terdengar. Ada beberapa burung warna warni singgah dari satu pohon ke pohon lainnya. Capung juga beterbangan di mana-mana. Capung merupakan indikator air bersih. Banyaknya capung menandakan masih adanya air bersih di Karangduwur. Jika capung mulai langka, maka banyak air yang telah tercemar. Karena capung hanya akan berkembang biak di air bersih.
“Ais, kita petik daun pacar, yuk, buat kutekan,” ajak Sekar.
“Di mana?”
“Di samping rumah Mbah Biyah ada banyak yang tumbuh.”
“Ayo.”
Mereka turun dan menuju rumah Mbah Biyah. Saat melewati rumah Yono, mereka tahu kalau teman-temannya sedang bermain mobil tamiya. Ais dan Sekar hanya melihat sebentar dari jendela. Mereka lebih tertarik untuk membuat kutek.
Sekar memetik beberapa helai daun pacar, begitu pula dengan Ais. Mereka menumbuknya dengan batu pada pecahan gentheng. Setelah halus, tumbukan daun pacar diletakkan di atas kuku. Tunggu beberapa saat, lalu cuci. Warna jingga akan menempel pada kuku yang diberi daun pacar. Itu adalah kutek alami yang selalu mereka buat.
Anak-anak di Karangduwur sering melakukannya. Kutek daun pacar tak kalah cantik dengan kutek buatan pabrik. Kuku jari terlihat lebih cantik setelah diwarnai dengan daun pacar.
Tanaman pacar sangat mudah ditemukan di desa. Tidak perlu menanamnya secara khusus. Biji pacar yang telah kering akan terjatuh dan menumbuhkan tunas-tunas baru. Tanaman pacar akan lebih rimbun ketika musim penghujan tiba.
Pacar air ini juga memiliki banyak macam. Ada yang bunganya berwarna merah, putih, ungu, dan merah muda. Bentuk bunganya seperti anggrek kecil. Pacar air bisa juga dijadikan tanamanan hias yang dapat memperindah halaman rumah. Di samping rumah Mbah Biyah, banyak sekali tanaman pacar. Siapa pun boleh memetiknya.
…
Sekar dan teman-teman sedang mengantri untuk mengaji di rumah Ustaz Rahman. Seperti biasa, Evan selalu saja usil. Ia menyelip antrian, membuat teman-temannya kesal. Tapi, hanya Ustaz Rahman yang bisa menghentikan Evan.
“Evan. Antri yang rapi. Tidak boleh menyelip!” kata Ustaz Rahman.
“Nggeh, Ustaz.”
Evan bisa jadi mendadak kalem jika Ustaz Rahman sudah bertindak.
Aku suka bab ini 💖💝💖💝