Strategi Bocah-Bocah Karangduwur Part 32

Kepergian Ais

Sekar memutuskan untuk mengejar mobil jeep itu sambil meneriakkan nama Ais. Ia akan meminta bantuan orang di sekitar jika sesuatu yang buruk terjadi. Tapi, belum juga ia sampai, mobil itu telah melaju. Sekar berhenti dan terengah-engah. Keringatnya jatuh bercucuran. Sementara tubuhnya basah oleh gerimis.

Sekar berlari pulang. Bahkan ia melupakan payungnya yang tertinggal di depan warung.

“Mak, Emak!” Teriakan Sekar mengagetkan emak yang sedang masak di dapur.

“Ada apa, sih, Kar? Teriak-teriak gitu.” Emak meninggalkan dapur dan menghampiri Sekar.

“Ais, Mak! Ais!”

“Kenapa Ais?”

“Ais diculik!” Tanpa basa-basi Sekar mengatakannya.

“Astaghfirulloh …! Yang bener kamu, ah!”

“Iya, Mak! Beneran. Tadi aku lihat Ais dipaksa masuk mobil jeep,” jelas Sekar sambil menangis.

Emak berusaha menenangkan Sekar. Ia menyuruhnya berganti baju terlebih dahulu. Hujan di luar semakin deras. Mereka tak bisa pergi ke rumah Ais untuk memastikan. Payung Sekar juga tertinggal di warung.

Sekar menggigil kedinginan dan masih terisak. Rasa sedih, cemas, dan takut bercampur menjadi satu. Emak membuatkan teh hangat untuk meredakan kegelisahannya. Sekar meminumnya pelan.

“Gimana, Mak, kalau beneran Ais?” tanya Sekar dengan suara bergetar.

“Kita berdo’a saja, ya, semoga bukan. Nanti kalau hujannya sudah reda, Emak cari tahu ke rumah Ais,” tutur Emak lembut.

“Mak ….”

“Iya?”

“Aku enggak mau kehilangan Ais,” tutur Sekar sedih.

“Ais enggak akan kemana-mana, kok. Lagian Karangduwur ini aman. Enggak bakalan ada penculik. Mungkin kamu salah lihat atau salah paham.”

“Semoga, ya, Mak.”

Malam ini Sekar susah tidur. Pikirannya masih tertuju pada Ais. Hubungannya dengan Ais belum membaik. Tapi, hal seperti ini malah memperburuk keadaan.

Sekar kedinginan, tapi badannya panas. Emak sudah menyelimutinya dengan tiga lapis kain. Namun, ia masih menggigil. Emak mencampur minyak telon dengan irisan bawang merah, lalu membalurkannya ke tubuh Sekar. Ia juga memijatnya dengan pelan.

“Ais … Ais …!” Sekar mengigau. Emak khawatir karena demam Sekar semakin tinggi.

Emak mencari-cari persediaan penurun panas di kotak obat. Tapi, ia tak menemukannya. Akhirnya Emak memutuskan mengompres Sekar dengan air hangat.

Kain lap bersih Emak masukkan ke baskom berisi air hangat. Ia peras, lalu tempelkan di dahi dan leher Sekar secara bergantian. Emak juga menyuruh Sekar banyak minum air putih, supaya ia tak kehabisan cairan.
Semalaman Emak menunggui Sekar. Hingga dini hari, Sekar masih meracau tak jelas. Baru ketika mendekati subuh, Sekar bisa tertidur lelap.

Esok hari sepulang sekolah, Evan,Yono,dan Yudi menjenguk Sekar. Mereka bercerita jika Ais tidak masuk sekolah hari ini. Tapi, rumahnya juga kosong. Mama Ais tidak ada di rumah. Sekar semakin khawatir.

“Jadi beneran, kemarin kamu lihat Ais diseret ke mobil jeep?” Evan bertanya dengan penuh kecurigaan.

“Iya. Aku lihat jelas kalau itu memang Ais. Dari bajunya, rambutnya. Dia sampai nangis-nangis gitu, lho.”

“Kok, enggak kamu kejar, sih, Kar?” tukas Yono.

“Udah kukejar. Tapi, mobilnya keburu jalan.”

“Huh, andaikan kita ada di sana. Pasti udah ketangkep, tuh, penculik,” ujar Yudi berapi-api.

“Emangnya kamu berani, Yud?” Evan meragukan Yudi.

“Hehe, enggak juga,” kata Yudi sambil nyengir.

“Halah, sama aja.”

“Tapi, kan, seenggaknya kita bisa bagi tugas. Ada yang ngejar mobilnya, ada yang manggil orang-orang suruh nolongin,” ujar Yudi lagi.

“Sebenernya, mobil itu keburu jalan, karena aku juga kelamaan mikir, sih. Aku takut sama bingung cuma sendirian,” sesal Sekar.

“Kalian tidak usah khawatir.” Emak keluar ruang tamu sembari membawa nampan berisi beberapa gelas minuman.

“Kemarin Sekar pergi sama mamanya ke rumah nenek Ais. Jadi, hari ini pun mereka masih menginap di sana. Ais tidak kenapa-kenapa, kok,” lanjutnya.
Emak menaruh gelas-gelas berisi minuman berwarna merah di atas meja.

“Ini sirup, Mak?” tanya Sekar.

“Bukan, ini teh rosella.”

“Teh rosella apa, Bulik?” Evan penasaran.

“Teh rosella itu minuman yang terbuat dari bunga rosella yang dikeringkan. Banyak sekali manfatanya. Coba, deh, diminum. Mumpung masih hangat.”

Mereka pun meminumnya segera. Rasanya manis mirip sirup. Tapi ini minuman yang banyak manfaatnya. Di antaranya meningkatkan imun tubuh dan mengurangi kecemasan.

Sekar dan teman-teman merasa lega mendengar kabar tentang Ais. Mereka tidak khawatir lagi.

Sore hari, Ais berkunjung ke rumah Sekar. Ia baru saja kembali dari rumah neneknya. Sekar senang bukan main. Keduanya berpelukan erat sekali. Sekar sampai menitikkan air mata bahagia. Ais pun ikut terisak.

“Aku kangen sama kamu,” ujar Sekar dengan suara parau.

“Aku juga.” Ais membantu Sekar mengusap air matanya, padahal pipinya juga basah. “Kamu, kok, bisa sakit, sih. Biasanya kamu yang paling kuat.”

“Gara-gara kehujanan pas ngejar kamu kemarin.”

“Ngejar aku?”

“Iya. Aku lihat kamu ditarik paksa masuk mobil jeep hitam penculik itu.”

“Astaghfirulloh …! Jadi karena itu?”
Sekar mengangguk.

“Sekar, sebenernya, orang yang bawa mobil jeep itu bukan penculik. Dia itu bos tempat mama aku kerja,” tutur Ais.

“Terus, kenapa kamu kemarin ditarik-tarik paksa sampe nangis kayak gitu?” tanya Sekar sambil membenarkan selimutnya.

Ais naik ke ranjang Sekar dan duduk lebih dekat. Ia bersandar pada dinding, lalu menceritakan semuanya.
Ais tahu saat Sekar datang ke rumah dan berniat mengetuk jendela kamar. Tapi, ia tak bisa berteriak karena giginya sedang sakit. Saat Sekar memberinya cokelat dan permen, Ais juga tak bisa menerimanya. Karena itu akan memperparah sakitnya. Ais langsung masuk rumah karena bingung mau menjelaskan.

Ketika di sekolah, ia lebih banyak diam karena giginya belum sembuh betul. Sebenarnya Ais menunggu Sekar menyapanya lebih dulu. Tapi, Sekar hanya diam. Ais mengira jika Sekar marah karena ia menolak pemberiannya tempo hari.

Soal ditarik paksa masuk mobil. Itu karena Ais menolak ketika akan diajak ke dokter gigi oleh mamanya. Ais takut giginya akan dicabut.

Pengemudi mobil jeep yang nampak garang iti ternyata orang baik. Ia mengantarkan Ais dan mamanya ke dokter gigi dan mampir menginap di rumah nenek.

Sekar mengangguk-angguk paham. Semua penjelasan Ais sangat masuk akal. Kekhawatiran Sekar pun semua terbantahkan.

“Sekar, ada yang mau aku katakan.” Ais nampak ragu.

“Apa? Dari tadi kita juga udah ngobrol.”

“Sebenernya … mama aku mau nikah sama bosnya,” ungkap Ais.

“Hah? Orang yang bawa mobil jeep itu?” Sepasang mata Sekar melebar.

Ais mengangguk.

“Baik enggak orangnya?”

“Baik, kok.”

“Syukurlah.”

“Tapi ….” Ais memainkan ujung bajunya. Seperti ada hal penting yang belum ia katakan.

Sekar menaikkan kedua alisnya.

“Setelah menikah, kita harus pindah ke Jakarta,” tutur Ais kemudian.

Sekar merasa tertampar. Sebelumnya, ia merasa bahagia karena Ais akan memiliki ayah yang baik. Keluarganya akan lengkap lagi seperti semula. Tapi, jika kenyataannya seperti ini, perasaannya jadi tak karuan.

Bagaimana jika mereka memang harus berpisah? Apa yang akan Sekar lakukan?

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar