Strategi Bocah-Bocah Karangduwur (Part 6)

“Api juga tidak bisa menyala kalau tidak ada ranting. Jadi kami lebih pantas mendapatkannya.” Yono dan Yudi tidak mau kalah.

“Tapi, aku dan Ais yang membuat adonan dan menggorengnya sampai matang.”

“Sudahlah, kita bagi lima aja,” usul Ais.

“Oke!”

Mereka memakan bayam goreng itu dengan riang. Meski berasa ikan asin, tetap saja mereka merasa puas karena itu hasil jerih payah sendiri. Badan bau sangit pun tidak menjadi masalah. Yono malah mengusulkan untuk mengambil nasi. Sepertinya enak dan lebih mengenyangkan. Tapi, tidak ada satu pun dari mereka yang bersedia mengambil nasi di rumah.

Dalam sekejap, semuanya habis. Sesekali Ais jengkel karena Evan mencoba mengambil jatahnya. Ia sampai harus menghindar beberapa kali.

“Eh, besok kita main tulup, yuk?” ajak Evan.

“Emang kamu punya bambunya, Van?” tanya Yono.

“Enggak, sih. Kita cari besok sepulang sekolah.”

“Nyari di mana?” Yudi menggeser duduknya mendekati Yono.

“Di deket kebunnya Pakde Sastro kayaknya ada, deh, pohon bambu kecil.”

“Kalian mau ikut, enggak?” Evan menatap Sekar dan Ais.

“Tapi sakit kalau main tulup. ” Ais tidak tertarik.

“Ya, kan, pakai perisai nanti biar enggak sakit,” kata Evan.

“Perisai apa?” Sekar mengernyitkan keningnya.

“Kita bikin semacam baju baja pakai kardus. Kayak yang di film Angling Dharma itu, lho. Kalau lagi perang, kan, prajuritnya pada pake baju baja.”

“Van, perisainya pakai tutup panci aja. Lebih mirip malah. Kalau kena tulup bisa bunyi, teng, teng, teng,” Yono tertawa.

“Dimarahin Emak nanti,” ujar Yudi.

“Kayaknya seru.” Ais mulai tertarik.

“Tapi, kamu jangan nangis, Is, kalau kalah.” Evan mewanti-wanti.

“Siapa juga yang nangis.” Ais melengos.

“Ye … enggak ngerasa lagi.”

“Ya, udah. Nanti kita cari kardus bekasnya, ya,” kata Sekar.

“Minta aja ke warungnya Mbah Titi,” usul Yono.

“Jangan, nanti malah disuruh beli.” Yudi tidak setuju.

“Cari di rumah masing-masing aja, lah. Nanti bikinnya bareng-bareng,” ujar Sekar.

“Yono! Yon, Yono!” Terdengar suara Mbah Biyah memanggil.

“Dalem, Mbah!”

“Di mana koreknya? Bawa ke sini! Mau Mbah pakai.”

“Nggeh, Mbah. Sebentar.”

Yono segera mencari korek Mbah Biyah di sekitar tungku.

“Di mana koreknya, Van? Kamu yang pakai tadi,” tanya Yono.

“Tadi kutaruh di sini.” Evan menunjuk ke akar pohon kapulaga yang ada di sampingnya. “Kamu ambil, ya, Kar?”

“Enggak, kok!” Sekar menggeleng.

“Aduh, gimana kalau hilang? Bisa kena marah Mbah Biyah ini. Ayo semua cari!” Yono mulai panik.

“Mana, Yon? Cepetan!” Suara Mbah Biyah terdengar lagi.

“Nggeh, Mbah!”

Mereka semua membantu Yono mencari korek. Sekar menyingkirkan dedaunan kering. Ais mencari di sekitar tungku. Yono, Yudi, dan Evan juga sama sibuknya. Tapi, korek itu tidak juga ketemu.

Bagaimana jika mereka tidak bisa menemukan korek itu? Apakah Mbah Biyah akan meminta ganti rugi? Sebenarnya, siapa yang harus bertanggung jawab atas hilangnya korek ini?

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar