Strategi Bocah-Bocah Karangduwur (Part 1)

Bab 1 Part 1

Petak Umpet 

Sekar berlari cepat saat Evan mulai menghitung. Ia menuju gang di samping masjid, di sana ada Yudi. Sekar beralih ke belakang masjid, aduh, Yono bersembunyi di sana. Ke mana lagi ia harus mencari tempat sembunyi? Sekar menoleh ke sana ke mari. Evan hampir selesai menghitung, ia harus cepat.

“Jangan di sini!” bisik Ais saat Sekar menyusup ke balik semak-semak.

“Aduh … aku harus sembunyi di mana?”

“Terserah!”

“Tujuh … delapan ….”  Terdengar Evan masih menghitung.

Dengan cepat, Sekar bersembunyi di samping rumah Mbah Biyah. Ups! Bau busuk. Ternyata ada tong sampah tepat di sampingnya. Sekar hendak berpindah tempat, tapi …,

“Sepuluh!” teriak Evan.

Sekar tidak bisa berkutik. Ia tetap berjongkok di tempat sambil menutup rapat hidungnya. Satu per satu temannya mulai ketahuan. Sekar lelah bernapas dengan mulut. Perutnya mulai bergejolak. Ia merasa ingin buang air besar dan kecil sekaligus.

Bagamana ini? Jika Sekar ke luar, ia bisa ketahuan dan harus berjaga. Tapi, kalau Sekar tetap berada di sana, mungkin ia akan muntah sebentar lagi.

“Yudi!” teriak Evan sambil berlari ke arah tempatnya berjaga.

“Sengkong!” Yudi berhasil mendahului Evan.

Evan terengah dengan wajah kecewa. Ia pun mulai mencari lagi.

Uuh … busuk sekali baunya. Sampah apa, sih, ini? Sekar masih menutup hidungnya rapat. Namun, sesekali juga ia lepaskan dan terpaksa harus mencium bau yang sangat menyengat.

Evan mendekat ke semak-semak. Tiba-tiba Yono melesat dengan sangat cepat dari belakangnya. Ah, Evan kecolongan lagi. Masih ada dua harapan untuknya, karena Sekar dan Ais belum ketahuan.

Kali ini,  Evan lebih waspada. Matanya bergerak ke sana ke mari seperti burung elang yang mencari mangsa. Ia mengawasi semak yang bergerak-gerak. Tapi, juga melirik tempat persembunyian Sekar.

Sepertinya Evan sudah tahu ada dua orang di tempat yang ia curigai. Ia sedang menghitung langkah jarak keduanya. Ia harus berpikir cepat dan mengambil keputusan sebelum keduanya lolos lagi.

Sekar mengintip dari tempat persembunyiannya.  Ia melihat Evan tersenyum di dekat semak-semak. Sekar bersiap untuk berlari. Ia sudah tidak tahan lagi dengan bau sampah yang memuakkan. Sekar akan menerima apa pun risikonya.

“Sekar!” teriak Evan sambil menyibakkan semak. Pada detik itulah Sekar keluar dan berlari gesit melewati Evan.

Evan terkejut, karena bukan Sekar yang ada di balik semak, melainkan Ais. Namun,  ia segera berbalik dan berlari menuju tempat sengkong.

“Sengkong!” Sekar bersandar pada tembok dan terduduk di tanah. Napasnya terengah-engah. Dahinya basah. Dan ia merasa sangat lega karena berhasil mendahului Evan.

“Sengkong,  Ais!” Evan puas sekali, karena pada akhirnya ia mendapatkan korban yang akan berjaga menggantikannya.

Sementara itu,  Ais melangkah gontai menghampiri mereka.

“Yah … aku ketahuan,” ucap Ais sedih.

“Ah, syukurlah, akhirnya aku terbebas dari penyiksaan ini.” Sekar meluruskan kakinya dan memijat-mijat pelan.

“Penyiksaan apa maksudmu?” Yudi penasaran.

“Tahu, enggak, kalian? Aku, tuh, sembunyi di samping tong sampahnya Mbah Biyah. Aduhai … baunya! Benar-benar hampir muntah rasanya.”

“Hahaha!” Mereka semua justru tergelak mendengar cerita Sekar.

“Lah, ngapain juga kamu sembunyi di sana?” Evan duduk di tanah berhadapan dengan Sekar. “Tadi kupikir yang sembunyi di semak-semak kamu,  Kar. Eh, ternyata malah Ais. Habis ikat rambut kalian sama, sih.”

Sekar menyentuh ikat rambutnya dan tersenyum menatap Ais.

“Emang tadi niatnya aku mau sembunyi di sana. Eh, malah keduluan Ais. Tapi, ada untungnya juga, sih.”

Bibir Ais mengerucut. “Untung buatmu,  derita untukku,” keluh Ais membuat teman-temannya terkekeh.

“Ayo, Ais! Giliran kamu yang jaga.” Si kembar Yono dan Yudi telah bersiap untuk mencari tempat persembunyian yang aman.

Ais berdiri menghadap tembok pagar masjid. Ia menaruh lengan kanannya di depan wajah dan menutup mata.

“Satu dua tiga empat lima enam tujuh delapan sembilan sepuluh!” Ais menghitung sangat cepat sementara teman-temannya baru saja bersiap untuk sembunyi.

“Bentar! Kita belum siap!” protes Evan.

“Jangan kecepetan, dong, ngitungnya,” tambah Yono.

“Oke-oke! Udah siap belum kalian?”

“Siap!”

“Satu, dua, tiga, empat ….” Ais menghitung pelan sesuai permintaan. Sementara teman-temannya berlari cepat mencari tempat bersembunyi. Tentu saja Sekar tidak akan kembali ke tempatnya tadi.

Setelah semuanya bersembunyi, Ais mulai mengamati sekeliling. Ia melihat kepala Yudi menyembul sedikit dari balik tumpukan batu bata di samping kanan masjid. Ais mendekat beberapa langkah lalu berteriak dan berbalik.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar