Suara si Pelung

 

Oleh: Fitri Kurnia Sari

“Uu…uu…u…uuuu!”

“Suara apa sih itu. Mengganggu saja,” keluh Rino kesal.

Rino memeluk guling kesayangannya. Lalu melanjutkan tidurnya.

“Rino, ayo bangun. Ini sudah subuh. Kamu segera salat subuh. Setelah itu, siap-siap ke sekolah,” kata ibu mengingatkan.

“Iya, Bu. Sebentar,. Rino masih mengantuk.”

Ibu duduk di samping ranjang Rino. Lalu membelai rambut Rino.

“Ayamnya saja sudah bangun dan berkokok. Masa Rino kalah sama ayam!”

“Ayam? Jadi yang dari tadi suara berisik itu suara ayam, Bu? Kenapa suara  kokoknya aneh?” tanya Rino langsung duduk dan menyingkapkan selimutnya.

Ibu memicingkan mata. Heran dengan pertanyaan Rino barusan.

“Ayam dari mana. Bu? Kita kan tidak punya ayam,” tanya Rino heran.

“Semalam Kakek memberi ayam sebagai hadiah ulang tahun Rino. Sebetulnya ini kejutan, tapi Rino sudah tanya duluan,” jawab ibu sambil tersenyum.

“Rino ingin melihatnya, Bu! Eh iya, Rino mau salat subuh dulu,” kata Rino.

Ibu tersenyum melihat tingkah Rino. Setelah salat Subuh, Rino bergegas menuju halaman samping rumah. Ia melihat seekor ayam besar berbulu hitam, coklat, dan putih sedikit. Badannya besar dan kokoh. Cakarnya panjang dan besar. Ada lipatan kulit yang menggantung di kedua sisi tenggorokan ayam. Bentuknya besar, bulat dan berwarna merah. Jenggernya juga besar dan tebal. Ayam itu ada di dalam kurungan bambu berbentuk setengah lingkaran.

“Itu ayam pelung jantan, Rino. Besok Sabtu, ayah akan membuatkan kandang buatnya. Sabtu, ayah kan libur kerja. Nanti ayah juga akan belikan ayam kampung betina untuk teman. Biar nanti bisa bertelur, menetas, lalu jadi banyak ayam kita,” kata ayah yang sudah berdiri di samping Rino.

“Jadi banyak, Yah? Suara si Pelung saja sangat mengganggu. Apalagi kalau banyak, Yah. Pasti berisik sekali!” protes Rino.

“Uu…uu…u…uuuu!” suara si Pelung jantan menggema.

Rino melonjak kaget. Suara si Pelung keras sekali. Suaranya panjang dan seperti melengkung.

“Wah, ayamnya protes kamu tidak suka dia,” kata ayah sambil tertawa.

“Kenapa kamu tidak suka suaranya, Rino?”

Rino meringis.

“Rino sedang enak-enak tidur, tapi suara si Pelung ini membuat aku terbangun, Yah. Keras sekali suaranya!” terang Rino.

“Oo, tadi ya. Kan sudah subuh. Harus segera bangun dan salat kan? Ayam jago selalu berkokok ketika mau subuh.” jelas Ayah.

Rino mengangguk. Sebentar lagi ia harus berangkat ke sekolah. Segera ia ke kamar mandi, lalu sarapan. Rino berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki.

“Aku dapat hadiah ayam pelung dari kakek, Ko,” kata Rino kepada temannya, Eko.

Mereka sedang membeli jajanan di kantin. Sekarang jam istirahat.

“Wah, senang sekali, Rino. Kamu mempunyai hewan peliharaan sekarang,” kata Eko.

“Tapi aku tak suka suaranya. Suaranya keras memekakkan telinga. Kandangnya persis di sebelah kamarku. Aku memanggilnya si Pelung,”jelas Rino.

“O, ayam baru kamu itu jenis ayam pelung, ya. Kakekku juga punya ayam pelung. Asalnya dari Cianjur, Jawa Barat. Ayam itu istimewa lo, Rin. Suaranya yang panjang dan meliuk itu membuat ayam pelung terkenal karena suara uniknya itu. Kata kakekku, disebut pelung karena asalnya dari bahasa Sunda, kata melung yang artinya melengkung,” kata Eko bersemangat.

“Kok kamu tahu banyak, Ko?” tanya Rino penasaran.

“Karena aku sering membantu kakekku merawat ayam-ayam miliknya, Rino. Ketika aku menginap di sana, aku bertugas memberi makan ayam setiap pagi dan sore. Kakekku juga memelihara ayam kampung. Mereka bisa hidup bersama. Bahkan, minggu lalu ketika aku ke sana, ada anak ayam hasil persilangan ayam pelung dan kampung. Lucu sekali bentuknya. Badannya cepat besar kata kakek,” cerita Eko panjang lebar.

Rino kagum dengan Eko yang begitu paham tentang ayam. Sementara dirinya, jika main ke rumah kakek, jarang melihat ayam-ayam kakek. Ketika main ke sana, Rino lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain ponsel.

“Tahu ngga Rino. Sisa makanan kita yang tidak terpakai, bisa kita gunakan untuk makanan ayam. Ketika di rumah kakek, aku mencampurnya dengan dedak, lalu dicampur air hangat. Kemudian dikasihkan ke ayam,” kata Eko bersemangat.

Rino mengangguk.

“Kamu tidak terganggu dengan suaranya yang keras dan panjang itu, Eko?” tanya Rino penasaran.

“Suaranya bagus Rino. Aku suka. Mungkin kamu tidak suka karena kamu masih mengantuk seperti cerita kamu tadi ke aku. Jadi, suara ayam pelung di sebelah kamarmu seperti mengganggu. Iya kan?” Eko balas bertanya.

Apa yang dikatakan Eko benar juga. Rino tadi pagi masih asyik tidur, dia kaget tiba-tiba ada suara ayam yang keras dan panjang.

“Rino, bukankah ayam jantan kalau berkokok pagi itu menandakan sudah subuh? Mereka hebat lo, suara mereka seperti alarm agar kita lekas bangun dan salat, kan? Nanti lama-lama kamu akan terbiasa, Rino,” kata Eko.

“Benar juga ya Ko. Aku hanya kaget dan merasa terganggu.Harusnya aku bangun dan tidak menyalahkan si Pelung, kan?” kata Rino.

Eko mengangguk dan tertawa. Rino ikut tertawa.

“Aku pernah menemani kakekku ketika kontes lomba suara ayam jago pelung. Semua ayam yang ikut lomba atau kontes suara, bagus-bagus semua suaranya, Rino. Mereka berkokok lebih lama, berirama dan merdu lo,” kata Eko.

“Begitu ya Ko. Nanti sepulang sekolah, aku akan melihat ayam pelungku.”

Bel berbunyi setelah pelajaran terakhir. Rino segera pulang. Ia tak sabar ingin bertemu dengan ayam barunya itu.

Sampai di rumah, setelah ganti baju, Rino segera melihat ayamnya. Ternyata di sana ada kakek. Ia lihat kakek sedang memberi makan si Pelung.

“Kakeeek…,” teriak Rino menghampiri kakaeknya lalu menyalami.

“Rino. Bagaimana, kamu suka ayam dari Kakek, kan?”

“Terima kasih hadiah ayam pelungnya, Kek. Aku memanggilnya si Pelung,” kata Rino.

“Uu…uu…u…uuuu!”

Si Pelung bersuara seolah tahu kedatangan anak laki-laki itu. Rino terpana melihatnya. Leher si Pelung memanjang seperti mendongak. Suaranya panjang dan seperti melengkung.

‘Bagus kan kokoknya, Rino?” tanya kakek.

“Iya, Kek. Awalnya Rino terganggu karena suara si Pelung keras dan panjang, tapi sekarang Rino tahu itu suara khas ayam pelung. Nanti ajari Rino cara membuat makanan untuk si Pelung ya Kek? Rino mau belajar merawat si Pelung dengan baik,” kata Rino.

Mulai sekarang Rino berjanji akan belajar pada kakek tentang apapun. Ia berjanji akan membantu kakeknya jika ke rumah kakek seperti Eko. Selama ini Rino hanya main ponsel kalau main ke rumah kakek. Ternyata melakukan kegiatan seperti merawat ayam sangat menyenangkan, tidak kalah dengan permainan di ponsel. Apalagi ayam pelung adalah ayam khas Jawa Barat yang suaranya memang unik.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar